Episode 15

502 46 8
                                    

FAHIM POINT OF VIEW

Sekitar jam setengah sembilan pagi aku udah di dapur bantu nyicipin makanan Ibu. Sekarang Ibu lagi buat roti lapis sama es buah jadi aku bantuin buat bikin es buahnya aja. Kalau mau tau Dio sekarang lagi lari-lari di halaman rumah sama Kakek beserta tante dan calon om-nya.

Ternyata selama ini aku nggak di kasih tau kalau Lisna ternyata di lamar. Walaupun kata Ibu baru seminggu yang lalu dan belum ada kelanjutan dari keluarga masing-masing terlebih lagi Lisna masih nunggu wisuda. Tadi aku udah dikenalin sama Lisna ke calonya, namanya Hendri.

“Ayah sidang calonya Lisna nggak Bu?” tanyaku ke Ibu.

“Ya pasti, persis kayak waktu Anton di sidang sama Ayah kamu.” Ibu masih terus bicara soal Mas Anton di depan aku, tapi sebisa mungkin aku harus menutupi semuanya dari Ibu.

Aku lanjutin bikin es buah karena udah jadi duluan aku bawa keluar lebih dulu. Aku taruh di atas meja. “Ini es buahnya udah jadi.” Ujarku ke semuanya yang ada di luar.

Langsung saja pada menyerbu es buah. “Buatan Mas Fahim enak juga.” Ucap Hendri memuji es buah buatanku.

“Dio mau buah semangkanya.” Aku menyuapi Dio sambil kadang mengambil buah semangkanya lebih banyak. Tau gitu tadi aku suruh Hendri buat beli buah semangka yang banyak soalnya tadi Hendri yang bantu beli buah di pasar.

Lagi asik-asiknya menikmati pagi yang cerah, tiba-tiba ada mobil yang aku kenal banget itu mobilnya Mas Anton. Bahkan Dio saja mengenalinya sampai Mas Anton keluar dari mobil dan Dio segera berlari menghampirinya. “Papa datang!”

Perasaanku kembali emosi ketika melihat Mas Anton datang, tetapi sebisa mungkin aku tidak menampakanya pada Ayah. “Datang juga kamu, kemarin Ayah kirain Fahim pulang sendiri.” Ujar Ayah yang langsung bicara pada intinya.

Sempat Mas Anton menatapku sebelum aku yang memutuskan lebih dulu. “Ini makan es buah dulu.” Suruh Ayah ke Mas Anton.

Aku mengambilkannya untuk Mas Anton. “Makasih.” Ujarnya tanpa aku balas sama sekali.

Dio kembali aktif bicara karena Papanya datang, bahkan Ayah mengenalkan calonya Lisna kepada Mas Anton. Aku yang tidak mau berlama-lama di sampingnya, kuputuskan masuk ke dalam rumah. Aku menuju dapur untuk mengambil air putih.

“Anton udah datang ya?” tanya Ibu.

“Iya”

“Aduh! Ibu belum masak ini.” Ibu emang sering gitu, ngerasa khawatir kalau ada orang soal makanan.

“Nanti aku aja yang beli bahanya.” Ucapku menawarkan diri ke Ibu.

Setelah itu aku kembali ke luar dan mereka sedang mengobrol. Nggak lama kemudian Ibu datang mengingatkanku buat beli bahan makanan di warung. Syukurlah aku bisa jauh dari Mas Anton tetapi Ayah menggagalkanku, malahan Lisna yang di suruh beli.

“Ayah sama Ibu sehat kan?” tanya Mas Anton kepada kedua orang tuaku.

“Sehat, apalagi lihat cucu jadi tambah sehat.” Lanjut Ayah di akhiri tertawa olehnya.

Mas Anton sedikit menekan bahunya, terkadang menggerakan kepalanya seperti dia sedang pegal-pegal. “Kalau capek istirahat dulu di dalam.” Suruh Ibu ke Mas Anton.

“Enggak Bu, cuman pegel aja soalnya lama nggak kesini.” Mas Anton membalasnya sambil tersenyum di depan Ibu.

“Itu ambilin baju Ayah buat ganti bajunya Anton.” Ibu menyuruhku mengambilkan baju milik Ayah. Lantas aku pergi mengambilkanya karena Mas Anton juga akhirnya mau mandi disini. Aku bawakan baju Ayah yang mungkin masih muat buat dipakai Mas Anton. Aku taruh di atas ranjang kamar tidurku. Sewaktu aku mau keluar, tiba-tiba saja Mas Anton baru saja masuk sambil melonggarkan dasinya.

Detik itu juga aku dan Mas Anton saling menatap, bahkan begitu berbeda dengan kami yang biasanya. “Kamu kenapa nggak aktif hp-nya?” Mas Anton menanyakan tentang ponselku yang memang sengaja aku matikan.

“Habis batrenya, aku nggak bawa charger.”  Kubalas pertanyaanya Mas Anton tetapi aku masih belum bisa untuk melihatnya.

Aku yang mau pergi dari kamar di cegah oleh tanganya Mas Anton yang memegang lenganku. “Aku mau bicara sama kamu.”

Semuanya yang telah aku saksikan muncul begitu saja di pikiranku, aku paham jika Mas Anton mau bicara soal dia dengan Mas Rama. “Nanti aja Mas, nggak enak sama Ayah dan Ibu.” Balasku. Cengkeraman Mas Anton melemah, hal itu kuambil kesempatan buat pergi dari hadapanya Mas Anton, walaupun aku sudah di luar kamar tetapi aku masih saja sesekali melihat kebelakang. Aku belum siap buat nerima kejujuran dari Mas Anton sendiri, aku yang belum siap.

Sampai siang kami sekeluarga hanya di rumah menikmati suasana keluarga kami, walaupun aku dan Mas Anton begitu canggung bahkan aku sengaja buat tidak terlalu dekat denganya hanya saat Ayah atau Ibu waktu meminta sesuatu pada kami maka aku berdekatan dengannya.

“Dulu Ibunya Lisna paling susah di deketin.” Ayah mulai menceritakan soal kehidupanya dulu bersama Ibu ke Hendri, kalau aku sama Lisna sudah terbiasa tetapi nggak tau sama Hendri dia senyum sama nanggepin Ayah sejak tadi.

“Tapi sekali dapet langsung Ayah ajak nikah.” Ayah dan Hendri tertawa bersama.

“Baiknya emang gitu Om, kalau udah nikah kan nggak bakal di ambil orang haha.” Balasan dari Hendri memang berupa candaan saja bahkan semuanya pada tertawa kecuali aku dan Mas Anton.

Andai apa yang di katakan Hendri tadi benar adanya, mungkin hanya beberapa orang yang sanggup. Kenyataanya tidak dengan keluargaku sendiri.

“Paling banyak mantanya itu Mas Fahim.” Tiba-tiba saja Lisna bicara membuatku fokus kembali ke pembicaraan mereka. “Inget kan Yah sebelum sama Mas Anton, Mas Fahim sering bawa cowok ke rumah terus kalau di temuin Ayah langsung pulang.”

“Itu temen astagah.” Aku mencoba mengelak pembicaraanya Lisna yang ngawur banget. Sejenak kulihat Mas Anton yang ikut menyunggingkan senyuman ke mereka semua tetapi sewaktu menatapku, Mas Anton kembali dengan wajah tanpa senyumanya.

“Aku kedepan dulu.” Pamit Mas Anton meninggalkan kami semua menuju luar rumah jauh dari kerumunan kami.

Dia menerima telfon seseorang, kupastikan jika orang itu yang kini sedang menelfon Mas Anton adalah orang yang sekarang menjadi prioritas Mas Anton. Aku hanya diam sembari melihat punggung Mas Anton yang berdiri jauh dari kami, rasanya begitu sakit melihatnya, sesakit ini dikhianati olehnya.

---

Menetap Diantara Cinta Mereka [Season 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang