#01 - Painful

65 16 2
                                    

Kesalahan terbesar kita adalah berharap pada manusia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kesalahan terbesar kita adalah berharap pada manusia.

Hppy reading^^

Waktu seakan berjalan melamban, segalanya terekam jelas dalam kepalaku hari itu. Aku berlari, kemana pun! Asal kutemukan Ibu. Menangis, meraung-raung, menyebut namanya. Bersimpuh di atas tanah, tak peduli jika berdebu.

Orang yang melihatku mungkin tidak akan pernah mengira aku adalah seorang penulis besar di negri ini, mungkin orang tidak akan mengenal bahwa aku adalah anak dari seorang model majalah sampul ternama, mungkin orang tidak akan tahu bahwa aku adalah pewaris tunggal dari Darma Yaksa.

Dan mungkin juga, seseorang akan mengambil fotoku sekarang dan menjadikannya perbincangan hangat di jagat maya dan raya. Namun, aku tidak peduli itu semua, aku hanya ingin Ibu kembali.

"Lihatlah! Itu orang gila!" Samar-samar kudengar seseorang berkata dari kejauhan. Kugeser netraku mengarah ke asal suara. Meski mataku dipenuhi airmata, aku tetap bisa melihat tiga orang gadis di depan sana dan salah satunya menunjuk ke arahku.

"Kasihan, padahal cantik."

"Cantik saja tidak cukup."

"Kau benar." Mereka tertawa, mengejekku.

"Ah, tidakkah kalian itu mengenalnya?" Seseorang datang menyambung obrolan mereka. "Dia itu Kalana Aeryn, pengarang cerita paling apik di negri ini." Aku tahu itu bukan kalimat pujian.

Setelah selesai dengan satu kalimat, dia pergi melewatiku. Kami sempat bertatapan, bisa kulihat dari senyumnya, dia tertawa penuh kemenangan. Entah siapa lelaki itu, tapi sepertinya dia membenciku.

"Oh pantas saja dia gila, dia dibuli satu negri." Mereka berlalu dengan ujaran yang mengejek.

Apakah aku memang terlihat seberantakan itu?

Masih dengan posisi yang sama. Meneriakkan kesakitan dalam dada. Menjambak, juga memukul. Sungguh aku ingin mengadu padanya, pada ibu. Aku ingin mengadukan bahwa Ayah telah membentakku, aku ingin mengadukan bahwa orang-orang telah mengataiku gila, aku ingin pembelaan darinya-

Tangisku semakin kencang, apalah daya kenyataan menghantamku. Adakah hal yang lebih sakit dari tidak diakui anak oleh seorang Ibu? Seseorang tidakkah tahu rasa sakitnya?

Hingga seorang anak lelaki - bermain dan berlari dengan lincah sedangkan ibunya mengejar tampak kewalahan - tak sengaja menarik perhatianku. Terus kutatap pergerakannya, hingga dia merasa ketakutan.

Dia putar balik tubuhnya dan berlari menghampiri sang ibu. Memeluk kaki sang ibu dan bersembunyi di belakangnya.

"Ibu...." suaranya mengadu.

Meant to Be;-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang