10.

1K 161 13
                                    

Aku menyentak tangannya.

Kemudian langkahku juga Mas Reza langsung terhenti. Kepalaku rasanya seperti tertimpuk batu yang besar.

"What the hell are you doing?" Mas Reza berkata, wajahnya sudah merah padam. Menahan emosi.

Barusan Rex menepis tangamu Soraya. Laki-laki itu menepis tanganmu. Apa sekarang dia jijik denganku karena aku adalah mantan Narapidana?

"Soraya!" Mas Reza menegurku lagi.

Membuatku lagi-lagi tersentak.

Aku mengedipkan mataku beberapa kali kemudian menatap mata Mas Reza "Ya?"

Mas Reza berdecak dengan kencang "Lo benar-benar udah gila!"

Aku yang masih merasa terkejut dengan apa yang baru saja terjadi menggeleng "What did i do?"

Apa yang telah aku lakukan hingga Rex bereaksi seperti itu?

"Aku paham kamu sudah lama kenal dengan Ethan Widjaya. Tapi bukan berarti karena kamu kenal Ethan, kamu bisa semena-mena dengan yang lainnya,"

"Semena-mena?" Dan yang lainnya? Aku menatap mata Mas Reza sangat serius.

"Iya! You don't talk to him like that Ray. nobody can talk to him. Apa gue belum bilang?" Mas Reza berkata semakin emosi.

"Bilang... apa?"

"Even kita punya perlu, kita hanya boleh berbicara dengan Astrid, Ray. Nobody get close to him,"

"Him?"

"Rexton! Soraya! We're talking about Rexton!"  Mas Reza semakin emosi.

Rexton?

Aku mengernyitkan kedua alisku semakin bingung. Maksudku apa yang sedang berusaha disampaikan oleh Mas Reza? Aku tidak boleh berbicara dengan Rex, dan apa katanya tadi Nobody get close to him?

Apa pula itu artinya?

Apa itu artinya semua orang, termasuk Mas Reza itu sudah tahu siapa Rex?

Aku menggelengkan kepalaku tidak percaya.

Sebenarnya selama lima tahun aku di penjara apa yang telah terjadi dengan keluarga Widjaya? Apa yang terjadi dengan Rex dan dengan semua orang di dunia ini?

Apa semua orang sudah tahu kalau Rex adalah anak dari Lazuardi Widjaya. Saudara laki-laki Ethan?

"Mas Reza kenal Rex?" Adalah satu-satunya pertanyaan yang bisa keluar dari muluku.

"Siapa yang tidak kenal? Semua orang di kantor kenal siapa Rexton."

Semakin terkejut dengan perkataan Mas Reza, Aku membelalakan mataku dengan lebar. Semua orang di kantor? Maksudnya Dewi juga mengenal Rex?

"Maksudnya?"

"Tahun lalu laki-laki itu masuk ke dalam majalah Forbes Indonesia karena kepiawaiannya dalam mengelola perusahaan start up miliknya. Dan tahun ini dia mendapat predikat sebagai laki-laki yang memiliki kekayaan di atas sepuluh triliun sementara umurnya belum menginjak tiga puluh tahun. Of course kita semua, yang bekerja di bidang bisnis tahu siapa itu Rexton."

Aku tanpa sadar menahan napasku kuat-kuat selama mendengarkan atasanku ini berbicara mengenai Rex.

Benarkah itu Rex? Rexton ku yang dulu bahkan untuk bertemu dengan orang lain saja badannya sudah gemetar hebat?

Aku menggeleng lagi "Gak mungkin," bisikku seraya menutup mulutku dengan sebelah tanganku.

"Kemana saja lo selama ini? Hidup dihutan? Ditambah Soraya Kusuma... He's our boss. Pendiri The Chalmers. Our Chief Executive Officer. Dan malam ini kita berada di pestanya yang meriah untuk merayakan ekspansi perusahaan kita ke Jepang. And you dont talk to him like that, siapapun tidak boleh berbicara dengan dia kecuali Astrid. That's the rules."

Tidak mungkin!

Mas Reza dengan wajah tidak karuan terlihat mulai melangkah kesana kemari. Sebelah tangannya terangkat untuk memijat pangkal hidungnya.

"Did you- by any chance, kenal dengan Rexton. Maksud gue Rex yang sedari tadi lo dan Ethan bicarakan itu Rexton yang itu, kan? Apa gue salah tangkap?" Mas Reza semakin keras memijat pelipisnya.

"Mas," suarku tercekat.

"Bilang sama gue kalau lo betulan kenal Rexton!" Mas Reza setengah berteriak selagi melotot kepadaku ketika mengatakan itu. "Karena Demi Tuhan Ray, kalau ternyata Rex yang kalian bicarakan bukan Rex yang itu.  Barusan lo udah buat nama gue jelek."

"Aku gak-"

"Lo megang baju dia Ray!" Mas Reza membentakku. Membuatku pada detik itu juga menutup mulutku rapat-rapat.  "Lo megang baju dia, dan besok boleh jadi gue dan lo hilang pekerjaan,"

Aku memejamkan mataku sesaat. Semakin sakit dibuatnya kepala ini rasanya. Belum cukup aku dibuat terkejut dengan kemunculan Rex disini yang dirasa agak janggal, di tambah pula dengan kenyataan kalau ternyata Rex adalah pemilik The Chalmers.

Rexton... Rexton yang selama lima tahun ini kukhawatirkan itu ternyata sudah menjelma menjadi laki-laki keren yang punya segudang prestasi.

Rexton yang kupikir masih terbelenggu dengan ibunya yang tiran itu ternyata sudah keluar dari sangkarnya dan melayang bebas di udara.

Lantas kalau sudah begini, mau kemana lagi tujuan hidupku? Karena tampaknya menyelamatkan Rex sudah bukan menjadi prioritas utamaku.

Rex sudah bisa mengurus dirinya sendiri, hingga ia bisa sesukses sekarang.

"Ray," Mas Reza terdengar menjentikan jemarinya beberapa kali di depan wajahku. "Soraya!" Panggilnya lagi.

Aku membuka mataku.

"Let's end this here." Katanya. "Malam ini gue tidak bisa melanjutkannya lagi."

Aku terdiam. Tak menjawab, pun tak berusaha menanggapi perkataan Mas Reza. Kepalaku rasanya tiba-tiba kosong. Dan hatiku juga entah kenapa terasa seketika hampa.

"Let's go home. Dan kita bicarakan saja lagi besok Senin mengenai ini. Kepala gue rasanya sudah snagat penuh, dan gue gak bisa bicara dalam keadaan seperti ini," ajak Mas Reza yang tidak bisa kubantah sama sekali.

Benar.

Aku juga merasa demikian. Kepalaku rasanya sangat penuh. Menanyakan bagaimana selama lima tahun ini semua bisa berubah total. Menanyakan siapa itu Astrid. Terlebih menanyakan bagaimana ceritanya aku bisa lepas dari vonisku dari yang tadinya penjara seumur hidup menjadi hanya penjara lima tahun.

Aku menggigit bibirku cukup kuat.

Kepalaku menoleh kebelakang, ingin sekali lagi memastikan bahwa laki-laki rupawan yang sedang berdiri di sebelah Astrid itu adalah betulan Rextonku. Namun, alih-alih aku menjadi semakin ragu, melihat bagaimana wajah laki-laki terukir, melihat badannya yang walau sudah tidak bungkuk tetapi tetap sama itu, aku malah menjadi semakin yakin.

Benar, itu Rex.

Mas Reza untuk sekali lagi menjentikan jemarinya di depan wajahku guna membuatku tersadar dan kembali kebumi. Setelahnya, kami tanpa berbasa-basi lagi, pun melancarkan aksi kami yang hendak memancing, kami berjalan membelah kerumunan menuju ke arah pintu Ballroom yang begitu besar dan mewah itu untuk keluar.

Aku tak begitu memperatikan lagi bagaimana kiranya semua orang menatapku. Namun hal terakhir yang kuingat sebelum kami akhirnya pergi keluar dari ruangan megah itu adalah... tatapan mata Rex yang begitu tajam, menghunus ke arahku bagai sebilah anak panah yang ujungnya di ukir begitu runcing

***

Tadi Karyakarsa sempet gangguan, kesel mampus draftnya hilang tiga kali.

Kepala udah mumet bgt, untung akhirnya barusan bisa. Kalo enggak aku udah ngamuk-ngamuk kali

😭😭

Anyways, jangan lupa Vote dan komen.

Btw untuk yg udah baca di Karyakarsa sejauh ini kalian tim Ethan atau Rex?

Wkwkwkwk

The MisshapenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang