Episode 18

603 50 2
                                    

FAHIM POINT OF VIEW

Aku akhirnya pulang ke rumah ikut Mas Anton, sesampainya di rumah aku langsung membereskan rumah. Mas Anton dan Dio lagi di ruang tengah, mereka bermain seperti biasanya. Rasanya lihat mereka berdua main bareng ngebuat aku kembali sedih.

Detik itu pula Mas Anton memergokiku memandanginya, segera aku berlalu dari dia. Aku benar-benar nggak sanggup buat kembali sakit membayangkan bahwa Mas Anton punya pacar. Perasaan aku rasanya dicabik-cabik begitu saja olehnya.

Setelah membuang sampah, aku kembali masuk tapi ke dalam rumah. Saat itu aku lihat Mas Anton hendak pergi dari ruang tengah. Dia berjalan menuju kamar, aku lewati ruang tengah, aku biarin Dio yang asik dengan mainanya.

Waktu aku masuk ke dalam kamar, Mas Anton lagi membuka baju. Mungkin dia mau mandi makanya membuka bajunya. Kedatanganku teralihkan olehnya, jantungku berdetak lebih cepat padahal aku mau menyampaikan sesuatu buat Mas Anton.

“Him, kaos warna hijau aku dimana?” aku nggak seperti Mas Anton yang masih bisa berbicara layaknya hari-hari biasa.

Kini aku membantu mencarikanya dan benar aku mendapatkanya di dalam lemari. “Mas aku nggak bisa kayak gini lagi.” Ucapku tiba-tiba.

“Maksud kamu gimana?”

Aku menghela nafasku lalu menatap Mas Anton dihadapanku. “Aku mau pisah sama kamu.”

Tatapanya Mas Anton terlihat benar-benar dalam, dia memicingkan matanya, dahinya mengkerut setelah mendengarkan aku berbicara. “Aku udah berpikir kalau aku bener-bener nggak bisa deket sama kamu sekarang.”

“Nggak!” satu kata yang keluar dari bibirnya Mas Anton.

“Tapi Mas kamu..”

“KALAU GUE BILANG ENGGAK YA ENGGAK!” teriakan Mas Anton rasanya udah biasa aku dengar. Entah kenapa akhir-akhir ini baik aku maupun Mas Anton seringkali berteriak. “Oke aku salah punya hubungan lain di belakang kamu tapi kamu harus ngerti perasaan aku ke kamu.” Tambahnya.

“Perasaan apa?” dengan beraninya aku bertanya kepada Mas Anton walaupun aku sedikit takut kalau saja Mas Anton bakal kasar.

Mas Anton menundukan kepalanya. “PERASAAN APA MAS!” aku tanya lagi ke Mas Anton tapi kali ini di ikuti dengan isak tangisku. Aku mendorong dadanya hingga Mas Anton sedikit mundur dariku. Aku menangis lagi kali ini.

Dihadapanya, aku menangisi dirinya. Bodoh emang aku menangisi orang yang bahkan nggak pernah ngerasa bersalah sama aku. Tiba-tiba saja Mas Anton memeluku, mendekap tubuhku ke tubuhnya hingga aku nangis di dada Mas Anton.

“Maaf, aku minta maaf sama kamu,” Bahkan permintaan maafnya saja nggak cukup buat ngobatin sakitnya perasaanku.

Masih dalam pelukanya Mas Anton perlahan aku bisa mengontrol diri. Aku melepaskan diri dari pelukanya lalu mengusap air mataku. “Aku belum berani buat bilang ke Ayah atau Ibu, lebih baik kita pisah dulu Mas.”

Mas Anton memegang bahuku lalu menatapku. “Aku tau kamu masih kecewa sama aku, kalau mau kamu pisah buat sementara aku bakal nurutin kamu asal kamu masih tanggung jawabku.”

Aku kembali mengusap sisa-sisa air mataku, mendengar Mas Anton menyetujuinya lalu aku segera pergi dari hadapan Mas Anton. Saat hendak keluar pintu, aku sempatkan buat menoleh ke Mas Anton. Dia memandangiku dari dalam setelah itu aku keluar menuju ruang tengah lagi.

Dio masih bermain, melihat kedatanganku segera aku tersenyum ceria kepadanya. “Baba pegang ini ya, Dio pegang yang ini.” Ucapnya sambil membawa robot warna merah.

Keceriaan Dio bermain membuatku mengingat kembali akan perpisahan yang aku minta dari Mas Anton. Bagaimana menjelaskan ke Dio kalau nanti dia ikut aku ataupun ikut Mas Anton.

Lagi asik main sama Dio, Mas Anton datang dengan setelan baju kasual. “Aku pergi dulu.” Izinnya.

Tanpa aku jawab hanya aku anggukan kepalaku, aku menebak jika Mas Anton bakal keluar entah kemana tapi yang pasti dengan Mas Rama. Kenapa rasanya aku belum ikhlas buat ngelepas Mas Anton. “Papa mau kemana? Dio ikut!” tiba-tiba saja Dio menaruh mainanya lalu memeluk kaki Mas Anton.

Aku yang tau segera menghampiri Dio. “Papa mau keluar sebentar, Dio sama Baba dulu ya?”

Dio menggelengkan kepalanya, dia memeluk erat kaki Mas Anton. “Dio mau ikut Papa!” teriak Dio.

Jika Dio sudah seperti ini akan sulit buat diajak sama aku, aku lihat Mas Anton begitu juga dia melihatku. Seperti kami mengerti satu sama lain lalu Mas Anton menggendong Dio. Begitu digendong oleh Papanya, Dio memeluk erat leher Mas Anton.

“Nanti jangan nakal ya sama Papa.” Tegasku ke Dio.

Dio mengangguk sebagai jawabanya, setelah itu Mas Anton pamit buat pergi. Aku lihat Dio yang digendong sambil melambaikan tangan padaku. Dia terlihat senang diajak oleh Mas Anton. Mungkin emang lebih baik Dio bersama Mas Anton.

Setelah Mas Anton dan Dio pergi, aku di rumah sendiri membereskan mainan milik Dio. Semuanya berubah. Aku hanya bisa nangis, nangis dan nahan nangis setiap saat.

Padahal jelas aku sudah bilang ke Mas Anton kalau dia mau serius lebih baik kami pisah, tapi dengan tegasnya Mas Anton menolaknya entah apa alasanya. Aku hanya mengikuti apa yang dia mau, bahkan di saat aku tersakiti masih bisa menuruti kemauan Mas Anton.

Aku butuh udara segar sekarang, akhirnya malam ini aku keluar dari rumah. Jalan-jalan sekitar kompleks sedikit menenangkanku, kalau malam gini biasanya di sekitar café banyak yang ramai anak muda karena lelah jalan kaki aku putuskan buat istirahat di halte, memang agak aneh tapi daripada duduk di pinggir jalan.

Waktu aku lagi nikmatin waktu, ada orang yang juga datang ke halte, dia duduk disampingku. “Lagi nunggu bus juga Mas?”

Aku segera menolehnya dan tersenyum kepadanya. “Enggak, lagi istirahat aja habis jalan-jalan sebentar.”

“Oh kirain lagi nunggu.”

“Masnya lagi nunggu bus?” tanyaku balik.

“Nunggu orang mau jemput Mas, tapi kalau nggak datang ya naik bus aja.” Aku dan dia sama-sama tertawa setelah bicara.

Nggak lama kemudian sebuah mobil terparkir di depan halte, sempat aku mengingat kembali mobilnya. Kayaknya aku pernah lihat tapi lupa dimana, sampai akhirnya tebakanku benar kalau aku pernah lihat mobil itu karena ternyata yang keluar dari mobil adalah Mas Mirza.

---

Menetap Diantara Cinta Mereka [Season 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang