Episode 10

597 35 0
                                    

FAHIM POINT OF VIEW

Malam ini aku sama sekali nggak fokus dengan tontonan tv maupun sama Dio yang lagi main mobil-mobilan. Mas Anton dan Mas Rama belum juga pulang di jam delapan malam ini, aku sedikit mengkhawatirkan mereka.

Rasa khawatirku diikuti rasa yang entah kenapa terus menghantui ini. Sejak aku melihat fotoku dan Mas Mirza didompetnya aku menjadi ngerasa nggak nyaman. Apa selama ini Mas Mirza belum bisa ngelupain aku? Waktu itu kami putus dengan baik.

Dompet Mas Mirza masih di rumahku dan aku simpan agar Mas Anton tidak melihatnya. Tadi aku sempat ngasih tau Mas Mirza lewat ponsel dan katanya kalau nggak kemaleman nanti mau di ambil tapi sampai sekarang belum juga datang.

Deru suara mobil membuatku mengira jika itu Mas Mirza yang mau ambil dompet. Baru aku tebak, suara dia terdengar hingga Dio berlari buat menyambut Papanya pulang. “Yeay Papa pulang!”

Dio langsung memeluk Papanya yang baru saja jalan masuk ke dalam rumah. Mas Rama yang ikut pulang bersama izin ke kamar lebih dahulu. Aku membawakan tas dan jas milik Mas Anton sedangkan dia menggendong Dio.

“Papa pulangnya malam jadi Dio sama Baba udah makan tadi.” Cerita Dio yang tadi memang makan lebih dulu.

“Dio makan apa?” tanya Mas Anton.

“Ikan goreng!” aku hanya mendengar Dio yang terus bercerita apapun itu ke Papanya. Sampai di kamar, Dio baru aja turun terus naik ke ranjang aku dan Mas Anton. Dia melompat-lompat sambil tertawa sedangkan aku mempersiapkan kamar mandi buat membersihkan tubuhnya Mas Anton nanti.

Kulihat Mas Anton yang mulai membuka kemejanya lalu berjalan menuju kamar mandi. Sebelum masuk ke dalam, aku tanyakan dulu makan malam buat Mas Anton. “Mas mau aku angetin makanannya? Tadi aku udah masak karena nunggu kamu pulang jadi aku simpan dulu.”

“Nggak usah.” Singkat,  jawaban Mas Anton begitu singkat sampai dia masuk ke dalam kamar mandi lalu menutup pintunya. Aku terdiam di depan pintu itu, sebenarnya lumayan sakit dicuekin Mas Anton seperti ini. Mungkin emang kesalahanku masih belum dimaafkan.

Aku keluar dari kamar menuju dapur. Baru aja mau ambil minuman tiba-tiba saja ada tamu sehingga aku harus membukakan pintu. Setelah aku buka ternyata Mas Mirza dengan senyumannya yang ngebuat aku refleks tersenyum juga.

“Maaf ya lama, tadi ada urusan bentar soalnya.” Ucapnya meminta maaf.

“Nggak apa-apa, masuk dulu Mas, aku ambilin dompetnya.” Aku sempat melihat wajahnya Mas Mirza, dia kelihatan berbeda detik ini atau aku saja yang terlalu memikirkan tentang dompet itu.

Aku kembali ke kamar dan mengambil dompet Mas Mirza yang aku simpan. Dio yang lagi duduk di ranjang tiba-tiba mau ikut denganku. Akhirnya kami turun menemui Mas Mirza lagi.

“Om Mirzaa!” Dio senang bukan main, melihat Mas Mirza datang lagi, langsung dipeluk olehnya. “Om Mirza kesini mau main sama Dio kan?” tanya Dio ke Mas Mirza.

“Udah malam, Om Mirza harus istirahat. Mainnya besok aja ya?” ucapku ke Dio.

“Yaaahhh.. Dio kan kangen sama Om Mirza.”

Baru lihat Dio berdekatan dengan Mas Mirza, dari arah kamar ternyata Mas Anton udah selesai mandi, dia sekarang memakai kaos hitam dan celana cargo pendek. Tatapan Mas Anton kelihatan nggak nyaman menatap Mas Mirza yang lagi memangku Dio.

“Papa.. Papa.. Om Mirza mau main sama Dio kan?” tanya Dio ke Mas Anton.

Mas Anton langsung ambil alih Dio di pangkuanya Mas Mirza. “Tadi katanya mau main sama Papa.”  Ucapnya.

“Tapi Dio mau sama Om mirza juga”

Mas Anton menatapku begitu tajam hingga aku mengalihkan pandanganku. Tiba-tiba saja Mas Mirza berdiri lalu pamit dari rumahku. “Aku pamit dulu, udah malam soalnya.” Pamitnya ke aku.

“Om pulang dulu ya? Besok kita main lagi.” Sekarang Mas Mirza pamit dengan Dio.

“Janji besok main sama Dio lagi ya Om?” balas Dio lalu dianggukan oleh Mas Mirza. Waktu Mas Mirza keluar rumah aku hendak mengikuti tapi tangan Mas Anton menahanku sehingga aku tidak jadi mengikuti Mas Mirza sampai ke luar.

Setelah mobilnya pergi baru Mas Anton melepaskan tanganku. Dia jalan masuk dengan Dio. “Tutup pintunya!” suruh Mas Anton terdengar dingin dipendengaranku.

Setelah aku menutup pintu, aku kembali ke dapur buat minum. Tiba-tiba saja Mas Anton masuk ke dapur lalu juga ikut minum air putih. “Sejak kapan Dio kenal orang itu?” tanya Mas Anton langsung pada intinya.

“Waktu aku sama Dio makan es krim.” Jawabku.

Mas Anton terlihat marah tapi dia tahan begitu aja. “Jangan bilang tadi kamu ditemenin dia waktu belanja.”

Aku sedikit takut buat menjawabnya. “Tadi kami kebetulan ketemu jadi Mas Mirza bantu aku bawa barang-barang.”

Deru nafas Mas Anton terdengar kasar, aku hanya bisa melihatnya sejenak. “UDAH BERAPA KALI AKU BILANG KALAU PERLU BANTUAN BILANG KE AKU BUKAN BILANG KE MANTAN KAMU!”

Suara Mas Anton terdengar keras, aku takut kalau Dio mendengarnya. “AKU MASIH SUAMI KAMU! KAMU HARUSNYA NURUT SAMA AKU HIM!”

Aku terus menundukan kepalaku, mau nangis tapi aku nggak mau terlihat lemah. Hanya rasa sakit yang sering aku pendam. “Terserah kamu sekarang mau ngapain, aku capek nasehati kamu.”

Mas Anton pergi dari depanku, sekarang aku sendiri sambil mengingat setiap kata yang keluar dari bibirnya. Nggak sadar air mataku jatuh begitu saja padahal sudah aku tahan sejak tadi. Ku usap air mataku lalu beranjak dari kursi.

Sewaktu aku mencuci gelas, Dio datang lalu menarik ujung bajuku. “Dio ngantuk Baba.”

“Bentar ya, Baba bersihin ini dulu.” Aku kembali mengusap mataku sebelum ketahuan sama Dio.

Aku angkat Dio lalu dia menidurkan dirinya di gendonganku. Aku bawa Dio ke kamarnya, mungkin aku bisa tidur sama Dio kali ini. Dio tidur berhadapan denganku, dia memeluku begitu juga aku. Aku kira malam ini tidur dengan Dio akan membuatku melupakan kemarahan Mas Anton tadi tapi kenyataanya aku semakin terisak malam ini.

---

Menetap Diantara Cinta Mereka [Season 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang