Act 8

2 0 0
                                    

Pak Helm merapikan buku-buku di meja guru, tanpa kata-kata, dia berdiri tegak, menatap siswa dengan tatapan dibalik helm fullface hitamnya.

"Dengan ini, pelajaran untuk hari ini selesai," Ucapnya dengan suara rendah. "Jangan lupa PR halaman 48, dikumpulkan besok."

Pak Helm berjalan menuju mogenya yang terparkir di depan papan tulis kelas. Dia memutar kunci dengan cepat. Dengan satu dorongan, motor itu meluncur ke depan, menerjang ke arah jendela dengan kecepatan yang brutal.

Dia segera lenyap seperti bayangan di sore hari, meninggalkan siswa-siswa dengan kebingungan.

Beberapa saat kemudian, hanya angin sepoi-sepoi yang tersisa, dan kesan kehadiran Pak Helm yang memenuhi ruang kelas seakan lenyap dalam sesaat.

Rie merasakan lega melintas begitu pelajaran hari itu berakhir. Rasanya seperti beban yang mengendap di pundaknya sedikit demi sedikit menghilang.

Rie melihat siswa-siswa lain berdiri, bersiap-siap meninggalkan ruangan. Pandangannya terpaku pada seorang gadis yang duduk di seberangnya, yang berdiri dengan anggun.

Rambut panjangnya tergerai, dan matanya yang memancarkan warna merah delima menambah pesona yang tak terbantahkan.

Rie berandai kalau ia bisa mengajak gadis itu mengobrol, berterima kasih secara pribadi padanya karena sudah pernah menyelamatkan nyawa Rie sekali.

Dengan langkah santai, Rie meninggalkan kelas. Namun, begitu ia sampai di pintu, Belle yang berlari-lari di koridor tiba-tiba menabraknya.

"Hai Rie." Sapa Belle dengan senyumnya.

Rie menghela napas perlahan. "Apa kita harus selalu bertabrakan ketika bertemu di sekolah?"

Belle tertawa sambil memukul-mukul punggung Rie. "Hehe... Jadi bagaimana hari pertama sekolah?"

"Lumayan," jawab Rie, ia mengangkat bahu.

Maya keluar dari kelas sesaat setelah Rie melangkah keluar. Begitu ia keluar, matanya menangkap sosok Belle.

Dengan senyum lebar, ia mendekati Belle dan menyapanya dengan ramah. "Belle, hai."

"Eh, hai..?" Belle membalas, ekspresinya sedikit bingung, namun disertai senyum ramah.

"Ini aku, Maya. Kita part time di tempat yang sama, ingat?" Maya mengulurkan tangannya, menyapa Belle dengan hangat, seakan menghidupkan kembali kenangan manis di antara mereka.

"Oh, ya, Maya. Tentu saja aku ingat," jawabnya, Belle menerima sambutan Maya dengan senyum, "Apa kabar?"

"Mmm, baik kok," Maya menjawab dengan ceria, sementara matanya melirik antara Rie dan Belle.

Keduanya terlihat begitu identik. Wajah, mata, hidung, pipi, bahkan tinggi badan. "Kalau sedang berdampingan, sumpah kalian sangat mirip. Seperti buah dibelah dua."

Belle terkekeh ringan mendengar komentar Maya, tapi pandangannya langsung tertuju pada Rie. "Benarkah, sepertinya kita memang benar-benar cermin, Rie," ujarnya sambil tersenyum-senyum sendiri, mencoba memvisualisasikan dua jari telunjuknya yang panjangnya mirip dengan jari Rie.

Rie menurunkan tangan Belle dengan paksa, merasa malu dengan tindakan saudarinya yang konyol di tempat umum."Ya begitulah.." jawab Rie singkat.

Maya mengangguk-angguk. "Kalau begitu, aku pulang duluan ya, ada banyak hal yang harus kuurus soalnya. Sampai jumpa besok, Rie, Belle., daah.." Gadis itu melambaikan tangannya dan melangkah pergi.

Belle mengikuti pandangannya saat Maya menghilang di kejauhan. "Siapa dia?"

"Kupikir dia temanmu.." ucap Rie dengan nada datar.

RIPSNORTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang