#13 - Semua Aku Dirayakan

14 6 1
                                    

"Karena segalanya, berhak dirayakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Karena segalanya, berhak dirayakan."

💐💐💐

Ada yang terasa begitu magis ketika aku menatap ke depan. Jalanan kota yang begitu panjang itu, juga beberapa kendaraan yang berhasil disalip itu, seperti ditarik ke belakang.

Aku menghela berat, lalu bersandar, memejamkan mata. Seiring dengan menghitamnya pandanganku, bayangan gelap menyerangku seketika. Sebuah tragedi terjebak di dalam lift bercampur baur dengan tragedi lain yang sama gelapnya.

"Kita akan ke rumah sakit sebentar." Sejak awal perjalanan, hingga kini, barulah ada salah satu di antara kita —aku dan Mahija— bersuara. Dan aku bersyukur akan itu. Kerenanya, aku jadi tidak terjebak dalam bayangan-bayangan gelap itu lagi.

Aku membuka mata, dan mendapati Mahija yang sedang menyertir. Seakan paham dengan rautku, dia kembali bersuara. "Dahimu berkerut saat memejamkan mata, kupikir kamu sedang menahan sakit."

Aku tak mengira dia notice hal sekecil ini. "Tidak perlu—"

"Kalana, aku tak suka kamu menyembunyikan rasa sakitmu dariku. Beritahu aku, bagian mana yang sakit? Biar kita obati." Kalimatnya diberi sedikit penegasan, yang bercampur kekhawatiran. Hatiku hancur lebur karenanya.

"Aku masih sedikit syok sampai kepalaku terasa begitu pening, dan tadi waktu di dalam lift, tubuhku terbentur dengan sangat keras. Beberapa bagian tubuhku jadi agak sakit," aduku.

"Benarkah? Di bagian mana?" Meski Mahija sedang menatap lurus ke depan, dapat kulihat kerutan itu terpatri di dahinya. Raut wajahnya jauh lebih khawatir dari sebelumnya.

"Kita akan segera sampai di rumah sakit." Satu tangannya dia gunakan untuk menyetir, satu tangan yang lain dia ambil tanganku untuk digenggam. Dia ciptakan rasa nyaman serta aman untukku.

***

Sudah kubilang, aku baik-baik saja. Buktinya tidak ada luka serius. Dokter bahkan hanya menyarankanku beristirahat dan mengompres bagian tubuh yang memar. Dia juga memberiku resep obat pereda nyeri.

Katanya, aku akan segera sembuh dalam beberapa hari, atau minggu ke depan. Tapi kalau tidak sembuh-sembuh, dan mengganggu aktifitas, aku harus periksakan lagi.

Hanya saja, Mahija yang terlalu berlebihan, tapi aku menyukainya—

Ehm, menyukai kekhawatiran yang diberikan Mahija —meski agak berlebihan. Karenanya, aku jadi merasa dicintai.

Yeah, menurutku cukup berlebihan. Lihat saja, sejak aku keluar dari ruang pemeriksaan, sampai aku duduk di kursi mobil samping kemudi, dia mengangkat berat tubuhku tanpa beban.

Dengan alasan klasik, "kakimu terluka." Hanya memar di bagian paha kiri. Meski langkahku sedikit lamban, tapi aku masih bisa berjalan. Aku tidak lumpuh.

Meant to Be;-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang