Stasiun Radio

7 4 0
                                    

Dan tiba-tiba pintu terdorong kedalam. Bumi dan Rembulan yang sedari tadi memang berdiri dibelakang pintu ikut terdorong berdekatan. Sekian detik itu terasa begitu lama jalannya. Mata jernih dan indah Rembulan bertatapan lembut dengan mata cerah Bumi. Mata Bumi lebih cerah dari pada mata Matahari. Tatapan lembut Rembulan membuat Bumi salah tingkah dan memalingkan wajah.

Seseorang diluar sana mencoba mendorong pintu lebih lebar dan mendorong kembali Bumi kepada Rembulan.

"Siapa sih?" tanya Bumi
Seorang gadis cantik masuk kedalam dengan susah payah.
"Lo An," sapa Bumi
"Ngapain lo berdiri dibelakang pintu?" Anna bertanya sambil melirik Rembulan yang sudah tersenyum dibelakang Bumi. "Lo berbuat mesum ya?" tanya polos Anna.
"Mata lo mesum!" Bumi salah tingkah.
"Tadi itu kami cuma..."
"Tadi itu gue ngajarin Bulan buat menyalakan listrik distasiun radio." Bumi memotong kalimat Rembulan. Rembulan menjadi bingung.
"Kenalin, dia anggota tim MJR yang baru, dia akan siaran pagi, namanya Rembulan." Bumi terus membuat Rembulan bingung. Tatapan melotot Bumi membuat Rembulan mengikuti alur cerita buatan Bumi.
"Hai, kenalin gue Rembulan, panggil aja Bulan."
"Halo Bulan, gue Anna." Kedua gadis belia itu pun tersenyum akrab sembari berjabat tangan. Dan Bumi masih belum menghilangkan kegugupannya.

***

Waktu berlalu dan waktunya istirahat siang pun tiba. Bulan berjalan bersama Lidya ke kantin sekolah. Bulan sudah melupakan kejadian bully yang dilakukan Rosaline dan teman-temannya kemarin. Namun tak demikian oleh Rosaline.

"Halo, anak baru," sapa Rosaline. Rembulan mengangguk lalu melajutkan mengambil jatah makan siangnya. Rembulan setengahnya tak memperdulikan Rosaline karena tepat didepan matanya hari ini menunya adalah tomyum goong kesukaannya.

"Jawab dong kalo disapa!" temannya Rosaline memanas. Rembulan akhirnya menoleh dan menyadari situasi.
"Ooh.. halo Rosaline," sapa balik Rembulan. Rembulan telah selesai memgambil jatah makan siangnya, ia mencari Lidya yang telah duduk dimeja dideretan belakang. Namun langkah Rembulan terhenti karena seseorang menarik rambutnya dari belakang. Rembulan memegang erat nampan makannya, ia berharap tomyum goongnya tidak tumpah. Masih sempat Rembulan meletakkan nampan pada meja prasmanan disebelahnya dan mencoba membalikkan badan berhadapan kearah si pembully.

"Jangan main fisik dong!" Rembulan mencoba melepaskan cengkraman tangan anak buah Rosaline.

Sesosok hangat berdiri dibelakang Rembulan. Melepaskan cengkraman tangan kasar dari rambutnya.
"Cukup sampai disini Kim," Matahari dibelakang Bulan menunjukkan kehadirannya. Kimberly merasa takut lalu mundur ke belakang Rosaline. Pupil mata Rosaline tampak gemetar, ia tak mengira bahwa mantan ketua osis akan mengambil sikap.
"Ini kejadian terakhir ya Rosaline, besok-besok jangan ada lagi yang seperti ini." Senyuman manis Matahari membuat Rosaline bergidik ngeri. Rosaline tahu benar, kalau ini dilanjutkan maka akan ada malapetaka menghampiri Rosaline.

Senyuman dingin Matahari begitu mengintimidasi orang-orang. Pernah suatu hari, teman seangkatan Matahari, Antoni, mencoba mencari ribut dengan Matahari hanya gara-gara tidak suka dilarang merokok diarea sekolah. Tinju mentah melayang kewajah Matahari yang tampan. Matahari tidak membalasnya, namun hanya memberikan senyuman dingin. Keesokan harinya, tersebar foto-foto pelecehan seksual Antoni kepada seorang wanita yang diblur wajahnya dimading sekolah. Sekolah heboh saat itu, nasib Antoni berakhir dengan dikeluarkan dari sekolah.

"Are you okay Bulan?" tanya Matahari lembut.
"Saya gak apa-apa Kak," jawab Rembulan sembari merapikan rambutnya.
"Kamu makan dimeja mana?" Matahari sudah mengangkat nampan makan siang Rembulan.
"Disebelah sana Kak, bersama Lidya." Rembulan menunjuk kearah Lidya yang sudah berdiri diam terpaku menatap sahabatnya yang dibully tadi.

Matahari berjalan lebih dulu sambil membawakan nampan makan siang Rembulan. Kantin terdengar sunyi. Semua mata tertuju pada Matahari dan Rembulan dibelakangnya. Rembulan duduk dikursinya dengan perlahan. Lidya menggenggam tangan Rembulan dengan penuh khawatir dan Rembulan malah mencoba menenangkan Lidya.

Tak lama Matahari kembali dengan membawa dua bungkus roti bersama segelas teh hangat. Rembulan terhenyak mengetahui ternyata sosok Matahari yang gaul, mau menikmati roti kampung dengan cara yang kampung juga.

Lidya mengangguk menghormati Matahari namun kembali melanjutkan makan siangnya.
"Kakak gak makan nasi?" tanya Rembulan
"Hari dingin gini, makan roti pakai segelas air hangat juga asik kan," jawab santai Matahari sambil merobek rotinya.
"Pakai kopi enak juga Kak," sahut Rembulan lagi.
"Aku gak bisa minum kopi, asam lambung langsung naik."

Lidya terbatuk-batuk. Sejak kapan Matahari tidak bisa minum kopi, tapi hampir setiap hari ia mampir ke coffee shop milik keluarga Lidya. Lidya menoleh kearah Matahari yang ternyata sudah tersenyum melihatnya.

Bumi mendengus kesal, berdiri lama didepan pintu kelas. Sosok Rembulan yang ditunggu akhirnya muncul bersama Lidya.

"Darimana aja sih?" tanya sewot Bumi
"Dari perpustakaan," jawab santai Rembulan
"Cepet ke stasiun radio, banyak yang harus gue jelasin." Bumi kesal dan berjalan cepat meninggalkan Rembulan dibelakangnya.

Rembulan meninggalkan Lidya didepan pintu dan berjalan mengikuti Bumi didepannya. Langkah kaki Bumi yang lebar dan cepat membuat Rembulan memerlukan kalori ekstra untuk mengimbangi Bumi. Bumi berhenti mendadak tepat didepan pintu stasiun radio. Kali ini Rembulan menabrak punggung Bumi.

"Lo tu ya, ditungguin dari tadi, kenapa gak ke stasiun tadi?" semprot Bumi
"Emangnya ada apa?" tanya Rembulan polos tidak mengerti
Bumi makin mendengus kesal lalu membuka pintu stasiun radio.

Kali ini ruangan stasiun sudah terang bendenrang tidak seperti tadi pagi. Baru tampak jelas benda-benda yang ada didalamnya. Ada ruangan siaran lengkap dengan peralatan didalamnya dan terpisah oleh sekat kaca diluarnya. Sebuah meja dan kursi kerja didinding sebelah kiri dan deretan sofa empuk disebelah kanan.

"Lo harus tahu bagaimana cara mengoperasikan radio saat pagi hari besok, pertama nyalakan saklar dibelakang pintu ini, lalu nyalakan komputer disini dan nyalakan perangkat radio disini..."
Bumi menjelaskan detail tentang perangkat siaran radio itu. Sebenarnya Rembulan masih setengah tidak percaya dengan apa yang terjadi. Bumi seperti tahu apa yang ada dibenak Rembulan yang sedari tadi hanya mendengarkan ocehan Bumi tanpa berkata apapun.

RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang