Malam hari di the dream coffee, suasana saat itu sedang senggang. Pelanggan tampak sibuk dengan urusannya masing-masing. Namun pelanggan wanita tampak aneh, mereka berbisik-bisik sambil memperhatikan meja bundar diarah sudut kafe. Sudah duduk dikursi itu, Matahari, Bumi dan Angga. Pesona ketiganya sebagai bujangan layak diacungi jempol. Mulai dari wajah hingga fashion mereka adalah nomor 1 di kafe itu. Lidya menghampiri mereka lengkap dengan apron dibadannya.
"Mau pesan apa kakak?" tanya Lidya kepada mereka
"Huft, kakak, santai aja Lid," jawab Bumi
"Pesen apa?" tanya Lidya santai
"Caramel macchiato." Pilihan Bumi
"Caffe mocha," jawab Angga
Lidya tersungging dengan pilihan kopi teman-temannya itu. Memilih kopi yang manis akan kah membuat tingkah mereka juga manis, tanya Lidya dalam hati.
"Ok," jawab Lidya dan meninggalkan meja pelanggan.
"Gue belom jawab mau pesen apa," teriak Matahari.
"Udah, untuk lo jasmin tea aja," sahut Lidya.Hari ini pertemuan penting ketiganya terjadi. Angga menunjukkan video rekaman CCTV didekat pintu masuk toilet. Semua orang yang keluar masuk toilet terlihat dilayar tabletnya. Rembulan masuk ketoilet, tak lama Rosaline dan teman-temannya masuk kedalam toilet. Namun Rosaline keluar lebih dulu dari Kimberly dan yang lainnya. Dan dari CCTV, bisa diperhitungkan bahwa hanya tinggal Rosianne dan teman-temannya yang berada diwaktu yang sama dengan Rembulan.
"See? Sudah langsung dapet kan siapa yang jadi tersangka," sahut Angga menyudahi video ditabletnya.
"Rosaline lagi." Matahari menyandarkan dirinya pada kursi kafe.
"Apa yang mereka cari dari Bulan?" Bumi tampak tak habis pikir.
"I dont know, yang jelas bukti ini akan gue bawa ke guru BK, kabar selanjutnya akan gue kasih tahu nanti."Lidya datang membawa dua cangkir kopi dan satu cangkir teh dinampannya.
"Ini, silahkan."Matahari memandangi Lidya lekat-lekat. Angga pun baru sadar bahwa Lidya ternyata cukup cantik.
"Baru tahu gue, kalo lo pakai baju seragam dan pakai apron gitu lo jadi kelihatan cantik." Angga mencoba menggombali Lidya. Matahari ternganga tak percaya, ketua osis bisa setidak berwibawanya seperti ini. Bumi terlihat tidak peduli.
"Terima kasih." Lidya mencoba tersenyum kaku.
"Mau coba pacaran sama gue gak?" Permintaan tak terduga dari Angga.
"Dasar laki-laki gila," umpat Lidya dan pergi meninggalkan mereka.
Matahari tersenyum puas. Yah, siapa pun yang bisa menaklukan singa betina itu ia pastilah sosok pria yang tangguh.Bumi menikmati kopinya. Wangi vanila, manis gula karamel, sedikit pahit espresso, Bumi teringat Rembulan. Paras manisnya, pesona yang ngangenin seperti vanila, dan menyebalkan seperti pahitnya espresso.
Bumi berdiri hendak meninggalkan rekan-rekannya.
"Mau kemana?" tanya Matahari
"Mau lihat Bulan."
"Oo.. oke.." sahut Angga.***
Bumi melajukan mobilnya menuju ruko Rembulan. Ia sangat menggebu-gebu malam itu. Ada apa dengannya malam itu, ia pun tak tahu. Yang ia mengerti adalah ia ingin sekali melihat wajah Rembulan.
Bumi berhenti tepat didepan ruko, lagi-lagi hari ini ia tak bisa mendapatkan nomor handphone Rembulan. Bumi masuk ketoko, dan disambut oleh Mentari yang sedang berberes.
"Permisi," sapa Bumi sopan.
"Oohh.. Halo, mau beli roti apa?" sapa balik Mentari ramah
"Maaf saya gak beli roti, saya mau bertemu Rembulan." Bumi terlihat gugup.
"Oohh.. Rembulan.. Ini siapa?"
"Saya Bumi."
"Ahh.. Nak Bumi, tunggu sebentar." Mentari meraih telpon dimeja kasir dan sepertinya menelpon Rembulan yang berada dirumah atas.Bumi melihat-lihat isi etalase toko roti itu. Tidak terlalu besar, tidak juga terlihat mewah, toko roti sederhana dengan wangi khas roti didalamnya. Tak ada kursi dan meja untuk tamu yang ingin menikmati roti disana. Hanya ada etalase roti panjang selebar ruko nya.
Bumi menunggu diluar ruko. Tak lama Rembulan datang. Dengan rambutnya yang terurai agak basah, baju rumahan bercelana panjang dilengkapi dengan jaket diatasnya.
"Bumi, ngapain kesini?" Rembulan terdengar kehabisan nafas. Sepertinya ia setengah berlari untuk bisa menghampiri Bumi. Bumi mencium aroma lembut vanila dari angin yang dibawa Rembulan. Tepat seperi aroma yang diingat Bumi.
"Ehemm.. besok pagi, bawa proposal untuk persiapan ulang tahun sekolah kita."
"Haaah..?" Rembulan kebingungan
"Iya, jadi kamu buat proposal untuk acara yang akan menjadi persembahan dari radio sekolah kita."
"Besok?"
"Iya." Bumi memalingkan wajahnya.Rembulan cemberut, tak terbayang dibenaknya Bumi tiba-tiba muncul diruko. Jantungnya berdegup tak menyangka akan mendapat kejutan seperti ini. Tapi jantungnya seakan runtuh lagi begitu mendengar kenyataan yang disampaikan Bumi.
"Ketik nomor handphone lo disini, payah banget gue." Bumi menyodorkan handphonenya. Rembulan bertambah kesal. Ia meraih ponsel Bumi dengan kasar, mengetikkan nomor handphonenya lalu mengembalikannya lagi. Kalau dipikir-pikir, kenapa ia tidak meminta nomor ponsel Rembulan kepada Lidya. Memikirkan itu jantung Rembulan kembali berdegup.
Bumi salah tingkah, bukan begitu maksud kedatangan Bumi. Bumi mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Kamu baru selesai mandi?"
"Iya, kenapa?" Rembulan menjawab dengan ketus.
Tangan Bumi menyentuh rambut setengah basah Rembulan. Belaian tangannya terasa sangat lembut menyentuh hingga ke sanubari. Ada dorongan yang kuat untuk mengelus kepalanya, memeluk tubuhnya dan mengisap aromanya. Bumi bingung dari mana hasrat seperti itu terbentuk.
"Jangan mandi malem-malem, nanti lo cepet rematik."
"Cepet jompo maksud lo?"
Bumi tertawa dan membuyarkan hasratnya sendiri.***
Di the dream coffee, Matahari masih duduk sendiri dimeja pelanggan. Angga sudah pulang dari tadi setelah permintaan konyolnya ditolak mentah-mentah oleh Lidya. Lidya bingung dengan gaya pendekatan Matahari. Matahari hanya datang, sekedar melihat-lihat, lalu pulang. Seperti itu dikafe seperti itu pula diperpustakaan. Matahari datang, duduk membaca buku didepan Lidya lalu saat jam istirahat selesai maka berakhir juga kebersamaan mereka.
"Gak pulang?" Lidya menghampiri Matahari
"Nungguin lo."
"Kenapa ditungguin, gue bawa motor kesini."
"Gue juga, gue iringi lo dari belakang."Sebenarnya malam itu Matahari dan Bumi bertukar kendaraan, motor Bumi sekarang ditangan Matahari.
"Gak usah repot-repot, gue pulang sendiri aja."
"Bahaya Lid,"
"Udah sehari-hari gue pulang pergi kerja pakai motor, tapi alhamdulillah gak ada masalah." Lidya ketus.
"Gue pengen dekat dengan lo Lid," Matahari pasrah jika dia akan ditolak juga oleh Lidya.
"Haaah..." Lidya menghela nafas berat
"Ajak gue kencan lah, apalagi caranya." Lidya kesal bukan main. Cowok keren ini sepertinya belum pernah pacaran. Dan Matahari pun kegirangan minta ampun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan
RomanceRembulan, Matahari, Bumi dan Bintang. Bagaimana kisah mereka menemukan arti dari hidup mereka. Anak sekolah yang berusaha kuat menghadapi keras nya persaingan disekolah elit. Mampukah Rembulan menaklukkan tiga serigala dan sekolahnya..? Jangan lupa...