Badanku sepenuhnya membeku
Mulutku setengah terbuka sementara pandangku mulai terasa bergetar. Apalagi ketika Rexton- Rex melepas kembali pinggangku dan membiarkanku berdiri sendiri di hadapan Ethan, juga di samping Mas Reza.
Aku memberanikan diri untuk menoleh ke arahnya. Menatapnya lagi setelah lima tahun dia hanya ada di kepalaku.
Dia disini.
Rex disini.
Dan tampak luar biasa bugar. Wajahnya bersih tanpa bulu-bulu halus yang dulu sering menemani wajahnya. Badannya yang malam ini mengenakan setelan Tuxedo berwarna hitam legam terlihat tegap, tidak lagi bungkuk sebagaimana lima tahun lalu. Sementara tatapan matanya... Berbeda dengan tatapan matanya yang dulu terlihat sayu, malam ini tatapan matan Rex tampak berkilat begitu percaya diri.
Rex tampak seperti orang lain. Seperti laki-laki normal yang tidak punya riwayat penyakit serius. Malam ini dia jelas tampak seperti keturunan darah Widjaya yang terkenal rupawan, bukan lagi seperti aib keluarga yang disembunyikan keberadaannya.
"Menyenangkan sekali bukan?" Ethan masih tersenyum ketika bertanya kepadaku. "Reuni kecil yang mengharukan," ejeknya.
Aku menoleh lagi ke arah Ethan dengan mata terbuka lebar. Ingin sekali menyuruhnya untuk diam. Tetapi aku tak bisa berkata apa-apa karena jantungku tidak mau berhenti berdegup kencang.
Sialan. Aku tak bisa kembali fokus, karena walau tangan Rex sudah tidak lagi memegang pinggangku. Walau laki-laki itu sudah melangkah beberapa kali dari tempatku berpijak. Namun rasa hangat tangannya masih tertinggal di sana. Di pinggangku.
Ethan juga masih tak bergeming dari tempatnya, bedanya ia tidak lagi menatap saudaranya dan malah menatap ke arahku yang tidak bisa bergerak. Sementara Mas Reza, walaupun berbeda sebab, tetapi sepertinya laki-laki itu juga sama terdiamnya denganku.
Maksudku, disamping fakta kalau aku tahu sekarang aku sedang berada di tengah-tengah kakak beradik keluarga Lazuardi Widjaya yang di rahasiakan. Mas Reza pasti terkejut melihatku hampir mencekik Ethan Widjaya.
"Benar kan, perkataanku?" Ethan memiringkan sedikit kepalanya sembari melihat rambutku yang sudah tergerai "Rex pasti akan sangat membencinya,"
Membenci apa?
Rambut dan leherku?
"That's enough," suara lain menginterupsi.
Awalnya kupikir itu Rex. Tetapi setelah kudengar baik-baik lagi ternyata itu bukan suara Rex. Bukan suara Rex yang kukenali dulu ketika dia belajar berbicara denganku. Tetapi, suara perempuan.
Tegas, dengan intonasi yang begitu enak di dengar.
Membuatku yang tadinya tidak mampu menggerakan barang sedikit saja bagian tubuhku, dengan refleks menoleh. Langsung menatap perempuan itu yang barusan menjawab pertanyaan Ethan.
Rambutnya berwarna merah gelap, rahangnya tegas, hidungnya mancung seperti bukam hidung khas Indonesia. Dia dengan gaun berwarna hijau emeraldnya tampak seperti putri duyung di kartun the little mermaid.
Sangat menawan.
"We're here to celebrate the event. Bukan mau mencuri semua perhatian," Ucap perempuan itu lagi ke arah Ethan dengan tegas. "Lihat sekeliling kamu, Ethan. Semua sedang melihat kemari, jadi tolong jangan mengkompor-kompori Rex dengan hal-hal tidak penting."
Ethan tersenyum "Tidak penting?" Ia kemudian dengan jenaka mengangkat kedua tangannya seolah-olah seperti menyerah "Don't be to harsh, Astrid. Lagi pula, tanpa harus aku kompori, orang-orang juga sudah menatap ke arah Soraya." Ethan melirik ke arah Rex untuk sepersekian detik "She looks incredibly stunning tonight. Ya kan, Rex?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Misshapen
RomanceHe's misshapen. His love is misshapen. We look grossly misshapen. But i love his misshapen...