Ingin tenang

7 5 0
                                    

Rembulan mengikuti cepat langkah lebar Bumi. Belok ke kanan lalu belok kekiri lagi. Tak sempat bagi Rembulan untuk sekedar melongo ke kanan dan ke kiri nya karena takut ditinggal lalu disemprot lagi oleh Bumi.

Bumi, Rembulan tak tahu siapa nama lengkap Bumi. Yang ia tahu, bahwa Bumi adalah ketua tim cerdas cermat SMA Mulia Jaya tahun kemarin. Bertemu di final bersama Rembulan dan tim, namun ditaklukan oleh Rembulan. Saat penyerahan piala, Bumi berdiri disebelah Rembulan, berjabat tangan dan saling mengucapkan selamat. Sepertinya Bumi mengucapkan selamat atas kemenangan Rembulan dengan tulus, karena ia tersenyum manis begitu menurut Rembulan. Tapi kenapa dia sekarang sangat jutek kepadanya. Tak ada senyum apalagi tegur sapa. Padahal Rembulan berharap, Bumi adalah teman pertamanya disekolah itu.

"Ini tempatnya." Bumi berhenti tepat didepan pintu kayu yang diatasnya tergantung papan bertuliskan ruang perlengkapan.
Rembulan mengetuk pintu lalu masuk kedalamnya. Sudah berjaga dibalik meja, sosok bapak kepala botak bertubuh gemuk namun terlihat sangat ramah.

"Selamat pagi pak, saya Rembulan, murid pindahan dari SMA Negeri 1..." belum selesai Rembulan memperkenalkan diri.
"Ohh.. iya iyaa.. anak beasiswa ya.." bapak botak bangkit dari kursinya. Lalu mencari sesuatu dirak belakang badannya.
"Kamu isi formulir ini ya." Bapak botak menyerahkan secarik kertas kepada Rembulan.
Tanpa banyak bertanya, Rembulan mengisi biodata dirinya kedalam kolom-kolom pada formulir itu. Terlihat olehnya, baju seragam 3 pasang, baju olahraga, sepasang sepatu sekolah, sepatu olahraga, setumpuk buku pelajaran, buku tulis, alat tulis, bahkan tas sekolah. Rembulan takjub melihat list apa-apa saja perlengkapan yang akan ia terima sekarang.

"Ini semua perlengkapan sekolah kamu, silahkan dicek, kalau kamu mau ganti baju silahkan ke kamar mandi wanita ya." Pak Joni memberikan sebuah tas ransel gembung dan sebuah tas kain berisikan semua perlengkapan sekolah Rembulan
"Baik pak."
"Kalau sudah pas, silahkan tanda tangan diformulirnya."

Bukan main senangnya hati Rembulan. Seragam yang akan ia kenakan sangat bagus. Berbahan lembut, antigerah, sekali dipegang saja sudah bisa dirasakan keistimewaan seragam sekolah elit itu apalagi kalau dipakainya.

Rembulan berjalan keluar ruang perlengkapan, ia ingin segera berganti baju. Ia tak ingin dilihat sebagai anak baru lagi, ia ingin dilihat sebagai anak sekolah SMA Mulia Jaya.

Rembulan menoleh ke kanan dan ke kiri. Lagi-lagi Bumi meninggalkannya. Tak ada lagi jejak Bumi diluar sana. Rembulan mencari papan petunjuk arah namun tak dijumpainya. Rembulan berjalan lagi sambil terus mencari jikalau ada murid yang mau membantunya.

"Hai.!" Rembulan menyapa sosok lelaki bertubuh tinggi, kurus ganteng seperti Bumi namun bukan Bumi. Lelaki itu melihatnya tajam, mencoba untuk mengintimidasi namun tidak berlaku.
"Maaf ganggu, saya anak baru, tapi saya kebingungan arah, saya mau ke kamar mandi." Panjang lebar Rembulan menjelaskan maksud hatinya, senyumnya pun ikut lebar. Namun wajah dingin Bintang Hadimulya terpampang nyata.
"Hhmm.. belok kanan, lalu belok kanan lagi, tepat diujung koridor."
Tak ada gerakan tangan, Bintang mengoceh saja menjelaskan kepada Rembulan. Rembulan mengangguk tanda mengerti. Lalu mengucapkan terima kasih dan pergi menuju kearah yang sudah ditunjukkan Bintang.

Wajah anak-anak sekolah elit memang beda ganteng dan cantiknya. Dari tadi Rembulan seperti melihat banyak bangsawan eropa ataupun bangsawan pribumi yang cantik rupawan dan elegan. Masuk kedalam kamar mandi, berganti baju dan bersiap menghadapi kelas. Namun masalahnya sekarang ia tak tahu jalan menuju kelas XI A.

Banyak orang yang dari tadi disapanya untuk bertanya dimana arah kelas XI A, namun bukannya menjawab malah mereka menjauh, saling berbisik diantara mereka bahkan tertawa menggelitik hati. Ada apa gerangan. Apakah Rembulan mengenakan seragam yang salah hari ini. Dilihat lihatnya lagi seragamnya, tapi tidak ada yang salah. Rembulan berharap dapat bertemu lagi dengan Bintang Hadimulya walau berwajah dingin namun setidaknya ia memberikan pertolongan.

Habis waktu Rembulan untuk menemukan kelas yang ia cari. Ibu Lili sudah berada dikelas.
"Selamat pagi bu, maaf saya terlambat." Rembulan mencoba sopan untuk masuk kedalam kelas Bu Lili.
"Selamat pagi, silahkan masuk Rembulan."

Seluruh mata kelas tertuju kepada Rembulan. Gadis berkulit bersih, tidak begitu tinggi dan berambut panjang hitam nan indah. Belum lagi senyum manisnya manis bak gulali, para lelaki seakan tersihir.

"Silahkan Rembulan duduk disebelah Bumi ya." Ibu Lili menunjukkan arah bangku yang akan menjadi pusat belajarnya didalam kelas. Ia berjalan kearah bangkunya. Berjalan pelan sambil terang-terangan menatap tajam Bumi. Namun sang bumi tak jua menunjukkan tanda-tanda akan bersahabat.

Jam istirahat pun dimulai. Rembulan mencoba untuk mengajak bicara Bumi.
"Bumi, apa gak ada yang ingin lo bicarakan dengan gue ?"
Bumi mendengus kesal.
"Gak ada," jawab ketus Bumi.
"Lo gak minta maaf karena sudah buat gue terlambat karena tersesat ?"
"Kenapa gue yang minta maaf, bu Lili kan minta tolong ke gue untuk nganterin lo ke ruang perlengkapan, sudah sampaikan, ya jadi sudah selesai tugas gue." Bumi berdiri dari duduknya. Rembulan juga ikut berdiri.
"Tapi masak lo gak punya hati sih, kan lo tau gue anak baru dan gak tahu jalan."
"Gue gak mau tahu dan gue gak ada waktu ngeladenin lo."
Bumi pergi meninggalkan Rembulan yang berwajah merah memendam kesal didada.

"Hai." Sosok gadis cantik berwajah imut menyapa Rembulan. "Gue Lidya." Lidya memberikan tangannya.
"Gue Rembulan, panggil Bulan aja." Bulan menyambut tangannya dengan senang hati. Teman baru dari SMA Mulya Jaya, siapa yang gak bangga dengan itu.
"Ayok kekantin," ajak Lidya dan diiyakan oleh Bulan.

Disepanjang jalan kekantin, masih ada beberapa murid yang berbisik-bisik ketika ia lewat. Ada apa gerangan, apa yang salah dengannya. Ia ingin bertanya kepada Lidya namun diurungkan niatnya. Namun ada hal yang lebih penting untuk didengarkan. Tentang keluarga Hadimulya, Matahari Hadimulya, Bumi Hadimulya, dan Bintang Hadimulya. Bulan tak menyangka Bumi termasuk murid yang wajib dihindari ketika ingin bersekolah tenang disana.

RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang