"Jealousy can be dangerous"
×××
Ruangan yang temaram. Kesunyian yang sangat mengekang sungguh mengikat batas kewarasan Elena Leutrim. Gadis itu frustasi dan ketakutan. Tidak tahu di mana ia saat ini. Begitu sadarkan diri, ia sudah di tempat yang tidak familiar. Sudah berjam-jam lamanya ia di kamar itu. Elena saat ini duduk tidak berdaya di lantai yang dingin. Matanya yang sembab menatap jendela yang memperlihatkan cahaya matahari. Seandainya ia bisa memecahkan kaca itu dan kabur. Tapi sayang jendelanya dilindungi teralis besi. Ia terkurung di kamar itu, kamar berdebu yang hanya diisi sedikit perabotan.
Kepalanya terasa sakit, tenggorokan kering dan perutnya seakan di remas kuat karena rasa lapar yang bergejolak. Elena melirik jam dinding yang mati. Ia tidak tahu jam berapa sekarang, tapi ia yakin sudah waktu siang. Terlihat dari teriknya matahari. Elena bergerak untuk berdiri dengan sisa tenaga, lalu berjalan mendekat ke jendela. Mengamati keadaan di luar. Sepi sekali. Sepertinya ia berada di sekitar hutan. Danau tak jauh di sana semakin menambah keseraman tempat ini. Ia pegang teralis jendela. Rasanya ia mau berteriak, tapi tidak bisa. Suaranya seolah sudah habis. Ia sudah cukup banyak berteriak.
"Don Ruschel ..." ucapnya dengan suara yang sangat pelan. Hampir hanya terdengar bisikan.
Kaki Elena terasa lemah, ia menekuk kedua lututnya dan duduk. Kepalanya bersandar di dinding. Tangannya meremas kepala dan perut.
Don Ruschel tolong aku. Ya Tuhan, tolong ... tolong datangkan Ruschel atau siapapun untukku, batin Elena.
Bibirnya yang kering bergemetar. Wajahnya semakin pucat. Tiba-tiba terdengar suara pintu yang akan dibuka. Suara mirip kunci yang bergerak di lubang handle pintu. Jantung Elena berdegup kencang, merasa was-was dan napasnya tidak teratur. Masuk dua pria tinggi dengan pistol di tangannya. Elena ketakutan, takut laki-laki seperti Morgan, James dan teman-temannya kembali memasuki hidupnya. Ternyata tidak cuma mereka. Ada pria tua menyusul masuk, dia berpenampilan rapih.
"Halo, Nona Elena Leutrim," ucap pria tua itu dengan seringaian licik.
Dia bahkan tahu namaku. Mereka memang berencana menculikku seperti ini, batin Elena.
Pria tua itu berjalan mendekat. Elena terkesiap dan menyeret tubuhnya sendiri untuk bergerak mundur.
Pria itu langsung berhenti. "Kau sangat ketakutan. Tsk! kasihan sekali."
Elena menatap mereka dengan tajam, walau ketakutan tidak bisa ia sembunyikan.
Pria itu tertawa. "Aku tidak sungkan untuk memperkenalkan diri. Namaku Draco dan aku ... musuh pacarmu, Ruschel."
Bagaimana bisa dia berpikir aku adalah pacarnya? Aku bukan pacarnya! Batin Elena.
Draco menekuk lutut dan menatap Elena dengan mata menyipit. "Bibirmu sangat kering. Maafkan kami yang memang sengaja tidak memberimu minum. Supaya kau ... sedikit tersiksa. HAHAHA!"
Suara tawanya terdengar tidak dibuat-buat. Betapa jahatnya merasa bangga dengan sifat tidak manusiawinya itu.
"Sekarang aku mau dengar suaramu." Draco berdiri dan menyuruh anak buahnya membawakan minum.
Tidak lama kemudian, anak buahnya kembali membawa sebotol air mineral. Draco mengambilnya dan menyondorkannya pada Elena. Meminta gadis itu untuk minum jika ingin bisa bersuara. Draco yakin Elena mau bertanya sesuatu tentang perbuatannya ini. Elena menerima botol itu dan meneguknya.
Selain sangat haus, ia juga berkeinginan untuk memulihkan suaranya. Ia ingin mengajukan pertanyaan. Air dalam botol itu benar-benar tandas tak tersisa. Draco sampai tertawa, takjub jika ia telah membuat gadis itu tersiksa karena kehausan.
KAMU SEDANG MEMBACA
OWNED by a DON (Mafia Romance)
Roman d'amourKecelakaan di pegunungan Alpen, membuat remaja bernama Elena diculik oleh Mafia Don yang memiliki ambisi besar padanya. Ditandai oleh Don Ruschel sejak pertama pertemuan tidak sepenuhnya menyenangkan. Hidup bersama bos besar mafia seperti dia seakan...