Duduk termenung, dagu di tekuk ke meja, raut wajah masam berlumuran kesedihan menghias dalam-dalam sosok bername tag Clara Ayuda Pratama.
"Kenapa lo pergi Jia. Kenapa lo ninggalin gue, lo kenapa? Kenapa gak pernah cerita sama gue. Lo selama ini nganggep gue apa? Kita udah temenan lama tapi sekarang gue ngerasa gak ada satupun yang gue tau tentang lo. Apa yang lo sembunyikan dari gue sebenernya." Batin Clara.
Berlayar di lembah kesedihan saat duka memenuhi sekolah datang menghampiri seorang gadis yang memiliki hubungan paling dekat dengan korban baru saja di temukan telah tak bernyawa di lapangan sekolah.
Seorang pemuda dengan jas bertulis OSIS di samping dada kiri memasuki ruangan di penuhi gibah di mana-mana. Pembahasan seputar kematian mengenaskan Jia yang masih abu-abu terdengar seisi kelas.
"Bangun. Lo dan lo ikut gue sekarang." Mata menunjuk ke arah Clara sibuk mengeluarkan cairan bening tanpa suara dan juga Steven yang duduk di depan Clara, di temani Marsel pemuda satu-satunya berpostur tubuh paling besar di kelas 12 A1 IPS.
Wajah mendongak menatap Rev, secara bersamaan pikiran mematok terhadap pemuda berwajah dingin.
"Kemana?"
"Gak usah banyak tanya. Bangun! Dan ikut gue sekarang!" Tegas dan singkat padat jawaban meluncur dari bibir tipis milik ketua OSIS paling di takuti semua orang.
Kalimat penolakan tak terdengar di telinga. Clara dan Steven bangkit dari duduk, dengan lesu mengikuti kemana Rev pergi.
Sontak saja perhatian semua mata tertuju pada 2 anak yang kini di jadikan bahan omongan. Semua orang tak buta, mereka melihat jika 2 anak itu memiliki hubungan paling dekat dengan korban meninggal dalam katagori kasus masih bersifat abu-abu.
Ruangan bercat putih di penuhi kursi-kursi kehormatan pria dan wanita memiliki ruangan khusus di sekolah SMA Gloriacastra dengan pangkat guru.
"BK? Kenapa lo bawa kita ke sini?" Mata sembab menilik penuh tanda tanya.
"Nanti lo juga akan tau." Balas Rev tak banyak basa basi.
Perasaan tak nyaman menyelimuti tubuh Clara dan Steven. Ruangan BK telah ada di depan mata, memiliki aura paling gelap di antara semua ruangan. Ruangan tersebut di jaga oleh satu guru tergalak, paling garang satu muka bumi.
Jantung berdegup kencang, ketidaksiapan untuk berjumpa secara face to face dengan sosok paling ganas di sekolah menghantam jiwa.
Tok
Tok
TokKetukan di pintu Rev lakukan.
"Masuk!"
Terdengar suara berupa jawaban dari dalam.
Perlahan Rev menggerakkan gagang pintu, membuka pintu dengan pelan-pelan, kemudian setelah itu kaki melangkah masuk di susul dua orang tengah mengokohkan diri dari segala bencana akan di hadapi.
Mata seram penuh intimidasi menyambut kedatangan 3 pelajar menempuh pendidikan di SMA Gloriacastra.
Ludah pahit di teguk Clara. Tajamnya tatapan dari seorang wanita di bungkus baju berwarna hitam tengah duduk di singgasana berhasil memporak-porandakan hati.
"Duduk!"
Ragu-ragu Steven dan Clara duduk di kursi tepat di hadapan guru killer. Sementara Rev mengambil duduk di sisi kanan meja.
Pulpen di jatuhkan ke meja, suara di timbulkan menjadikan suasana mencekam. Wajah tanpa senyum, tegas dan penuh perhitungan melengkapi satu manusia mendapat banyak gelar dari segala siswa atas kepribadian yang mengutamakan disiplin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatamorgana
Teen FictionMati di raga yang hidup merupakan fenomena paling menyakitkan yang pernah ada~