25.

797 170 32
                                    

Boo! 👻

***

Soraya.

"Kamu akan dipindahkan,"

Adalah kalimat yang terbayang di benakku sejak tadi pagi aku rapat dengan atasanku Mas Reza. Laki-laki itu berkata dengan nada paling santai bagai tak berdosa serta raut wajah yang begitu ramah.

Aku memilin kedua jemariku menjadi satu saat benda persegi dengan bahan metal itu membawaku naik ke lantai atas. Dadaku entah karena alasan apa berdenyut nyeri, belum lagi keringat dingin yang mulai menbanjiri telapak tanganku.

Aku mengerjap, menatap Mas Reza dengan pandangan cukup terkejut "Maksudnya, Mas?"

"Kamu akan di pindahkan, Soraya. Ke kantor cabang di Papua. Untuk mengurus segala keperluan disana, strategic planner, shipping, dan lain sebagainya. Nanti gue kordinasi dari sini,"

Terkejut dengan perkataan Mas Reza aku yang saat ini sedang berdiri tepat di depan meja kerjanya, membelalakan mata dengan lebar.

"Papua Mas?"

Maz Reza menarik napasnya cukup panjang, kemudian laki-laki itu berdiri dari kursi kerjanya untuk berjalan ke arahku, ia lalu menghembuskan napasnya.

"Gue juga shock tadi malem," katanya kemudian kedua tangannya menyentuh bahuku, menyiratkan tatapan prihatin. "Tapi gue bisa apa?"

Gak masuk akal!

Aku menggeleng samar "Saya bahkan belum genap satu bulan kerja di sini Mas. Gimana ceritanya saya bisa dipindahin, dan di Papua Mas!"

Mas Reza memijat alisnya samar sembari mengernyit "I know, Papua itu sangat jauh. Gue juga agak kurang setuju karena, Well... Seperti kata lo barusan belum genap sebulan lo kerja, dan Ethan Widhaya sudah terpikat. Susah melepas orang kompeten seperti lo untuk pergi dari sisi gue."

Aku mendecih pelan "Papua bukan cuman jauh Mas. Tapi antah beranta," jawabku hiperbola.

Padahal sesungguhnya kalau boleh jujur apa hak ku menilai Papua seperti itu ketika aku belum pernah menginjakan kaki di sana? Boleh jadi malah Papua adalah provinsi paling indah di Indonesia.

Tetapi sungguh, ini semua bukan karena itu.

"Gue gak bisa berbuat apa-apa, Ray. Keputusan pemindahaan lo itu datangnya dari atas. Kalau gue maksa nahan lo, karir gue yang dipertaruhkan. Lo mengerti, kan?" Mas Reza berusaha memberikan pengertian untukku. "Selama lo disana nanti, lo juga masih di bawah pengawasan gue. Lo tetap anak gue,"

Aku mengusap wajahku gusar, luapan emosi rasanya bisa begitu saja meledak dalam hitungan detik.

"Kapan Mas? Kapan pemindahan saya?"

"Minggu depan Ray. Lo tahu kan sistem kerja di The Chalmers itu tidak pernah bertele-tele? Semakin cepat semakin baik,"

Sialan!

"Gak bisa Mas," aku mendengus tertahan "Papua terlalu-"

"Think about it this way," Mas Reza menyelakku, sebelah tangannya masih memegang bahuku "Biaya hidup di Papua sana itu sangat besar. Dengar-dengar katanya lima ribu rupiah itu sama dengan lima puluh ribu. It means... Gaji lo di sana boleh jadi bisa tiga kali lipat dari gaji lo disini,"

"..."

"Itu artinya juga, setahun lo kerja di sana. Tabungan lo pasti sudah menggendut," lanjut Mas Reza, berharap aku bisa terhibur dengan kata-katanta.

The MisshapenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang