⚠️WARNING⚠️
Cerita mengandung kekerasan dan tindakan kriminal, serta aksi-aksi menakutkan. Harap jangan
di tiru.==============
Bulan purnama menerangi gelapnya malam sejuk menusuk kulit. Tidak ada satupun bintang di langit luas, bulan berdiri sendiri tanpa kehadiran orang lain. Cahayanya yang terang mampu mengurangi kegelapan yang datang.
Ruangan gelap di terangi oleh secercah lilin kecil menyala di tengah kegelapan melanda. Seorang pemuda, duduk di sebuah kursi kehormatan, mengenakan pakaian hitam-hitam selaras dari ujung kaki sampai ujung rambut, menatap menggunakan tatapan tajam ke arah foto polaroid yang memperlihatkan seorang gadis berseragam sekolah menengah atas.
Pemuda dengan keadaan kepala di tutupi tudung hoodie sampai wajah tak di biarkan terlihat meraih paku tergeletak di meja. Menusuk sampai bolong foto seorang gadis rambut di atas bahu, tepat di dada sebelah kiri.
"Darah di balas darah, luka di beri luka, dan nyawa di bayar dengan nyawa!" Kalimat mengerikan keluar dari bibir berwarna pink alami milik seorang pemuda memiliki mata setajam pedang, kulit putih, tubuh tegap, tinggi, kurus, rambut tertata rapih warna hitam, hidung mancung dan satu lagi. Misterius.
Dia setenang lautan, tapi dalam ketenangan mampu menenggelamkan. Kata-kata itu merupakan malapetaka besar akan segera datang.
🎃🎃🎃
Maria Sheljia, gadis masih duduk di bangku SMA kelas 12 A1 IPS memasuki salah satu ruangan tempat loker berjejer rapih. Gadis kerap di sapa Jia melangkah mendekat pada loker miliknya. 6 digit angka di tekan untuk membuka loker di sediakan oleh sekolah sebagai fasilitas bagi para siswa baik siswi SMA Gloriacastra.
Tangan meraih benda lembut di sapa handuk, mengelap keringat bercucuran habis bermain lompat tinggi bersama sahabat terbaik. Aksi menghapus benda cair keluar di kala aktivitas mengeluarkan energi terhenti. Pandangan berpusat pada setangkai bunga berwarna merah, berbatang hijau, tergeletak di atas tumpukan buku.
Sekejap semuanya menjadi beku, tubuh mematung tak mengeluarkan sepatah kata. Dalam keadaan terkejut, tangan mengambil bunga memiliki makna dalam."Higanbana."
"Siapa yang udah ngirim gue bunga ini?" Tolah toleh ke samping kanan dan kiri. Tertangkap banyak para murid berjenis kelamin perempuan juga menghuni satu ruangan yang sama. Keluh menghantam tubuh, tekad untuk bertanya hilang tanpa aba-aba. Sudah 1 tahun 6 bulan lamanya seorang Maria Sheljia kehilangan diri dan berubah menjadi anak introvert, pendiam dan kutu buku.
Mata terpatok kembali ke bunga di kenal dengan bunga kematian. Saat mata memandang dalam, kedua tangan basah, lintasan pikiran buruk menghampiri satu demi satu.
"Jia."
Terlempar ke dalam loker, secepat kilat loker langsung di tutup.
Gadis dengan handuk warna putih bergantung di leher mengerutkan alis."Lo kenapa? Kok panik gitu?"
Terlihat takut untuk menatap, bibir tak berhenti bergerak tak kuasa menahan getaran. Dalam hati Jia mencoba tenang, bersikap seperti biasa layaknya tidak ada apa-apa.
"G-gue, gue gak papa kok. Gue baik-baik aja." Senyum manis merekah, sebaik mungkin gelenyar tak nyaman menyerang jiwa tidak boleh di ketahui orang-orang apalagi gadis bermata hazel di depan.
Clara Ayuda Pratama, sahabat terbaik Jia di SMA Gloriacastra merasakan ada hal aneh. Secara mendadak raut wajah Jia berubah drastis, tersemat kata sembunyi di wajah Jia yang tertangkap di kedua bola mata."Lo beneran gak papa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatamorgana
Teen FictionMati di raga yang hidup merupakan fenomena paling menyakitkan yang pernah ada~