The Chalmers Holding.
Adalah perusahaan yang saat ini namanya cukup terkenal di kalangan anak muda, bukan hanya di Indonesia saja, tetapi juga di beberapa negara di bagian Asia Tenggara. Contohnya seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darusalam. Kepopulerannya mencuat di media karena kepiawaiannya dalam mengelola beberapa situs jual beli online yang sangat efektif, belum lagi The Chalmers memiliki beberapa Mall besar yang juga ikut terkoneksi dengan situs onlinenya.
Saat ini kepopulerannya berada di tingkat teratas.
Nama perusahaan Unicorn itu melejit dalam kurun waktu kurang dari tiga tahun sejak pertama kali berdiri. Karena mampu menghipnotis kalangan anak muda untuk hanya berbelanja di situs tersebut demi memajukan UMKM bangsa. Tahun lalu, Chalmers Holdinc bahkan dinobatkan sebagai perusahaan e-commers nomer satu se Asia tenggara. Yang secara tidak langsung, membuat nama Chalmers semakin dikenal di hampir seluruh dataran Asia Tenggara. Dan juga membuat nama Indonesia ikut serta menjadi harum.
Aku menelan ludahku sedikit tidak santai begitu Dewi membawaku masuk kedalam gedung tiga puluh lantai yang berdiri tepat di pusat kota itu. Lantainya marmer berwarna krem, langit-langit lobbynya terbilang kelewat tinggi dan dipenuhi lampu-lampu kristal moderen berwarna keemasan. Mataku bahkan rasanya susah berkedip, merasa begitu takjub melihat bagaimana dunia ini sudah berkembang begitu pesat hanya dalam kurun waktu lima tahun.
Apakah aku bahkan masih berada di Jakarta?
Bahuku kananku terasa disenggol oleh Dewi, membuatku jadi mengalihkan tatapanku dari langit-langir mewah itu menjadi menatap Dewi yang pagi ini memakai setelan jumpsuit berwarna putih gading, ditemani dengan belt berwarna hitam yang bertengger di pinggang rampingnya.
"Manager gue namanya Reza, orangnya rese. Nanti kalo dia ngomong macem-macem lo iya-in aja dulu. Orangnya juga rada ngondek. Lo jangan kaget nanti, muka lo juga jangan yang ngejudge gitu ya." Peringatnya.
Aku mengangguk saja mendengar perkataan Dewi, benakku masih sedikit tidak fokus karena terpaku menatap betapa menakjubkannya gedung kantor tempat Dewi selama ini bekerja.
"Wi," panggilku.
"Ya?"
"Apa gak aneh, gue yang kaya begini bisa kerja disini?"
Dewi menggeleng. Mengerti betul dengan maksud pertangaanku barusan. "Some of us, bahkan ada yang hanya lulus smp Ray. Lo tenang aja, sistem kantor kita emang agak beda. The skills yang kita cari, bukan gelar, pun almamater lo. Jadi, kalo lo goblok, even lulusan UI sekalipun. Gak akan bisa masuk sini,"
"Tapi gue kan-"
"Lo pernah kerja sama keluarga Widjaya." Selak Dewi, sedikit bersungut. "Dan semua orang tahu, siapapun yang bekerja untuk mereka pasti bukan orang goblok. That is why, my boss wanted to meet you,"
Aku menarik napasku.
Mungkin bagi sebagian orang menganggap kalau aku adalah orang yang sangat kompeten karena bisa bekerja dengan keluarga Widjaya. Tetapi yang mereka tidak tahu adalah, aku bekerja disana bukan karena aku kompeten, tetapi karena aku mengerti dengan keadaan Rex. Aku bekerja disana mengurus salah seorang anak, cucu rahasia dari mereka yang mengidap penyakit yang sama dengan mendiang saudara laki-lakiku.
Aku bekerja disana karena aku mengerti. Bukan karena aku kompeten, lebih-lebih berpengalaman. Belum lagi, lima tahun terakhir aku dituduh yang tidak-tidak oleh keluarga itu.
Apa kalau mereka tahu tentang semua hal itu, aku kiranya masih bisa diterima disini?
"Udah berapa lama lo disini, Wi?" Tanyaku. Aku melirik ke arah dewi lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Misshapen
RomanceHe's misshapen. His love is misshapen. We look grossly misshapen. But i love his misshapen...