13.

916 156 15
                                    

Aku mengetuk pintunya.

Dan lansung masuk tanpa menunggu Mas Reza mempersilahkanku masuk. Bukannya apa, tetapi aku sudah tidak sanggup lagi untuk sekedar beramah tamah dengannya kalau saja benar kata Dewi, dia akan memecatku hari ini.

"Mas," aku memanggilnya. "Soal Sabtu kemarin-"

"You're a goddess," dia menjentikan jemarimya. Wajahnya terlihat sumringah, berbeda sebagaimana bayanganku dan Dewi tadi.

Dia bilang apa barusan?

"What?" Aku terbelangah menatapnya.

"We've got his deals,"

Alisku mengkerut "Who's deals?"

Mas Reza bangkit dari kursi kulit kebesarannya dan berjalan menghampiriku. Kedua bahuku dipegangnya ketika ia tiba-tiba saja mencium pipi kiriku.

"I know from the start. Kalau lo akan membawa keberuntungan," ucapnya dengan sangat bangga.

Aku membelalakan mataku selagi sekujur tubuhku membeku karena terkejut. Apa yang barusan laki-laki ini lakukan?

"Tadi malam mood gue sangat amat tidak bagus. Tadi pagi bahkan gue sudah berniat untuk melemburkan kalian semua karena takut target bulan ini gak tercapai. Tapi, barusan." Mas Reza menepuk bahuku dua kali "Barusan mukjizat telah terjadi," lanjutnya hiperbola sembari mendongak menatap langit-langit.

"Oh?" Aku menaikan kedua alisku pura-pura merasa tertarik.

Jadi, apa itu artinya semua karyawan lantai ini akan aman, Dewi tidak akan lembur, dan aku tidak jadi dipecat?

"Barusan, Duhita menelpon gue Ray. Duhita," Mas Reza menyebut nama Duhita dua kali dengan penuh penekanan seolah seperti aku tidak mendengarnya.

Who the hell is Duhita? Apa aku perlu tahu siapa Duhita?

"Lo tahu kan siapa Duhita?" tanyanya.

Aku menggeleng "Saya baru bekerja satu minggu Mas,"

"Oh Soraya si Bodoh. Kapan lo bisa belajar dari kesalahan, hm?"

Aku memaksakan senyumku. Untuk kesekian kalinya menahan kuat-kuat tanganku yang gatal ingin meninju wajahnya yang kelewat mulus itu.

"Duhita adalah tangan kanan Ethan Widjaya. Lo dengar gue? Ethan Widjaya." Mas Reza menggelengkan kepalanya kemudian bertepuk tangan sebanyak dua kali. "Apa kata gue Sabtu kemarin? Ethan pasti akhirnya mau menanam saham disini karena lo, karena malam itu lo mengobrol dengan Ethan,"

Karena aku?

Ethan Widjaya?

What is happening?

Masih ingat di benakku bagaimana laki-laki ini berteriak di depan wajahku, memakiku karena bersikap kurang ajar Sabtu kemarin. Dan sekarang dia bilang apa?

"Dan sekarang laki-laki itu sudah berada di Lobby, beruntungnya Rexton jarang ada di kantor, jadi of course dia meminta bertemu dengan gue dan tentu saja dengan lo,"

Tunggu dulu,

"Lo duluan turun ke bawah temui Ethan Widjaya, Ray. Gue akan ganti baju sebentar, karena gak mungkin kan, Ethan melihat gue dengan baju merah ini? Menjijikan,"

Tunggu dulu sebentar!

"Gimana Mas?"

"Buruan, sebelum lo berakhir gue seret sampai lobby,"

***

"Soraya," suaranya menggema di telingaku, sementara senyumnya terlihat mengintimidasi ketika akhirnya kami bertemu di salah satu ruang meeting lantai satu.

The MisshapenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang