Episode 2

829 41 0
                                    

FAHIM POINT OF VIEW

Hari ini aku mau mengajak Dio beli es krim yang nggak jauh dari rumah. Mobil yang menjemput aku sama Dio sudah datang, siapa lagi kalau bukan Mas Anton yang nyuruh sopir kantornya buat menjemputku. Soalnya tadi aku juga bilang ke Mas Anton kalau mau jalan-jalan keluar, paling nanti pulangnya ke kantor dia.

“Baba bantuin, Dio nggak bisa pakai sepatu.” Ujar Dio yang lagi kesusahan memakai sepatu.

“Sini biar Baba yang pakein.” Aku memakaikan sepatu Dio, dengan senangnya dia mau keluar rumah buat beli es krim. “Udah, ayok!”

Aku tuntun Dio buat masuk ke mobil, setelah kami di dalam segera mobil berangkat menuju toko es krim. Selama perjalanan Dio asik dengan mainanya sesekali juga tanya soal patung pinggir jalan atau gambar-gambar lucu di sepanjang jalan.

Sesampainya di toko es krim yang selalu kami datangi, segera Dio turun dan berlari ke arah pintu. Aku menyuruh sopir yang tadi mengantarku untuk pulang ke kantor lebih dulu. “Mas, ke kantor aja nggak apa-apa soalnya aku sama Dio bakal lama daripada nunggu.” Suruhku.

“Tadi Pak Anton bilang harus nunggu Mas Fahim sama Dio.” Balasnya.

“Nggak usah, nanti bilang aja masih lama. Tenang aja Mas, nanti aku juga kasih tau Papanya Dio.” Belaku untuk membuat Mas Sopir percaya denganku.

“Yaudah Mas, kalau begitu saya ke kantor lagi ya?” izinya padaku.

Aku mengganggukan kepala. “Iya, makasih ya Mas udah nganterin kami.”

Baru saja selesai bicara, Dio kembali lagi sambil menarik tanganku. “Ayok Baba Dio mau makan es krim!” begitu semangatnya Dio kalau udah mau makan yang manis-manis.

“Iya.. iya..” Dio terus menarikku mengikutinya ke dalam toko. Saat kami masuk sudah banyak anak kecil dengan orang tua mereka. Hari ini kebetulan ramai jadi lumayan mengantri. Aku dan Dio mendekati etalase yang memperlihatkan es krim dengan berbagai rasa dan bentuk yang unik.

“Dio mau yang ini Ba!” tangan Dio menunjuk es krim warna biru.

Akhirnya aku pilih yang itu, satu mangkok yang menurutku cukup banyak karena memang ada tambahannya juga. Aku mengambil kursi untuk duduk, selama makan es krim, Dio sama sekali nggak berbicara seperti biasa. Dio bener-bener menikmati es krimnya.

Sesekali aku makan es krimnya Dio dengan disuapkan olehnya. Rasanya emang enak pantas saja Dio menyukainya. Sambil menunggu Dio makan, aku mengambil ponsel dan mengambil foto Dio. Terkadang aku tersenyum sendiri melihat Dio yang aku ambil fotonya.

Aku kirimkan ke Mas Anton foto Dio yang tadi aku ambil. Berbagai macam balasan dari dia sampai Mas Anton bilang mau jemput aku sama Dio nanti. “Nanti Papa mau jemput.” Kataku ke Dio.

“Yeay.. nanti Dio beli es krim lagi ya Ba?” pinta Dio.

“Iya kalau yang ini udah habis.” Balasku menunjuk mangkuk Dio yang masih ada setengah es krim.

Lagi menunggu Dio selesai makan, aku mengedarkan pandangan ke berbagai sudut toko ini. Kebanyakan itu anak sama Ibu mereka, ada juga yang dengan Ayahnya. Sampai aku lihat punggung pria yang sedang memilih es krim, dahiku mengkerut mencoba mengamati kembali.

Aku masih kenal dengan punggungnya walaupun sekarang rasanya lebih besar. Aku izin ke Dio buat nyamperin pria yang aku rasa aku kenal. Sampai di depannya aku memanggil namanya.

“Mas Mirza?”

Perlahan orang yang aku panggil Mas Mirza membalikan badannya, waktu kami saling melihat satu sama lain begitu lega karena aku benar-benar mengenalinya.

“Hai? Apa kabar?” Mas Mirza langsung menanyakan kabarku.

Mas Mirza itu salah satu mantanku sebelum aku berhubungan dengan Mas Anton, maka dari itu aku mengenalinya. Aku nggak mau menceritakan tentang dia dulu waktu sama aku, masa lalu biarlah berlalu. Sekarang aku udah bahagia dengan orang lain.

Dari wajahnya, Mas Mirza cenderung lebih tegas daripada dulu bahkan rasanya tinggi Mas Mirza menambah atau aku saja yang memang pendek. Waktu Mas Mirza senyum itu yang nggak berubah dari dia. “Kamu sama siapa?” tanya Mas Mirza padaku.

“Itu sama anak aku.” Tunjuk aku ke Dio yang masih makan es krim. “Kamu sendiri sama siapa?” tanyaku balik.

“Sendiri.” Aku sempat tidak percaya kalau orang dewasa ke toko es krim mau beli buat diri sendiri tapi emang kadang kali ada hanya saja ini Mas Mirza. Orang-orang juga bakal heran kalau pria gagah kayak dia beli es krim atau enggak Mas Mirza beli buat pacarnya gitu.

“Kamu tambah besaran aja.” Ucap Mas Mirza sambil menyentuh lenganku.

“Namanya juga makan pasti tambah besar.” Balasku.

Lagi ngobrol sama Mas Mirza, Dio yang aku tinggal sendiri langsung memanggilku. Oleh karena itu aku kembali ke kursi di ikuti Mas Mirza. “Dio mau lagi ya Ba?” pinta Dio.

Kulihat mangkuknya udah habis karena nggak tega juga akhirnya aku memperbolehkan Dio beli es krim lagi. Tapi tiba-tiba saja Mas Mirza menawarkan diri menemani Dio memilih es krim. “Halo Dio, mau beli sama Om?”

“Om siapa?” tanya Dio.

“Oh iya belum kenalan, panggil aja Om Mirza.” Kenalnya pada Dio.

Karena Dio masih bingung atau takut, jadi aku menjelaskannya. “Om Mirza itu temenya Baba.” Jelasku.

Akhirnya Dio menjabat tangannya Mas Mirza. “Namaku Dio.”

“Ayok katanya mau beli es krim lagi.” Ajak Mas Mirza. Dio lalu turun dari kursi dan mengikuti Mas Mirza memilih es krimnya. Sampai aku lupa kalau aku belum memberi uang ke Dio, tapi keburu mereka kembali lagi dengan mangkuk yang penuh dengan es krim warna warni.

“Maaf tadi lupa mau ngasih uang, ini udah di bayar belum?” tanyaku.

“Udah.” Balas Mas Mirza yang sekarang duduk di samping Dio.

“Pakai uang kamu?” Mas Mirza mengangguk membuatku nggak enak hati dengannya. “Nanti aku ganti ya Mas, maaf jadi ngerepotin kamu” lanjutku.

“Nggak usah, anggap aja lagi jajanin Dio.” Bukanya aku nggak suka tapi rasanya nggak enak hati aja udah dibelikan pakai uangnya Mas Mirza.

“Yaudah deh, makasih ya Mas udah jajanin Dio.”

Nggak lama kemudian Mas Anton datang masih menggunakan kemeja putihnya saja. Kalau bukan Dio yang teriak karena ada Papanya mungkin aku nggak akan tau. “Udah tadi?” tanyaku ke Mas Anton.

“Udah.” Jawabnya tanpa duduk sama sekali.

---

Menetap Diantara Cinta Mereka [Season 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang