Hujan

6 3 0
                                    

Waktu berlalu, saatnya jam istirahat sekolah. Rembulan dan Lidya sedang duduk dikursi kantin menikmati makan siang mereka. Bintang datang menghampiri mereka.
"Hai ladies.." Bintang menaruh nampan makan siangnya dimeja dan mulai duduk didepan Rembulan. Rembulan tidak peduli dengan kedatangan Bintang. Bintang mengamati Rembulan yang sangat cantik bahkan sedang makan sekalipun.
"Lo suka dengan tumis pedas daging?" tanya Bintang ke Rembulan
"Iya, suka," jawab singkat Rembulan
"Inih, ambil tumis daging gue, untuk lo aja." Bintang menyendokkan tumis dagingnya ke nampan Rembulan. Rembulan menolak tangan Bintang.
"Lo kan atlet, lo harus makan banyak protein, gak usah kasih ke gue, lo makan aja."
"Yaa ampuun... baru kali ini gue diperhatiin sama cewek sampe ke masalah protein." Bintang seperti punya dunianya sendiri. Rembulan tercengang dan Lidya hanya tersenyum menyeringai membayangkan jika posisi dia adalah posisi Rembulan saat ini.
"Eehh.. gue menang sparing basket kemarin, berarti lo sekarang jadi pacar gue dong.."

Plaakk..
Bumi berdiri dibelakang Bintang dan menggeplak kepala tak ada isi milik Bintang. Bintang menoleh namun tak sanggup berkata apa-apa ketika dibelakangnya ternyata adalah Matahari dan Bumi.

Akhirnya mereka makan semeja berlima. Hari ini kantin lebih riuh dari sebelumnya. Telinga Rembulan mencoba mencuri dengar apa yang mereka bicarakan. Tapi untung kali ini bukan dirinya yang menjadi topik gosip dikantin. Yang Rembulan dengar adalah Kimberly dijemput pulang oleh sang ibu, setelah Kimberly berada dua jam dikantor BK. Ada yang bilang kalo Kimberly sudah kayak orang gila, keluar dari ruang BK sambil meraung berteriak-teriak. Lalu menangis dan marah kembali. Matahari dan Bumi bersikap santai sambil menikmati makan siang mereka.

Selesai makan, seperti biasa Rembulan dan Lidya menuju ke perpustakaan. Matahari dan Bumi mengikuti dari belakang. Rembulan tidak sekalipun menoleh kebelakang, juga tidak memberikan respon apapun atas obrolan mereka bertiga.

Rembulan benar-benar jengkel. Bersusah payah ia bersemedi untuk menentukan program radio yang cocok untuk hut sekolahnya, belum lagi membuat proposalnya. Bumi dengan entengnya hanya berniatkan menjahilinya saja. Sudah dibuatnya mabuk kepayang semalam, dan sekarang Rembulan sudah jatuh remuk masuk ke bumi.

***

Malam hari, Rembulan sedang dikamarnya untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah. Ia duduk diatas karpet lembut dikamar dan beralaskan meja belajar lipatnya. Ponsel Rembulan berdering. Bumi, begitu nama yang tertera diponselnya. Rembulan mengernyitkan dahinya. Dan Rembulan pun membiarkan ponselnya berdering hingga akhir.

Rembulan tidak mengerti dengan sikap Bumi kepadanya, terkadang manis namun ternyata faktanya lebih menyakiti hati. Bumi memang begitu mengganggu pikirannya beberapa hari belakang ini. Siapa yang tidak tertarik dengan Bumi, lelaki berparas ganteng keturunan Inggris dari neneknya. Apalagi jika sudah bertatapan dengan matanya yang indah. Siapapun pasti terhanyut.

Hujan pun turun dimalam hari, sejuk mulai menyelimuti udara kamarnya. Membuatnya ingin merebahkan punggung lelahnya.

Tok.. tok..
Mentari muncul dibalik pintu dan memberitahukan bahwa Bumi sudah menunggu diluar. Rembulan terhenyak, Bumi, diluar, adalah berita mencengangkan yang membuat matanya melongo.

Rembulan mengikuti Mentari keluar kamar, dan Bumi sedang berdiri menunggu diruang tamu. Bajunya basah, bahkan dari rambutnya masih menetes sisa air hujan.

"Kenapa gak duduk nak Bumi?" tanya Mentari
"Gak apa-apa tante," jawab Bumi.
Rembulan menatap Bumi heran, benar-benar heran. Bumi pasti menerobos hujan diluar sana, hari pun sudah malam dan menunjukkan pukul 10 malam. Ada apa gerangan ini, pikiran Rembulan berkecamuk.

Rembulan tersadar dari lamunannya, dan mengambilkan Bumi handuk untuknya. Namun seluruh bajunya sudah sangat basah.

"Ini baju ganti buat lo." Rembulan memberikan satu setel baju kaos.
"Baju laki-laki?" tanya Bumi heran, kenapa Rembulan menyimpan baju laki-laki dilemarinya.
"Iya, punya sepupu gue," jawab Rembulan sambil membuang muka.
"Terima kasih, dimana gue bisa berganti baju?"
"Disana ada kamar mandi." Rembulan mengantarkan Bumi hingga kedepan pintu kamar mandi.

Rembulan ingin sekali mengubur segala harapan yang ia punya terhadap Bumi. Semuanya, segala perhatiannya, pelukkannya, tatapannya. Namun kali ini ia ingin membuat Bumi merasa lebih baik usai kehujanan seperti itu namun yang ada didapur hanya mie instant.

Bumi keluar dari kamar mandi, mukanya masam.
"Ini beneran baju laki-laki?" tanyanya kepada Rembulan
Rembulan berbalik badan dan melihat Bumi dengan gelisah mengenakan setelan baju berwarna biru muda namun bergambar karakter My Melody, karakter favorit Rembulan. Rembulan tertawa tak tertahankan. Puas hati ia mentertawai Bumi. Bumi bernafas lega karena dapat melihat senyum lagi diwajah Rembulan.

Dimeja makan Bumi telah duduk rapi, dan Rembulan datang menghampirinya dengan semangkuk mie soto lengkap dengan telur dan sayurnya.
"Cuma ada mie instan untuk kamu."
"Gak apa Bulan, maaf sudah ngerepotin." Bumi melihat kearah Rembulan yang telah duduk dikursi berhadapan dengannya. "Lo gak makan?" tanyanya.
"Gak, buat lo aja."

Bumi berpindah duduk, ia memilih untuk makan disebelah Rembulan.
"Aaa.." Bumi menyuruh Rembulan untuk membuka mulutnya.
"Gak, gak, lo aja," tolak Rembulan
"Lo gak makan, gue gak makan," balas Bumi serius.
"Aaa..."
Dan akhirnya bujukan Bumi berhasil, mereka menghabiskan semangkuk mie berdua.
"Gue masih lapar Bulan,"
Rembulan memukul kesal bahu Bumi.
"Kan gue udah bilang itu untuk lo aja." Rembulan bangkit dari duduknya dan mulai memasak mie instan soto untuk kedua kalinya. Dan untuk kedua kalinya dan penuh dengan drama Bumi, mereka menghabiskan semangkuk mie berdua lagi.

Sesudah makan, mereka duduk berdua diruang tamu. Mereka duduk disofa saling bersebelahan. Rembulan sudah tidak marah lagi ke Bumi. Terlihat dari akrabnya mereka mengobrol. Apapun dibicarakan, hanya ungkapan hati keduanya saja yang tidak mereka bicarakan. Jika mata bisa berbicara, maka tak perlu mereka saling mengungkapkan cinta karena sudah sangat terbaca.

Bumi memang berencana untuk menyatakan perasaan ke Rembulan. Tapi gak bisa sekarang, Bumi ingin membuat sesuatu yang romantis, canddle light dinner mungkin dan buket bunga yang cantik. Kalau sekarang, sudah banyak menyusahkan ditambah banyak maunya pula, begitu pikir Bumi.

Bumi terus saja bercerita tentang masa kecilnya bersama ketiga saudara lelakinya. Ia pun tertawa kecil karena teringat semua kekompakan dan kejahilan mereka bertiga. Namun sekarang tak ada respon lagi dari Rembulan, apakah Bumi terlalu memonopoli obrolan. Namun saat Bumi menoleh, Rembulan sudah tertidur duduk bersandarkan sofa dan menghadap ke Bumi.

Wajah Rembulan yang tampak teduh saat tertidur membuat Bumi ingin sekali memakannya. Rambut Rembulan jatuh terkulai menutupi wajah indahnya. Bumi mulai membelai rambut Rembulan. Jika boleh berbuat nakal sedikit maka pasti ia lakukan.

RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang