Di bawah teriknya mentari, dunia terlihat menyambut hari dengan panas yang membara. Cahaya matahari menyinari segala sudut dengan intensitasnya yang memukau, menciptakan bayangan-bayangan yang menari-nari di tanah yang terpanggang. Udara terasa hangat, membuat setiap orang untuk menghindarinya dan lebih memilih untuk berteduh. Walaupun begitu, berbeda dengan gadis yang mengenakan cardigan berwarna coklat itu. Di tengah terik matahari, langkah gadis itu tetap tegar menuju minimarket terdekat. Langkahnya ringan, meski terkadang terasa tersengat oleh panasnya jalanan yang terbuka. Rambutnya tergerai di belakang, ditiup oleh angin yang sesekali berlalu. Dengan tas selempang di bahunya, ia terus berjalan dengan determinasi yang jelas terpancar dari matanya yang bercahaya. Tujuan di depannya menantang, tapi ia tak gentar, karena rasa inginnya mendapatkan barang-barang kebutuhan tak terbendung oleh cuaca yang panas ini. Bukan barang yang dia butuhkan, tetapi barang yang dia inginkan. Iya, beberapa cemilan yang sudah ada di dalam bayangannya bahkan sebelum menginjakkan kaki menuju minimarket ini.
Panggil saja namanya Valeria, memiliki nama yang lebih panjang yaitu Valeria Fleur yang memiliki arti gadis indah yang kuat dan sehat. Valeria tidak tau bagaimana orang tuanya terpikirkan nama tersebut selain ia lahir di hari valentine. Bagaimanapun ia suka dengan namanya dan hari lahir yang jatuh pada hari yang sama dengan perayaan valentine.
Valeria bersama dengan adik perempuannya, panggil saja Ariana Giselle. Mamanya memang sangat menyukai penyanyi bernama Ariana Grande, jadilah gadis itu diberikan nama awal dan inisial yang sama dengan bintang diva itu. Valeria memiliki dua adik perempuan, satu lagi anak kedua bernama Maudy kassandra, kali ini terinsipirasi dari nama artis Maudy Ayunda yang terkenal pintar dan berbakat.
Valeria dan Ariana berpisah di lorong minimarket, Ariana berjalan menuju tempat es krim sedangkan Valeria ingin membeli ciki kesukaannya. Ia tidak tau sejak kapan dia menyukai ciki ini, walaupun dia tau makanan ini tidak sehat, tetapi dia sangat ingin memakannya. Valeria tipe orang yang apabila ingin makan sesuatu maka dia akan berusaha untuk memenuhi kemauannya. Baginya hidup hanya sekali harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Matanya bersinar-sinar saat memandang sekeliling rak, menatap dengan penuh rasa ingin membeli semuanya. Dengan tasnya selempang di bahunya, dia bergerak dengan gemulai dari satu rak ke rak lainnya, mengamati setiap barang dengan seksama. Tangannya dengan lincah mengambil barang-barang yang menarik perhatiannya, kadang-kadang meletakkannya kembali dengan senyum kecil di bibirnya, kadang-kadang menyimpannya di genggamannya dengan senyum puas. Pada akhirnya dia hanya mengambil dua barang untuk dibeli setelah lama menimbang.
Valeria memutuskan untuk menghampiri adiknya untuk membeli es krim juga sambil membuka dompetnya untuk melihat apakah dirinya sudah memasukkan uang, gadis ini memang sangat ceroboh. Jadi ada beberapa hal penting yang selalu diminimalisir oleh dirinya sendiri untuk menghindari kesalahan fatal.
Saat akan melanjutkan langkah tiba-tiba seorang lelaki dengan celana pendek dan jersey basket bertuliskan SMA Martha Bangsa datang dari arah kanannya yang membuat mereka bertabrakan. Suara langkah mereka terhenti mendadak, dan tatapan mereka bertemu dalam momen singkat yang penuh kejutan. Gadis itu tersenyum kecut, sementara laki-laki itu mengangkat salah satu alisnya dengan ekspresi kaget. Valeria meminta maaf, tetapi lelaki itu hanya memandangnya. Namun, di antara momen itu, ada getaran kecil yang tak terucapkan, ketegangan kecil yang terasa di udara, seperti ketertarikan yang membuat jantung Valeria berdetak lebih kencang. Setelah itu, Valeria dengan cepat menghampiri Ariana dengan ritme jantung yang tidak normal.
"Ngapa lu?" Tanya Ariana yang melihat Valeria bertingkah aneh.
"Habis nabrak orang, udah belum mau bayar ini."
Ariana menyerahkan es krim pilihannya pada Valeria. Seperti adik pada umumnya yang berharap kakaknya untuk membayar. Dasar adik tidak modal.
Valeria menyuruh adiknya itu untuk menunggunya di mobil, sedangkan dirinya akan mengantri di kasir untuk membayar. Valeria menunggu gilirannya dengan perasaan yang sulit untuk dijelaskan karena saat ini di depannya adalah orang yang tadi bertabrakan dengan dirinya dan meninggalkan getaran kecil di tubunya.
"Maaf, ada uang 500 ga kak?" Kasir itu memandang ke arah Valeria yang membuatnya mengangkat alisnya.
"oh ada, ini mba." Katanya sambil memberikan uang 500 perak kepada orang kasir itu dan lelaki itu diam tanpa memandang gadis itu. Bahkan membalikkan badan saja tidak dilakukan oleh lelaki itu.
Setelah itu, lelaki bertubuh tegap itu pergi meninggalkan minimarket. Begitu juga dengan Valeria yang sudah membayar belanjaannya. Saat akan kembali ke mobil, dia masih melihat sekilas lelaki itu sampai dia pergi tak terlihat lagi. Ada kemungkinan lelaki itu tinggal di dekat sini dan dia baru teringat bahwa dia satu SMA dengan lelaki itu !? Pantas saja Valeria merasa tidak asing dengan jersey basket lelaki itu.
Andai saja Valeria adalah gadis pemberani, dia akan menghampiri lelaki itu dan meminta nomornya. Ujung-ujungnya pikiran itu hanya ada di dalam bayang-bayang haluannya.
*---*
Di dalam ruang kecil kamarnya, perempuan itu berbaring di atas tempat tidurnya dengan tatapan kosong yang terpaku pada langit-langit kamarnya. Pikirannya melayang-layang jauh, terhanyut dalam aliran kejadian tadi yang membuatnya menjadi sedikit tidak bisa berpikir jenrih.
Setiap detail dari pertemuan mereka berputar-putar di benaknya, posturnya, mata yang menghipnotis, dan tatapan itu. Tak peduli seberapa keras ia mencoba mengalihkan perhatian, namun bayangan lelaki itu tetap saja menghantuinya, merasuki setiap pikiran dan mimpi yang ia miliki. Waktu pun berlalu, tetapi perempuan itu masih terjebak dalam labirin perasaan yang tak terucapkan. Dia bertanya-tanya apakah harus semudah ini jatuh cinta? Dan dalam diam, ia merenung, mencoba memahami perasaannya sendiri, dan apakah ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar atau hanya sebuah impian yang tak tercapai. Biarkan waktu yang menjawab.
Dia terlalu naif mengakui dirinya memang mudah jatuh cinta pada orang. Tetapi sekali jatuh cinta dia akan terus memikirkannya dan hanya akan terpaku pada satu orang itu saja tanpa berniat berpaling sedikit pun.
Drrtttt
Gadis itu mengambil ponsel di meja yang ada di samping kasurnya.
Arvin Orlando is calling
Valeria mengubah posisinya menjadi duduk.
"Halo?"
"Lo sibuk ga, Val?"
"Enggak sih, kenapa?"
"Temenin nyari bahan buat tugas kesenian yok, Lo udah nyari belum?"
"Anjir gue lupa, ayo dah gue mau."
"10 menit gue sampe."
"Lo di mana, cepat amat 10 menit?"
"Di Simpang Raya, habis nganter adik gue."
"Yaudah, gue siap-siap dulu, bye."
Setelah menutup ponselnya, Valeria segera mengganti bajunya dan mengambil tas selempang kesukaanya. Jika dia sudah menyukai satu, dia akan memakainya hingga bosan lalu akan menggantinya kemudian. Ini memang kebiasaan buruk, tetapi sulit untuk mengubahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
First Sight, First Feeling
Teen FictionPertemuan kala itu, Riyan Gerrard Wijaya, lelaki bertubuh tegap dan tinggi itu adalah seorang kapten basket yang mempunyai paras yang diidam-idamkan oleh kaum hawa. Wajahnya sedikit judes padahal dia sangat ramah walau hanya dengan teman sekitarnya...