#06 - Sesuatu yang Indah

27 9 4
                                    

"Karena mulai detik ini, akulah yang bertanggung jawab untuk membahagiakanmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Karena mulai detik ini, akulah yang bertanggung jawab untuk membahagiakanmu."
- Mahija Haedar

"Kalana." Tubuhku berputar ke belakang kala mendengar suara yang begitu familiar. Betapa aku terkejut ketika mendapati Paman Bashar yang tiba-tiba berada tak jauh dari tempat kami duduk. Dia menatapku dan Mahija secara bergantian.

"Paman-" belum sempat aku bersuara hendak memperkenalkan Mahija dengannya, Paman menyelaku.

"Pulanglah, ayahmu menunggu." Setelahnya, tanpa sepatah kata yang lain, dia pergi meninggalkan banyak tanya dalam benakku. Terus kutatap kepergiannya, sampai menghilang, seakan dimakan Hutan Mati

Hening, tidak ada yang bersuara. Aku, atau bahkan Mahija. Hanya ada gemuruh ombak, juga riuh angin. Perasaanku berubah menjadi tidak nyaman sejak kedatangan Paman tadi. Meski jiwaku di sini, tapi isi kepalaku melanglang buana tak tentu arah.

Ayah?

"Jadi mau berkunjung ke rumahku?" Suara merdu itu menyadarkanku ke kenyataan. Aku tersenyum, serta mengangguk untuk mengiyakan.

Mahija menautkan jari-jemarinya dengan jari-jemariku, menyalurkan sebuah rasa hangat yang menggeleitik perut. Dia tarik pelan diriku, agar mengikuti setiap langkahnya.

Dia bawa langkahku menuju ke arah selatan, tepat di ujung sana terdapat sebuah rumah bercat putih - yang sebagian besar dindingnya adalah kaca.

"Pelan-pelan." Tanpa melepaskan tautan, Mahija menuntunku menaiki anak tangga, memastikanku agar tetap aman. Waktu berjalan seakan melamban, seakan memintaku untuk menikmati setiap detiknya.

"Duduklah Kalana, tunggu aku buatkan jamuan untukmu." Dia mempersilakan aku duduk di sebuah sofa yang menghadap ke luar kaca, di depan sana dapat kulihat ombak yang seakan sedang berkelahi.

Aku menggeleng, dan dengan segera menarik lengan Mahija untuk ikut duduk. "Tidak perlu," ujarku.

"Tamu adalah raja. Aku harus menjamu dirimu."

"Tamu adalah raja, maka turuti apa kataku." Mahija tertawa, dia kalah telak.

Rumah ini tidak memiliki banyak interior, suasananya sunyi, bahkan gemuruh ombak tak terdengar, tapi mampu membuatku nyaman.

"Kau tinggal sendiri?" Entah hidayah dari mana, sebuah pertanyaan melesat begitu saja dari bibirku.

"Em."

"Di mana orang tuamu?"

"Sudah tiada."

Aku mengatup bibirku rapat-rapat, aku menyesal karena sudah bertanya. "Mahija, aku-"

"Kau punya cerita?" Dia mengalihkan pembicaraan, berlagak semua baik-baik saja.

Aku menautkan kedua alisku, "cerita apa?"

"Apa saja."

"Apa? Tidak punya."

"Kalau begitu biar aku yang bercerita. Kau tahu sebuah dongeng tentang Bidadari Pantai?"

Meant To BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang