#07 - Gadis Pantai

22 9 0
                                    

Menciptakan segala kemungkinan buruk dalam kepala, adalah hal yang paling menyiksa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menciptakan segala kemungkinan buruk dalam kepala, adalah hal yang paling menyiksa.
Namun sayangnya, tidak bisa dicegah.

Hppy reading ol😍


Setelah hampir setengah jam kami berdiam diri, dengan suasana sunyi, akhirnya Ayah mengalah. Dia memulai bicaranya, "Nak."

Aku menggulirkan netra pekatku kepadanya, menunggunya berbicara dalam suasana canggung. Entah, mungkin hanya aku yang merasa.

"Apa kabarmu? Kata Paman Bashar kau sempat sakit," ujarnya.

Aku mengangguk pelan, "Tapi sekarang sudah baik."

"Bagaimana denganmu?" tapi sayangnya pertanyaan itu tertahan di ujung lidah. Lagipula, buat apa aku bertanya? Dia pasti baik-baik saja, berbahagia karena merasa terbebas untuk menjalin hubungan dengan jalang.

Ah, sialan! Aku tidak bisa lupa. Aku tidak bisa memaafkan.

"Syukurlah, Ayah begitu mengkhawatirkanmu." Dia menghela napas lega. Melihatnya, aku jadi menyesal karena merasa bersalah.

"Ahya! Perihal plagiat—"

"Apa ini? Apa Ayah juga akan menghakimiku?" Belum sempat Ayah menyelesaikan bicaranya, aku sudah menghela napas panjang, keras sekali.

"Kalana, dengarkan dulu Ayahmu bicara." Paman yang datang entah dari arah mana, menegurku. Mungkin karena aku terlihat sudah muak, tapi memang.

Aku menghela sekali lagi, bersiap jika Ayah juga akan menuduh hingga menghakimi, bersiap menerima segala bentuk sumpah serapah, bersiap jika dia juga akan membuangku. Memang begitulah anak yang tidak dikasihi, selalu memiliki banyak kesempatan untuk dibuang.

Baiklah, mari dengarkan orang tua ini bicara. "Nak, jika yang kau takuti adalah Ayah akan ikut menghakimimu, tidak! Ayah tidak akan menghakimi dirimu, karena Ayah percaya padamu. Ayah tahu ini hanya tuduhan, mereka hanya iri denganmu!"

Mataku berkaca mendengarnya, sesuatu telah mencekat tenggerokanku, menjanggal dadaku hingga terasa sesak. Kalimatnya benar-benar di luar dugaan.

Ya, ini Ayahmu, Kalana! Lihatlah bagaimana dia tetap mengasihanimu, mendukungmu, juga melindungimu. Lihatlah Ayahmu yang tidak pernah berubah, sejak dahulu, bahkan setelah kau membencinya. Dia ayahku.

"Jangan pernah jadikan ini alasan untukmu berhenti berkarya. Teruslah maju, dan buat karya-karya indah lain. Anakku, Ayah akan tetap berada di belakangmu, mendukungmu, selalu."

Hening selama beberapa saat, tak ada suara apapun selain detik jam pada dinding. Aku memainkan jari-jemariku di atas paha, duduk berhadapan dengan Ayah. Namun, aku terus menatap ke arah lain, enggan memperlihatkan mataku yang semakin membendung, bersiap hendak tumpah. Paman Bashar sudah pergi, dia memberi kami waktu.

Meant To BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang