Act 9

2 0 0
                                    

Hari baru dimulai dengan suasana yang segar. Sinar matahari menembus jendela-jendela kelas, memberikan kehangatan yang menyenangkan.

Rie memasuki kelas dengan lebih santai di hari keduanya di sekolah.

"Hai Rie!" suara sapaan dari belakang menyambutnya. Itu adalah Maya, teman sekelas.

"Bagaimana hari-hari pertamamu? Sudah terbiasa dengan suasana sekolah?"

Rie mengangguk. "Ya, cukup baik. Masih ada yang harus kuadaptasi, tapi sejauh ini semuanya oke."

Maya mengangguk. "Baguslah! Kalau butuh bantuan atau ada yang ingin kau tanyakan, jangan ragu untuk bertanya padaku."

Rie memberi jempol pada Maya sebelum mengambil tempat duduknya di kursi paling belakang kelas.

Pikirannya terus melayang ke kejadian malam tadi. Bagaimana Lux dan Gray, dua KING yang luar biasa kuat, bisa menjadi teman sekaligus mentor baginya.

"Hey, Maya," sapa Rie. "Lux dan Gray, mereka belum datang?"

Maya mengangkat alisnya dan menatap Rie dengan heran. "Hah, kenapa kau menanyakan mereka? Apa sesuatu terjadi?"

"Ah, tidak, hanya penasaran saja," jawab Rie, mencoba terdengar santai.

Maya menutup buku yang sedang ia baca dan menatap Rie dengan penasaran.

"Benarkah? Kau tidak terlihat seperti tipe orang yang akan bergaul dengan mereka. Mereka kan agak... yah, kau tahu, tolol dan kurang ajar."

Tiba-tiba, suara berderak dari arah jendela menarik perhatian semua orang di kelas.

Lux muncul dengan santai, masuk melalui jendela dengan gerakan yang begitu ringan dan lincah. Dia mendarat dengan anggun di lantai kelas, menatap Maya dengan ekspresi sayu.

"Kata-katamu tadi... kejam sekali." Ucap Lux dengan nada terluka.

Maya tertegun, wajahnya memerah karena marah. "Apa-apaan kau masuk lewat jendela begitu saja, Lux?! Kau membuatku kaget!" serunya marah.

Lux hanya mengangkat bahu.

Maya mendengus kesal. "Apa kau tidak bisa masuk lewat pintu seperti orang normal?"

Tepat pada saat itu, Gray tiba-tiba menyusul masuk lewat jendela dengan santai. Dia mendarat di samping Lux.

"Yo."

Maya, yang masih marah pada Lux, segera berubah ekspresi saat melihat Gray. "Gray! Kenapa kau ikut-ikutan masuk lewat jendela?" tanyanya dengan nada yang jauh lebih lembut, meskipun ada sedikit cemberut di wajahnya.

Gray mengangkat bahu dengan santai. "Lux bilang ini jalan pintas," katanya, tersenyum kecil.

Maya mendesah, tetapi kali ini tidak ada kemarahan di suaranya. "Kamu ini...," katanya dengan nada sedikit mengeluh.

Lux menyelinap ke sebelah Rie, berbisik. "Kumat bucinnya."

Rie menahan tawa mendengar bisikan Lux.

Lux mengabaikan Gray dan Maya yang mulai berpegangan tangan, ia duduk di kursi sebelah Rie. Duduk santai dengan tangan sebagai sandaran kepalanya, ia menatap Rie dengan heran.

"Kau terlihat tak terluka?"

Rie tersenyum dan mengangkat bahu. "Mungkin aku memang hanya cepat sembuh?"

"Hemm.. baguslah kalau begitu. Berarti bobot latihan kita bisa ditambah."

Beberapa menit berlalu, para murid datang satu persatu, kemudian datanglah Pak Helm tanpa motornya dan ia masuk lewat pintu.

RIPSNORTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang