SIX

0 0 0
                                    

Beberapa hari setelah berakhirnya turnamen. Hasilnya tentu saja dimenangkan oleh SMA Martha dan nantinya akan bertanding dalam 5 bulan lagi di luar untuk mewakili provinsi mereka di tingkat nasional.

"Woi cepet!" Bisik Valeria pada ketiga temannya yang sedang berada di dalam kelas Clara dan dirinya menunggu di depan pintu untuk berjaga-jaga.

"Sabar woi." Ketiganya masih sibuk membuat Valeria takut setengah mati.

Sekarang masih jam belajar, tetapi kelas mereka sedang kosong karena guru yang mengajar sedang melakukan rapat di sekolah lain dan tidak ada guru yang menggantikan. Kesempatan emas bagi mereka untuk melancarkan aksi mereka. Sebenarnya aksi ini dilakukan karena akibat perbuatan Clara dan gengnya yang lebih dulu melakukannya. Mereka dengan sengaja menaruh banyak sampah di dalam loker keempatnya dan meja mereka dipenuhi permen karet bekas.

Bayangkan, bagaimana bisa mereka hanya duduk manis?

Mereka bukan tipe yang bisa ditindas dan pasrah begitu saja. Apalagi Clarissa dan Candice, kedua gadis itu sangat-sangat bengis apabila singgasana mereka sudah diganggu oleh seseorang.

Beberapa detik berlalu tetapi mereka masih belum selesai. Valeria membalikkan badannya menghadap ke arah dalam kelas dan membuka pintu yang sengaja ia tutup itu terbuka sedikit untuk melihat ketiganya yang masih belum selesai. Kemudian ia membalikkan lagi badannya untuk melihat keadaan di luar dan menutup pintunya.

"Anjir!" Latahnya ketika tubuh besar dan tegap muncul tepat dihadapannya. Tinggi Valeria hanya sepantaran dengan lengan lelaki itu.

Lelaki ia menundukkan kepalanya dan mengangkat alisnya. Persis seperti ekspresi yang ia tunjukkan saat di tempat pertama kali mereka bertemu.

Valeria yang sadar akan situasinya segera menormalkan kembali ritme jantungnya.

"Mau ngapain lo?" Tanya Valeria.

"Urusannya?"

"Ya-ya-ya jawab dulu!" Balasnya dengan terbata-bata.

Memilih menghiraukan Valeria, Riyan melangkah ke kanan, tetapi gadis di depannya juga melangkah ke kanan. Saat ia ke kiri, gadis itu juga mengikut ke kiri.

"Bisa minggir?"

Valeria merentangkan kedua tangannya menghalangi pintu masuk.

"Ya jawab dulu mau ngapain."

Riyan akhirnya mengalah.

"Ambil tas Clara. Dia lagi sakit."

Seketika itu juga hatinya terasa dihantam oleh jarum-jarum kecil yang rasanya sangat nyeri.

"Bisa gue masuk?" Riyan menundukkan tubuhnya dan mendekatkannya pada Valeria yang melamun, sehingga membuat gadis itu reflek menjauhkan wajahnya.

"Nggak, lo tunggu dulu di sini!"

Valeria membuka ponselnya dan memilih menghubungi temannya melalui via chat. Beberapa menit kemudian Clarissa keluar dengan tas hitam milik Clara dan diberikannya pada Riyan.

"Nih!" Setelah memberikannya, Clarissa masuk ke dalam lagi meninggalkan Riyan dan Valeria.

Riyan mengeluarkan sebuah barang kecil berwarna biru langit. Ia mengambil tangan kanan Valeria dan memberikannya pada gadis itu.
"Jepit rambut lo jatuh waktu di ruang ganti."

Setelah itu, Riyan pergi tanpa menunggu balasan Valeria yang membeku karena Riyan memegang tanganya !?

RIYAN MEMEGANG TANGANNYA !?

Ia rasa akan mengeluarkan suara teriakannya yang paling keras.

"Woi kenapa lo?" Tanya Candice pada Valeria yang seperti membeku.

"Eh? Nggak kok, udah?"

"Udah ayo sebelum ketahuan." Ujar Elfira dan keempat gadis itu melangkah pergi meninggalkan ruang kelas itu.

*---*

"Bentar lagi festival tahunan, lo pada mau nggak daftar jadi panitia?" Tanya Steven. Lelaki berambut keriting karena turunan dari ayahnya yang berasal dari Australia itu memang menyukai kegiatan di luar pelajaran.

Selama bersekolah di sini ia sudah mengikuti sekitar 30 kepanitiaan termasuk di luar sekolah. Maka tidak heran jika relasi lelaki ini sangatlah luas. Saat berjalan di Mall paling tidak dua jam ia sudah menemui 5-6 kenalannya di perjalanan.
Berbeda dengan Rivaldo, kekasih Aurora murid kelas 11 itu tidak suka berkegiatan menjadi 'babu' (kata Rivaldo), tidak dibayar dan bukan hobby juga. Jadi tidak ada alasan baginya untuk mengikuti hal seperti itu. Tapi ada pengecualiannya.

Kalau Riyan dan Figo adalah kaum yang mengikuti syukur, tidak ikutpun lebih bersyukur lagi.

"Ogah!"

"Dih awas aja lo kalau kita bertiga daftar trus lo ikut."

"Bodo amat gue."

"Gue paksa Aurora ikut ah." Ujar Steven yang malah berlari pergi meninggalkan ketiganya.

"Woi bangsat lo!" Teriak Rivaldo yang mengikuti langkah cepat Steven ke ruangan yang hanya berjarak 2 ruangan.

Setelah menemukan Aurora yang sedang duduk di kursinya bersama beberapa temannya itu, Steven menghampirinya tanpa rasa malu.

"Rora, lo mau ikut panitia festival, kan?"

Aurora yang terkejut pun hanya bisa mengangguk.

"Bangsat lo stev." Ujar Rivaldo yang menarik rambut Steven.

"Tuh kan rora ikut!"

Rivaldo yang mendengar hal tersebut berhenti menarik rambut sahabatnya itu dan beralih pada gadis pujaan hatinya.

"Beneran, by?"

Aurora mengangguk dengan wajah bingungnya yang masih tidak bisa mencerna kejadian yang terlalu tiba-tiba ini. Walaupun ia tau sekutu pacarnya itu memang spesies yang spesial, tetap saja gadis yang pendiam ini masih terkejut dengan tingkah laku mereka.

Berbeda dengan pacar Figo. Bahkan Riyan yang notabene-nya datar pun takut dengan pacar sahabatnya itu.

"Yaudah demi menemani pacar aku, aku juga akan daftar."

Ya, ini adalah pengecualiannya. Rivaldo itu sangat bucin dengan Aurora. Bahkan ia sudah mengincar gadis lemah lembut ini sejak di bangku SD dan baru berhasil mendapatkannya di bangku SMP kelas 8. Rivaldo memang termasuk kategori cowok ter-green flag se Martha Bangsa. Kisahnya bahkan sudah menyebar di kalangan murid-murid di sini.

Setelah dari kelas kekasih Rivaldo, keduanya memutuskan untuk kembali ke kelas Rivaldo dan Riyan yang menjadi tempat nongkrong mereka saat jam istirahat karena mereka berada di kelas yang berbeda. Rivaldo dan Riyan di 11 Ips 3, Figo dan Steven di 11 Ips 5.

"Si butol mau ikut, lo berdua ikut, kan?"

"Butol?" Tanya Rivaldo.

"Bucin Tolol." Jawab Steven yang langsung mendapat hantaman dari Rivaldo.

"Bangsat!"

"Jadi gimana lo berdua?" Tanya Rivaldo setelah menyudahi kegiatannya.

"Ikut dah." Ujar Figo.

"Gue juga."

"Terima kasih sahabat-sahabat terkasihku." Ujar Steven yang memeluk ketiga sahabatnya dan berakhir mendapat dorongan kasar hingga ia tersungkur ke lantai.

"Jahat lo semua." Balasnya dengan dramatis yang diikuti suara bel tanda istirahat telah usai.

.
.
.
.

First Sight, First FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang