Selagi sarapan, Naruto diperkenalkan secara sambil lalu kepada orang-orang yang berada di meja makan itu. Nyonya itu adalah Tsunade-hime, pemimpin klan Senju yang sekarang. Di sebelahnya adalah sang suami Kato Dan. Yang di sebelah Naruto adalah Senju Nawaki, adik dari Tsunade-hime.
Seusai sarapan, Minato membawa Naruto keluar dari rumah utama Senju. Kakashi sempat ingin mengikuti, namun urung saat mendapat kerlingan tajam dari Tsunade.
Mereka berjalan pelan menyusuri jalan yang sunyi meski di kiri kanan ada rumah. Sepertinya, distrik Senju berbeda dengan distrik lain di tengah kota. Tidak ada suara bising kendaraan berlalu-lalang. Minato menjelaskan, di dalam wilayah Senju, penduduknya lebih suka memakai sepeda atau berjalan kaki. Kendaraan bermotor biasanya dipakai saat darurat saja. Ada yang sakit, misalnya. Dan kenapa kesannya sepi? Karena masih di dekat rumah utama. Di blok lain ramai kok. Apalagi di dekat pasar.
"Kita mau kemana sih, tou-san?" tanya Naruto setelah 15 menit berjalan.
"Tou-san ingin Naru-chan menemui seseorang," jawab Minato seraya tersenyum misterius.
"Masih jauh?" Naruto bukannya lelah, hanya saja, rasanya semua kalori yang masuk tadi sudah terbakar sepenuhnya. Habis, tidak ada nasinya sih. Mana kenyang.
"Kalau lurus sebenarnya dekat kok. Tapi karena harus memutari rumah utama yang super luas ini jadi kesannya sangat jauh. Rumah utama kan luasnya satu blok sendiri," Minato terkekeh kecil melihat anaknya mangap mendengar seberapa luas rumah utama Senju.
"Jenis rumah seperti di dorama itu kan? Yang kamar dan ruang makannya sangat jauh itu? Yang habis makan bisa lapar lagi pas sampai kamar? Bagus sih untuk diet," seloroh Naruto. Minato hanya tertawa sambil mengacak surai kuning Naruto.
Setelah memasuki satu gang, mereka melalui jalanan agak mendaki dan dilanjut tangga yang tidak terlalu curam. Lho? Bukit landai kah? Dari jauh tidak terlihat.
Di ujung tangga, satu gerbang berlambang Senju menyambut mereka. Naruto mulai curiga. Ini kayaknya pemakaman deh.
Kan? Benar dugaan Naruto. Begitu mereka memasuki gerbang, aneka jenis batu nisan pun terpampang. Minato terus berjalan membimbing Naruto hingga ke bagian terdalam pemakaman, yang terpisah dari yang lain.
Mereka sampai di sekumpulan nisan yang bentuknya serupa, seperti berasal dari satu keluarga yang sama.
"Naru-chan, beri salam untuk kakek dan nenekmu," Minato menyerahkan dupa dan bunga dari dalam keranjang yang dibawanya.
"Kakek dan nenek? Tou-san seorang Senju?" tanya Naruto tidak percaya. Ini jelas lokasi makam keluarga. Hanya keturunan langsung Senju yang bisa dimakamkan disini. Itu pun pasti dibedakan antara keturunan kepala klan dan anggota keluarga yang lain. Persis seperti struktur pemakaman klan Uzumaki.
"Beri salam dulu. Ini, kakekmu. Namanya Namikaze Jiraiya. Yang ini nenekmu, Natsuhi. Mereka berdua ilmuwan militer, dua diantara 15 korban meninggal saat terjadi kebocoran gas di laboratorium di pusat pelatihan Myoboku. Saat itu tou-san baru berumur 8 tahun," Minato mengarahkan Naruto agar meletakkan bunga dan dupa di makam yang bersebelahan itu. Makam yang selain terdapat lambang Senju juga ada 1 bintang seperti bintang pangkat di militer.
"Lalu ini," Minato menuju makam lain yang lebih besar dengan nisan terbuat dari marmer. "Kakek buyutmu. Senju Tobirama. Anak kedua pemimpin klan waktu itu. Adik kandung Senju Hashirama, kakek dari Tsuna-nee dan Nawaki-chan".
Baiklah. Naruto merasa otaknya mendadak nge-hang. Hei. Dia itu tidak dobe seperti yang dibilang Uchi-kuso itu. Meski tidak sejenius Shikamaru, tetapi nilai Naruto saat ada quiz selalu bagus kok. Namun, semua informasi yang diberikan tou-sannya, terlalu berat untuk Naruto cerna sekaligus. Seperti disuruh makan ramen campur nasi dengan topping pizza. Oke, mungkin itu bukan perbandingan yang tepat. Tetapi rasanya seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiiroi Senko
FanfictionSurat tawaran beasiswa dari Konoha untuk Naruto, membuat Minato kembali mengingat kenangan menyakitkan yang dia tinggalkan disana. Minato jadi galau. Kalau beasiswa itu diterima, Minato harus balik Konoha, tapi takut dengan masa lalu yang menghantu...