Jelaganya hilang perlahan-lahan, diterpa angin, dikalahkan oleh garis keindahan.
Tadi, setelah bertemu dengan Yumna - gadis yang mengaku bahwa dirinya dibayar untuk menjatuhkanku - aku memilih pulang sendirian, menolak tumpangan yang ditawarkan Pak Arjuna.
Berjalan kaki di bawah sinar rembulan, menatap lukisan indah langit malam, menghela napas lelah. Langkahku tentu menuju pulang, tapi benakku melanglang buana tak tentu arah. Bagaimana mungkin aku memercayai orang baru?
... tapi, bagaimana mungkin juga aku tidak percaya? Sedangkan kenyataan terpampang jelas lagi nyata. Yumna memberikan isi pesan kesepakatan keduanya.
Ya, Alice dengannya.
Apa mungkin Alice melakukan ini agar Kai berpaling dariku? Tidak tidak, sebelum karirku hancur, aku sudah pernah melihat keduanya di club malam waktu itu - meski samar-samar, tidak dapat dipastikan itu mereka.
Jika tidak, lalu kenapa? Sebenci itukah Alice padaku? Apa salahku? Sebesar itukah salahku sampai dia berbuat setega ini? Dia mengambil kekasihku, menghancurkan karirku, lalu apa lagi? Bertahun-tahun berteman ternyata tidak menutup kemungkinan bisa dikhianati.
Langkahku terhenti, seiring sebuah ketukan sepatu yang juga ikut berhenti. Aku sedikit terperanjat, sebuah perasaan tidak nyaman menyerangku seketika. Itu bukan suara yang berasal dariku, entah siapa, sejak tadi aku merasa ada yang mengikuti.
Semakin kulangkahkan kakiku, aku semakin dikejar. Suara ketukan sepatu kami beradu, langkahnya terdengar semakin keras dan dekat.
Sampai aku masuk ke pekarangan rumah, dengan segera aku mengunci gerbangnya. Aku bisa menghela napas lega, karena tak ada sesiapa pun yang kutemukan di sana. Hingga-
"Nona-"
"AA!!" Aku terperanjat kaget. Saking kagetnya, hampir terjungkal.
"M-maaf, Nona, jika kehadiran saya membuat anda kaget." Dia menunduk dalam, "Saya hanya ingin memberikan ini, titipan dari seseorang."
Pak Arya - seorang yang dipekerjakan Ayah untuk menjaga keamanan rumahnya - dia menyerahkan sebuket bunga yang katanya adalah titipan dari seseorang.
"Dari siapa?"
Dia menggeleng tanda tak tahu, "Saya kurang tahu, tapi sepertinya dia hanya menjual bunga dan seseorang membelinya untuk anda, Nona."
Mendengarnya, aku mengernyit heran. Seakan paham dengan rautku, Pak Arya kembali berujar, "Dia datang bersepeda dengan keranjang yang penuh bunga, saya kira dia hanya penjual bunga keliling."
Agak heran dengan teori yang dibuat oleh Pak Arya, tapi entah kenapa, sejak aku menerima bunga ini yang tersirat dalam benakku hanya ada satu nama. Dugaanku dibenarkan dengan sebuah polaroid dan juga kalimat manisnya.
"Hari ini kau sudah sangat hebat!"
Aku tak bisa menahan diriku untuk tidak tersenyum, sesuatu yang aneh telah menggelitik perutku, menciptakan rasa hangat di nadiku. Mahija, selalu memiliki caranya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meant to Be;-
Romance- manusia selalu ingin yang lebih. Meant to be; kita ditakdirkan untuk menjadi, tapi tidak untuk bertahan;- ditakdirkan untuk saling mencintai, tapi tidak untuk saling memiliki.