Ketika mereka kembali, waktu sudah lebih dari pukul sepuluh pagi, artinya Prince sudah ada di rumah saat itu. Suasananya begitu hangat melihat anak itu menyambut antusias kedatangan mereka, khususnya pada Jerella. Meski pria itu Ayahnya, dalam hidup terkadang orang asing lebih dianggap seperti keluarga.
"Prince, biarkan Bundamu bersih-bersih diri dulu. Kita tunggu di bawah."
Victor ikut menyusul ke kamar gadis itu. Mengajak putranya untuk lepas sesaat darinya setelah sejak Jerella kembali, dia tak juga mau menjauh. Entah apa karena anak itu takut, jika pengasuhnya itu akan pergi lagi tanpa bilang kepadanya, karena itu dia terus saja menempel.
"Bunda akan pergi lagi?"
"Dia tidak akan kemana-mana. Biarkan dia berganti pakaian. Kita tunggu Bunda di bawah, hm? Bundamu juga pasti lapar karena belum makan sejak pagi."
Prince menghela nafas. "Baiklah. Bunda nanti menyusul ke bawah ya?" Jerella mengangguk, lalu anak itu dan ayahnya pun turun membuat Jerella punya waktu untuk dirinya sendiri.
.....
"Su-sudah cukup."
Isi piring Jerella telah penuh oleh makanan yang disendokan Prince. Anak itu dengan baik melayaninya hari ini, padahal itu hal yang biasa ia lakukan kepadanya. Bahkan Jerella merasa, hari ini anak itu bersikap sedikit lebih berbeda entah kenapa.
"Makan lah Bunda."
"Terimakasih. Tapi ini terlalu banyak."
"Itu bahkan belum seperenam dari kasih sayangku pada Bunda."
"Kau membandingkan kasih sayang dengan makanan?" Jerella mendecak kecil. "Itu tidak sebanding Prince, karena sebanyak apapun kasih sayangmu, Bunda tidak akan merasa kenyang. Berbeda dengan makanan."
Prince tersenyum. "Tapi jika Bunda sayang padaku, Bunda harus banyak makan. Aku tidak ingin sampai Bunda sakit karena kurangnya nutrisi. Aku tidak ingin Ayah dan Bunda meninggalkanku. Kita harus terus bersama seperti ini."
Victor memperhatikan mereka dan harapan Prince yang terlihat jelas di mata. Tiba-tiba, raut wajah itu berubah cemas dengan kilatan sendu.
"Dan entah kenapa, aku merasa Bunda akan meninggalkanku. Aku benar-benar merasa takut sejak pagi," lirihnya yang membuat dua orang dewasa di sana terdiam. "Jangan pergi tanpa pamit dulu padaku seperti ini. Aku benar-benar takut Bunda akan meninggalkanku selamanya."
Saat ibunya meninggal dia masih kecil. Tetapi sepertinya itu sangat berdampak. Dan ia tidak mau sampai merasakannya lagi, karena itu akan melukainya lebih dalam.
"Kenapa Bunda diam?"
Jerella kebingungan menjawab terlebih ia sudah merasa, mungkin itu lah yang akan terjadi. Ia akan meninggalkan Prince. Akan pergi dari rumah ini. Walau bukan inginnya yang meminta, tapi karena kehendak semesta ini kepadanya yang kejam.
Diamnya Jerella membuat Victor mengerti dan ia merasa sesak karena itu. Hanya tersisa sedikit waktu sebelum akhirnya akan berakhir, atau kembali baik. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya.
"Prince!"
Victor mengambil alih pembicaraan. Mata anak itu seketika menatapnya.
"Kita sedang makan. Habiskan lah dulu makananmu, baru kembali mengobrol," tegasnya membuat anak itu tak berkutik.
"Baik, Ayah."
.....
Setelah Prince tidur siang, Jerella dan Victor berkumpul di halaman belakang sambil duduk berhadapan di kursi kayu. Ia merasa bosan dan Jerella juga tidak tahu harus melakukan apa, sehingga itu bisa menjadi alasan mereka bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jerella
Fanfiction[Completed]. ... Victor menyadari, jika dia telah jatuh cinta pada pengasuh putranya sendiri. Namanya Jerella. Gadis baik dengan pola pikirnya yang dewasa, karena itu dalam sesaat Victor mampu terkagum kepadanya. Namun ketika satu persatu rahasia te...