"Dari mana aja kalian?"
Pertanyaan sarkas menghentikan detak jantung, serentak ludah di teguk, nafas tersedak, perlahan naik rasa gugup menyelimuti tubuh 4 orang, 3 pria 1 wanita satu persatu.
Kedatangan bersamaan itu menjadi pusat perhatian setiap mata. Tatapan paling tajam di berikan wali kelas mengajar mapel Geografi kini berdiri memegang tongkat kayu, di tambah tatapan nyalang menakutkan.
Membeku seperti es, lidah terasa keluh, tubuh menegang merasakan pahitnya kehidupan.
"Mati, Bu Yola sadar lagi kalau gue dan yang lain perginya lama. Kena masalah nih gue. Ini semua gara-gara Rev, awas aja sampai kita di hukum, bakal gue jewer kupingnya itu." Batin Clara bergerundel, kepala enggan terangkat, hal paling mengerikan kini adalah adu kontak mata dengan sosok guru berubah menjadi penyihir.
3 pemuda itu juga bernasib sama, kikuk tanpa kata. Sambutan tanpa opening di berikan, cukup berhasil membuat jantung kejedar-kejedor.
"Apa mulut kalian tiba-tiba bisu?" Pertanyaan penuh selidik kembali terlayang.
4 anak itu tak bergeming, mati kutu tak memiliki alasan untuk selamat dari terkaman maut.
Detak jantung makin berdegup kencang, tatapan tajam Bu Yola membuat bibir sulit berkata-kata.
"Kami di panggil Bu Suzan, Bu." Bohong Aldo mencoba tenang agar tidak timbul kecurigaan.
Bu Yola menatap bergantian 4 anak menjadi pusat perhatian tiap insan. Karena mereka aktivitas KBM terjeda.
Di pandang seperti itu rasa takut + bersalah campur aduk mengganggu kehidupan. Clara usahakan untuk tetap tenang demi masalah tidak panjang lebar.
"Kembali ke tempat masing-masing. Buka halaman 13, kita bahas teknik dasar pemetaan. Simak baik-baik!" Ujar Bu Yola.
Hembusan nafas kembali normal, jantung memompa kencang kembali teratur. Lega menyerang 4 orang dalam kebohongan besar akibat izin terlalu lama.
"Huft untung Bu Yola percaya. Ada gunanya juga Aldo Rev panggil, kalau dia gak ngomong, gue yakin pasti Bu Yola akan hukum kita panas-panasan di lapangan." Batin Clara berucap syukur.
🎃🎃🎃
Datangnya waktu istirahat menyebabkan jiwa detektif kembali bermunculan, membungkus 5 orang dengan jas hitam khas SMA Gloriacastra, berlambang singa di dada sebelah kiri.
"Kayla Ramadhani. Anaknya beberapa hari ini pendiam, irit bicara, hobi baca buku, tidak pernah neko-neko. Tapi kenapa namanya masuk ke dalam buku misterius? Akankah dia pelakunya." Secara terinci penjelasan Aldo utarakan.
Di dekat tangga rapat di lakukan, tiap mata tajam, seram dan maut di keluarkan untuk mengamati keadaan, khawatir ada orang lain mendengarkan perbincangan.
"Jia duduk sama Kayla di kelas. Ada kemungkinan kalau Kayla yang udah bunuh Jia." Putus Clara menaruh curiga.
Tempat pojok sebelah timur deret bangku dekat pintu adalah tempat duduk Kayla dan Jia berada. Dua anak pendiam di kelas duduk dalam satu bangku. Salah satu di antara keduanya di temukan meninggal dalam keadaan mengenaskan. Kemisteriusan menjadi-jadi kala buku misterius mencatumkan nama Kayla Ramadhani.
"Ayo kita datangin dia." Ajak Rev mengeluarkan perintah.
Tanpa sahutan kaki melangkah menaiki tangga menuju lantai 3. Bersisian 5 manusia melangkah di koridor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatamorgana
Teen FictionMati di raga yang hidup merupakan fenomena paling menyakitkan yang pernah ada~