Episode 8

677 36 2
                                    

FAHIM POINT OF VIEW

Pagi ini aku bangun sendiri, aku nggak lihat ada Mas Anton disebelahku kayak biasanya. Entah dimana dia aku nggak tau, kamar mandi juga lampunya mati nggak mungkin Mas Anton disana. Aku kira Mas Anton masih marah sama aku, sampai aku cari dia tapi tetap aja nggak ada di kamarnya Dio maupun ruang tengah dan ruang tamu.

Waktu aku balik ke kamar, Mas Anton tiba-tiba saja sudah muncul dan lagi mau masuk ke kamar. “Mas kamu dari mana?” tanyaku ke dia.

“Habis dari kamar mandi luar. Kenapa?”

Aku menggelengkan kepala sampai akhirnya Mas Anton masuk ke dalam. Kamar mandi luar memang belum aku lihat tadi tapi Mas Anton jarang banget gunain kamar mandi luar. Nggak mau aku pusing mikir, sekarang aku harus cepat masak walaupun kayaknya bakal nasi goreng aja karena belum belanja.

Sekarang semuanya sedang sarapan, kita sarapan dengan keadaan nggak seperti biasa rasanya. Aku ngelihat Mas Anton yang nggak banyak bicara ke aku. Dia banyak ngobrol sama Mas Rama sampai mau berangkat kerja Mas Anton cuman bilang mau berangkat aja ke aku.

Hari ini aku mau keluar buat beli bahan makanan, tadi aku udah ngirim pesan ke Mas Anton dan cuman dibaca gitu aja. Lumayan sedih menerimanya karena perubahan Mas Anton gara-gara kesalahan aku kemarin.

“Kita mau jalan-jalan ya Ba?” tanya Dio yang lagi aku pakaikan baju.

“Iya, nanti kita belanja buat nanti masak. Dio mau makan apa?” balasku ke Dio.

“Makan ikan goreng!” jawab Dio begitu antusias.

Selesai memakaikan baju ke Dio, sekarang gantian aku yang siap-siap. Setelah kami udah siap, mobil yang ngejemput kami udah datang. Segera kami masuk ke dalam mobil dan pergi buat belanja.

Sesampainya di supermarket, aku langsung ambil keranjang dorong. Dio ngebantu dorong disamping aku. Kami ambil barang-barang yang dibutuhkan. Senang belanja sama Dio soalnya dia mau yang ambil terus kadang tanya-tanya barang pokoknya seru tapi kasihan juga soalnya dari tadi ikut jalan.

Dari jauh aku lihat ada sekumpulan orang-orang yang lagi ngobrol, mungkin lagi ngobrolin tempat baru yang sedang dibangun di pojok ruangan tapi yang aku lihat lagi secara seksama ternyata ada Mas Mirza. Dia pakai topi seperti pekerja tapi dengan setelan jas lengkap sampai dia lihat aku.

Perlahan Mas Mirza jalan ke aku sama Dio lalu kami berhadapan. “Hai, lagi belanja?” tanya Mas Mirza.

“Iya, kamu sendiri lagi kerja ya? Maaf jadi ganggu.” Balasku.

Mas Mirza tersenyum. “Enggak kok”. Setelah itu dia lihat ke Dio yang juga megang keranjang dorong. “Halo Dio ketemu lagi sama Om.” Sapa Mas Mirza ke Dio.

“Halo Om!” balas Dio masih malu-malu.
Gemas melihat Dio, Mas Mirza menyentuh rambutnya Dio sambil sedikit mengacaknya. “Kamu sendiri aja sama Dio?” tanya Mas Mirza.

Aku mengangguk. “Iya, kan juga biasanya sama Dio aja.”

“Siapa tau suami kamu ikut.”

Baru aja mau pergi tapi Dio menahanku. “Dio capek Baba.” Ucap Dio dengan wajah yang begitu kasihan. Aku niatnya mau masukin Dio ke dalam keranjang dorong seperti biasanya tapi ternyata udah penuh bahan makanan.

“Habis ini kita istirahat ya? Mau Baba gendong?” aku memposisikan tubuh buat menggendong Dio tapi perkataan Mas Mirza ngebuat Dio nggak jadi aku gendong.

“Sama Om aja sini, nanti Om beliin es krim.” Dio dikasih es krim pasti langsung mau. Lihat aja Dio sekarang mau digendong sama Mas Mirza di depan.

“Jangan Mas. Nanti kamu kerjanya gimana kalau gendong Dio?” aku sebenarnya menolak bantuan Mas Mirza karena sekarang dia sedang bekerja.

“Biarin aja udah ada yang ngurus kok. Kamu kalau mau belanja lanjutin biar aku gendong Dio.”

“Ini juga udah mau selesai kok.” Waktu aku mau ngebalas ucapannya. Aku di buat tertegun dengan Dio yang ngajak Mas Mirza ngobrol. Entah kenapa lihat Dio senang gitu juga buat aku senang lihatnya. Aku ngerasa seperti pernah melihat dengan Dio yang sekarang akrab dengan Mas Mirza.

Waktu jalan, aku baru sadar kalau dulu Mas Anton sering nemenin aku belanja sambil kadang gendong Dio. Sesekali aku lihat mereka, antara senang sama sedih jadi satu. Aku senang lihat kebahagiaan Dio tapi aku sedih karena ternyata bukan Mas Anton yang ada di depanku.

“Aku udah selesai.” Ujarku ke mereka.

“Habis ini kita makan es krim kan Baba?” tanya Dio di gendongan Mas Mirza.

“Iyaaa.” Balasku buat menyenangkan Dio.

“Yeay!”

Akhirnya kami bertiga jalan ke kasir, agak lumayan lama soalnya barangnya banyak. Sampai detik terakhir barang aku dicek dan aku mau ngasih kartu kreditku, tiba-tiba Mas Mirza lebih dulu meletakan kartu kreditnya di depan kasir.

“Mas aku bisa bayar sendiri.”

“Sesekali aku yang bayarin.” Jawabnya. “Pakai kartu saya aja Mbak.” Suruh Mas Mirza ke Mbak kasir.

“Kan kalau ketemu kamu pasti kamu yang bayarin.” Komenku ke Mas Mirza.

“Salahnya beli di toko aku. Iya kan Dio?” Dio yang belum paham cuman nganggukin kepala sambil ketawa bareng Mas Mirza.

Aku menghela nafas mencoba sabar kalau sama Mas Mirza. Aku kira udah berubah tapi ternyata sifat yang ini masih sama aja. Sekarang bahkan aku dibantu pegawainya buat bawa belanjaan ke mobil.

“Kamu sama sopir?” tanya Mas Mirza.

“Iya.” Jawabku.

“Sama aku aja, nanti aku anterin sampai ke rumah. Kita makan es krim dulu.” Ujar Mas Mirza langsung mengambil belanjaanku tanpa memperdulikan aku yang hendak menolaknya.

Mas Mirza udah masukin barangku ke mobilnya jadi aku harus bilang ke Mas sopir yang tadi jemput aku. “Mas aku sama temen pulangnya, Mas boleh ke kantor lagi.” Suruhku.

“Tapi Pak Anton bilang harus nganterin Mas Fahim sampai rumah.”

Aku segera cari ide walaupun harus bohong. “Bilang aja udah nganterin gitu, aku mau nganter Dio beli es krim dulu. Oh iya jangan bilang ke Mas Anton kalau aku sama temen ya, cuman temen nggak ada hubungan apa-apa kok.”

Mas sopir sejenak ngelihat ke mobilnya Mas Mirza. “Baik Mas kalau gitu nanti saya sampaikan ke Pak Anton.”

Aku begitu senang mendengarnya. “Makasih ya mas.” Setelah itu aku pergi ke mobilnya Mas Mirza untuk menuju toko es krim.

---

Menetap Diantara Cinta Mereka [Season 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang