Gemuruh suara penonton memenuhi setiap sudut stadion ini. Banyak sekolah yang hadir dengan membawa supporter terbaiknya. Berbagai peralatan seperi drum, kostum dan lainnya menenuhi area kursi penonton yang dengan semangat meneriaki tim sekolah masing-masing.
Riyan menarik napasnya kala menginjakkan kaki di sini. Tahun lalu ia juga berada di sini, tetapi sebagai pemain cadangan.
Walaupun dirinya gugup tetapi ia mengontrolnya dengan sangat baik. Hari ini ada 2 pertandingan yang akan dimainkan timnya. Pertandingan pertama baru akan berlangsung pukul 8 pagi, sekarang masih pukul 7.30 pagi.
Riyan berjalan santai sambil menenteng tas dan paperbag coklat di tangannya.
"Gimana yang lain? Udah lengkap?" Tanya Riyan pada beberapa orang timnya yang sudah sampai duluan di ruang ganti.
"Felix, Nando, sama Arvin belum ada." Jawab Steven, anak seangkatan Riyan, tetapi berada di kelas yang berbeda, sahabat Riyan. 2 lainnya yang juga sahabat Riyan adalah Figo dan Rivaldo. Keempat lelaki itu mengikuti ekstrakurikuler yang sama. Mereka semua berada di angkatan yang sama, hanya saja berada di kelas yang berbeda. Kecuali Rivaldo dan Riyan, keduanya berada di kelas yang sama.
Awal persahabatan mereka itu ketika menginjakkan kaki di bangku SMP. Rata-rata murid di SMA Martha Bangsa berasal dari yayasan SMP yang sama yaitu Martha Bangsa versi SMP-nya. Sebenarnya yayasan Martha memiliki jenjang pendidikan yang lengkap, mulai dari TK hingga SMA. Hanya saja saat kecil Riyan bersekolah di luar kota.
"Telpon sekarang, coach suruh kumpul jam 7.40."
"Oke."
Riyan meletakkan tasnya dan duduk di bangku panjang di dekatnya. Ia mengecek semua yang ada pada dirinya, mulai dari kelengkapan jersey hingga sepatunya.
Baginya, kedisiplinan adalah yang paling penting. Ia tidak pernah sekalipun terlambat ataupun lupa membawa barang apapun. Mungkin itulah yang menjadi penilaian coach sehingga ia dijadikan kapten di tim basket.
"Nih." Ujar Riyan yang memberikan botol berisi air jahe kepada Steven. Ia juga ingin memberikan kepada yang lainnya, tetapi ia merasa tidak terlalu dekat, jadi ia memutuskan hanya memberikannya pada orang terdekatnya.
"Gue kadang takut deh sama lo terlalu perhatian sama gue." Balas Steven yang bergidik ngeri pada Riyan.
"Bangsat, gue juga bawa buat Figo sama Rivaldo!"
"Dih santai, orang cuma bercanda."
Riyan menghiraukan Steven dan melanjutkan mengeluarkan dua botol lainnya yang ia buat untuk Figo dan Rivaldo yang sedang berada di dekat ruang ganti cheerleader untuk menyapa pacar mereka masing-masing. Bahka pacar mereka pun berada di ekstrakurikuler yang sama. Benar-benar satu selera.
Beberapa menit kemudian Figo dan Rivaldo menampilkan batang hidungnya dari balik pintu yang tidak ditutup itu. Bukan tanpa alasan. Banyak yang mengakui jika turnamen tahun ini yang diadakan di gedung baru pbsi kota yang baru beroperasi sekitar 3 tahun lalu ini sangat buruk. Padahal gedung ini cukup luas, tetapi fasilitas di dalamnya sangat nol besar.
"Mana air jahe nya bos?" Tanya Figo begitu sampai dan duduk di samping Steven. Lelaki setengah ons ini sangat menyukai hal-hal berbau jahe. Dari permen, lauk, hingga cemilan. Dari kecil ibunya memang selalu membiasakan Figo untuk memakan makanan mengandung rempah-rempah lainnya.
Riyan menunjuk botol di atas kursi itu dengan dagunya.
"Kayaknya lo kalau punya pacar pasti perhatian banget, coba aja lo punya." Celetuk Figo.
"Lah itu si Ani-ani kelas 11 itu?" Ujar Steven dengan mulut pedasnya.
Rivaldo mendelik. "Amit-amit deh, itu mah mbah kunti gentayangan."
KAMU SEDANG MEMBACA
First Sight, First Feeling
Novela JuvenilPertemuan kala itu, Riyan Gerrard Wijaya, lelaki bertubuh tegap dan tinggi itu adalah seorang kapten basket yang mempunyai paras yang diidam-idamkan oleh kaum hawa. Wajahnya sedikit judes padahal dia sangat ramah walau hanya dengan teman sekitarnya...