Lidya mengantarkan Rembulan berjalan kembali ke toilet. Para murid yang masih berada dikoridor sekolah hanya bisa menjadikan mereka berdua seperti badut tontonan. Bahkan ada yang terang-terangan menertawai mereka. Lidya kembali teringat masa-masa ia pernah dipersekusi dulu.
"Apa kalian liat-liat! Gak pernah lihat orang kebasahan?" Lidya menantangi para murid yang menertawainya. Tenaga Rembulan sudah habis sedari tadi, ia sudah tidak sanggup meladeni kejahilan para murid-murid bodoh.
"Santai aja deh," jawab salah seorang diantaranya.
"Tapi lihat kalian berdua cocok banget, sama-sama murid gembel jadinya cocok," sahut lagi salah seorang murid cowok sambil disambut tawa murid yang lain. Rembulan memalingkan wajah ke Lidya, wajah Lidya sudah benar-benar marah. Tapi Rembulan pun baru tahu jika Lidya adalah murid gembel sama seperinya.Lidya mengepalkan kedua tangannya, giginya bergeretak, ia ingin sekali maju lalu melayangkan tinju kepada murid brengsek itu. Ia pun sampai berpikir, kok bisa cowok bermulut tahi seperti itu. Masalah ke guru BK itu urusan nanti, begitu pikirnya dalam hati.
Lidya berjalan satu langkah kearah murid pembully, namun Matahari sudah berada disebelahnya.
"Lagi-lagi bully," kedatangan Matahari membuyarkan kerumunan murid, yang tersisa cuma mereka yang bernyali besar.
"Apaan sih lo, jangan berlagak sok jadi ketua osis deh, masa jabatan lo itu dah lewat," jawab si murid cowok yang tadi.
"Nelson Anderas, gue udah catat nama lo, siap-siap dipanggil ke BK ya." Mendengar pernyataan Matahari, murid yang lain mundur mencari aman. Duo Matahari dan guru BK adalah double kick banget buat murid nakal disekolah itu. Kerumunan pun bubar."Cepat ke toilet, gue akan jagain kalian." Matahari menenangkan hati Lidya. Lidya membawa masuk Rembulan kedalam toilet naasnya tadi.
Bumi pun datang dan memberikan baju setelan bakti sosial tahun kemarin kepada Lidya. Diluar toilet Matahari dan Bumi menunggu. Tak lama mereka dihampiri oleh seorang murid lelaki lainnya.
"Angga." Bumi menyapa Angga yang datang mendekat.
"Ada apa nih, genting banget kelihatannya sampai-sampai ada mantan ketua osis," jawabnya malas. Matahari hanya tersenyum melihat gaya malas Angga saat mendatangi mereka.
"Jangan malas lo, ini masalah serius."
Bumi pun menceritakan apa yang terjadi. Begitu pun Matahari, ia menceritakan tindakan persekusi tadi yang dilakukan Nelson Anderas kepada Lidya dan Rembulan.
"Baik, untuk masalah Rembulan, gue akan menghubungi security agar bisa mengecek CCTV didepan toilet ini, dan untuk Nelson Anderas, bocah tai itu, akan gue laporkan ke guru BK."
"Tolong difollow up yang benar ya, ketua osis," Matahari menekankan kata-kata ketua osisnya.
"Haaa... ganggu ketentraman hidup gue aja. Okeh, kalau ada perkembangan tolong kita saling berkabar ya." Matahari dan Bumi mengangguk setuju dan Angga meninggalkan mereka yang masih menunggu.Lidya pun keluar setelah agak lama.
"Kok lama banget," tanya Bumi ke Lidya.
"Haa.. itulah makanya gue mau yang anterin Rembulan tadi keruang perlengkapan,"
"Kenapa?" tanya Bumi bingung.
"Baju Rembulan itu basah sampai kedalam," jawab Lidya tegas lalu meninggalkan mereka para bersaudara. "Jagain bentar disana." Lidya berlari kearah ruang perlengkapan. Sebenarnya ruang perlengkapan itu berkonsep seperti koperasi siswa, semua tersedia dan bisa dibeli disitu. Dan Lidya berharap, semoga Pak Joni sedang tidak berjaga siang hari itu.Tak berapa lama, Lidya datang dan bergegas masuk kedalam toilet. Bumi hanya mengamati Lidya berlari dengan kantong plastik ditangannya. Tak berselang lama, Rembulan dan Lidya pun keluar.
"Kamu gak apa-apa Bulan?" tanya Bumi
Rembulan hanya tersenyum dan mengangguk lesu. Bumi tak lagi bertanya apa-apa dan memilih untuk berjalan bersampingan dengan Rembulan. Lidya dan Matahari mengikuti dari belakang. Dan merekapun sudah sangat terlambat mengikuti pelajaran selanjutnya***
Jam pelajaran berakhir, Rembulan mulai membereskan meja untuk bersiap menonton pertandingan sparing basket Bintang. Lidya menghampiri.
"Lo mau nonton sparing basketnya Bintang ya Bulan?" tanya Lidya kepada Rembulan.
"Iya Lid," jawab Rembulan lembut.
"Ngapain lo masih mau nonton basket, mending lo balik." Bumi naik darah
"Gue udah janji ke adek lo,"
"Kan lo tadi yang kesel karena janjinya Bintang,"
"Ya tapi gue udah janji." Rembulan menuju ke belakang kelas. Ia mengambil baju basahnya tadi didalam loker siswa.
"Bener tebakan Matahari, si Bulan pasti gak bakal batalin janjinya," ujar Lidya ke Bumi.
Bumi kesal bukan karena Rembulan masih ingat dengan janjinya kepada Bintang, namun murni karena khawatir terhadap Bulan.
"Yok, gue temenin, gue juga mau mendukung Angga main basket." Baru kali ini Lidya mengucapkan nama cowok sekolah dari mulutnya. Rembulan tersenyum dan mengangguk. "Kita ke ruang klub basket yuk, kita ambil perlengkapan suporter disana," Lidya menautkan lengannya dengan lengan Rembulan dan berharap bahwa Rembulan tahu jika ia tak sendiri.Dimata Bumi timbul kekhawatiran terhadap Rembulan. Berjalan sudah gontai, wajahnya sudah muram, tapi masih saja keras kepala gak mau pulang kerumah untuk beristirahat. Bumi menuju ke kantin, membeli sebotol air mineral, sekotak jus jambu dan sebatang coklat. Ternyata Matahari sudah berada dikantin, juga membeli bekal untuk duo gadis keras kepala menonton basket.
Sesampai diruang klub basket.
"Bulan..!" teriak Lidya terdengar karena pintu tak bertutup. Bumi berlari masuk kedalam. Rembulan dan Lidya sedang duduk bersila saling berhadapan. Aksesoris bando-bando lucu, papan tulis mini dan pompom cheers tergeletak dibawah
"Ada apa?" tanya Bumi mendekati Rembulan.
Pipi Rembulan sudah dibanjiri oleh air matanya. Matanya menatap kosong kearah Lidya.
"Rembulan?" tanya Bumi sekali lagi, ia menggenggam tangan Bulan yang sudah dingin. Rembulan menoleh ke arah Bumi. Dan mulai bersuara pilu menjelaskan. Tangan Lidya berdarah, terkena cutter saat hendak membuka bungkus pompom cheers. Begitu yang Bumi artikan dari penjelasan bercampur tangisan dari Rembulan. Bumi memeluk tubuh lemas Rembulan, membiarkannya menangis dipelukkannya. Ia tak bisa berkata apa-apa, hanya pelukan hangat yang bisa ia berikan kepada Rembulan saat itu.Lidya sudah dibawa kabur oleh Matahari entah kemana. Rembulan pun sudah mulai tenang dari tangisnya. Didalam dekapan lengan Bumi yang hangat, Rembulan merasa nyaman.
"Bumi, gue capek, gue mau pulang."
Bumi tak melepas pelukannya.
"Gue anter lo pulang ya," Rembulan tidak menjawab. "Gue bawa motor hari ini," Bumi mencoba menjelaskan.
"Iya, tapi lepas dulu tangan lo."
Bumi tersenyum, merasakan Rembulan yang menggeliat ingin lepas dari pelukan erat Bumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan
RomanceRembulan, Matahari, Bumi dan Bintang. Bagaimana kisah mereka menemukan arti dari hidup mereka. Anak sekolah yang berusaha kuat menghadapi keras nya persaingan disekolah elit. Mampukah Rembulan menaklukkan tiga serigala dan sekolahnya..? Jangan lupa...