"Mahija adalah hal yang paling indah, bahkan lebih indah dari senja yang Tuhan ciptakan."
-Kalana Aeryn
Senyumku begitu merekah ketika memasuki area pantai, binar hitamku langsung menangkap seseorang yang bermain dengan kameranya di pesisir.
"Mahija!" seruku.
Mendengar namanya disebut, dia berputar 180 derajat ke belakang, lalu melihatku yang sedikit berlari ke arahnya.
Tangannya bergerak merekam dari awal aku berlari hingga sampai aku berdiri di depannya. "Kukira kau tidak ke mari."
"Maaf."
"Kenapa lama sekali?"
"Apa kau menungguku?" Aku menatap Mahija yang sebagian wajahnya terlindungi kamera.
"Ya!"
"Kau rindu padaku?" Kemanapun aku bergerak, kamera itu akan selalu mengikutiku.
"Tentu! Aku bahkan merindukanmu satu detik setelah kau meninggalkanku kemarin. Ah, rasanya di rumahku seperti ada sesuatu yang tertinggal."
Pipiku memanas mendengarnya, memandang ke arah lain agar Mahija tak menangkap semburat merah di wajahku. Namun sialnya, semburat itu terlihat hingga ke telinga.
"Telingamu merah."
"Eummm ... Mahijaaa!!! Ada baiknya kau diam saja." Aku bertingkah seperti orang salah tingkah, apalagi kamera kanon milik Mahija tak pernah lepas ke arahku.
"Kenapa? Mulutku bau?" oh baiklah, jawaban Mahija selalu di luar nalar. Lelaki ini sungguh tidak bisa ditebak.
"Tidak, tidak ..."
"Lalu?" Akhirnya pada saat ini, Mahija berhenti membuat rekaman yang isinya hanya aku. Dia sudah menurunkan kameranya, tapi sialnya kini matanya tak henti-hentinya tertuju padaku.
Aku bergerak salah tingkah, dengan rasa yang tak karuan kudorong Mahija ke arah lain, "Mahija, itu rekam merpatinya!!"
"Kau ini kenapa? Aneh sekali." Meski begitu, dia tetap menuruti apa kataku.
"T-tidak kok!"
Aku melangkah agak menjauh darinya, berdekatan dengan Mahija sama saja seperti senam jantung. Huft, suhu tubuhku jadi panas dingin karenanya, untungnya angin sore hari ini begitu sejuk, jadi aku bisa sedikit lebih damai.
Sejenak, isi kepalaku jadi berputar ke belakang. Semuanya berproses, aku ingat bagaimana minggu lalu aku menangis, lalu seseorang mengirimiku bunga serta pesan manisnya, lalu Mahija. Seseorang yang dikirimkan Tuhan untukku tersenyum tanpa alasan.
"Kenapa diam saja?" Hingga suara Mahija membuyarkan lamunanku, entah sejak kapan lelaki itu sudah berada di hadapanku dan kembali merekamku. "Kau berhutang penjelasan padaku. Kemana saja kau tadi?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Meant to Be;-
Romance- manusia selalu ingin yang lebih. Meant to be; kita ditakdirkan untuk menjadi, tapi tidak untuk bertahan;- ditakdirkan untuk saling mencintai, tapi tidak untuk saling memiliki.