Valeria menuruni tangga rumahnya dengan wajah yang tampak lelah. Wajahnya pucat seperti orang yang tidak tidur 3 hari. Padahal Valeria adalah tipe orang yang tidak bisa jika tidak tidur. Nyatanya tadi malam ia malah tidak tidur sama sekali karena ada sesuatu yang menganggu pikirannya. Katakan ia lebay, tetapi itu memang kenyataannya. Cerita bersama ketiga sahabatnya kemarin berhasil membuatnya merenung. Apakah ia harus melanjutkan perasaan yang sedang diambang ini? Atau ia harus menghentikannya saja? Harusnya orang waras jika sudah mengetahui bahwa seorang lelaki telah memiliki pacar akan berhenti menyukainya. Namun, Valeria bukanlah orang waras, jadi ia akan melanjutkan langkahnya saja.
"Ya Tuhan, kamu mandi nggak sih, Val?" Ujar Sherly, ibunya. Wanita paruh baya itu menggeleng-gelengkan kepalanya kala melihat penampilan anak gadisnya ini. Baju yang kancingnya bahkan salah pada tempatnya.
"Mandilah." Jawabnya singkat.
"Kamu naik lagi sekarang, rapihin penampilan kamu atau nggak boleh makan!" Perintah Sherly dengan nada mengancam. Ia melupakan satu hal bahwa ibunya adalah seorang wanita yang dikenal rapi dan bersih. Apalagi soal penampilan, Sherly sangat protektif terhadap dirinya dan anak-anaknya yang kebetulan adalah gadis semua. Saat muda dulu ia memang memiliki impian mempunyai anak perempuan agar bisa didandani. Sepertinya Tuhan memang mengabulkan permintaannya dengan bonus dua lainnya adalah perempuan.
Setelah selesai membenahi dirinya menjadi lebih rapi dan enak dilihat, ia duduk di meja makan sambil menikmati masakan ibunya bersama ayah dan kedua saudaranya yang lain. Adik keduanya masih di bangku 9 SMP dan adik pertamanya di bangku kelas 1 SMA di sekolahan yang sama dengannya. Ketiga berada di yayasan yang sama otomatis kawasan sekolah mereka berdekatan.
"Aku ikut papa ya?" Ujar Ariana.
"Iya, 5 menit lagi papa berangkat."
"Gue nebeng lu ya, Gerry lagi nggak bisa jemput." Valeria mengangguk pada permintaan Maudy dan Gerry adalah pacarnya.
Mereka bahkan sudah berpacaran sejak SMP hingga saat ini. Valeria juga tidak akan kaget jika ia akan dilangkahi oleh adiknya.
*---*
"Valeria dan Arvin tolong kalian bawa buku-buku ini ke ruang guru ya. Saya mau ke ruang kepala sekolah sebentar." Ujar seorang guru laki-laki yang sudah sepuh itu, pak Harto. Rumornya tahun depan sudah akan pensiun. Pak Harto adalah salah satu guru favorit di SMA ini, selain karena tidak pernah memberikan PR, pak Harto juga sering membelikan murid-murid di kelas makan siang gratis di kantin. Dari cerita yang beredar, pak Harto memiliki 5 orang anak dan semuanya sudah bekerja, dua diantaranya di perusahaan pusat adidas di luar negeri, satu di pemerintahan pusat, dua lagi di big4 Indonesia. Pak Harto bekerja di sini hanyalah ingin menghabiskan waktu karena dia pernah bercerita di rumahnya sangat sepi karena hanya tinggal berdua dengan istrinya yang juga mengajar di sekolah yang berbeda dengannya. Bahkan pak Harto pernah berkata jika dibolehkan ia akan memilih untuk mengajar hingga ia tidak kuat lagi bahkan tidak digaji sekalipun karena beliau hanya butuh teman untuk mengobrol.
Valeria dan Arvin berjalan santai dengan masing-masing membawa buku yang cukup banyak. Memegang status sebagai ketua dan wakil ketua kelas membuat keduanya sering disuruh oleh guru-guru untuk membawa buku ataupun hal lainnya. Arvin sebagai ketua kelas yang memaksa Valeria untuk menjadi wakilnya. Awalnya Valeria menolak. Namun mengingat wakil ketua kelas adalah pengangguran, maka ia menerimanya.
"Nanti sore mau ke taman yang baru buka itu ga?" Ujar Arvin.
"Lah hari ini emang? Kirain besok."
"Harusnya tu kemarin malah, tapi diundur sehari jadinya hari ini." Jelas Arvin.
"Yaudah deh boleh, tapi lo jemput ya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
First Sight, First Feeling
Teen FictionPertemuan kala itu, Riyan Gerrard Wijaya, lelaki bertubuh tegap dan tinggi itu adalah seorang kapten basket yang mempunyai paras yang diidam-idamkan oleh kaum hawa. Wajahnya sedikit judes padahal dia sangat ramah walau hanya dengan teman sekitarnya...