PROLOG

276 34 16
                                    

Semua orang membutuhkan air, tapi tidak semua orang menyukai hujan.

{===}

"Air sama hujan itu sama, sama-sama air. Apa coba yang bikin kedua itu beda?"

"Manusia akan mati kalau gak ada air, tapi manusia gak akan mati kalau gak ada hujan, asalkan ada air. Dan kamu, kamu itu ibarat---"

"Ibarat air, yang akan selalu diperlukan buat melengkapi hidup kamu. Iya, kan?"

Renjana tertegun, karena apa yang dibilang oleh Reygatha itu 100% benar. Yang lelaki segera menarik tubuh yang perempuan untuk didekapnya. Suara tawa membuat pipi Renjana semakin merona. Ah, malam itu benar-benar malam yang indah bagi mereka.

"Sekarang iya," ujar Renjana seraya meregangkan pelukan keduanya.

"Kalau dulu?"

"Ibarat hujan. Aku butuh kamu, tapi aku gak suka dengan cara hadir kamu di hidup aku."

Lagi, yang laki-laki justru tertawa. Jemarinya terangkat untuk mencubit gemas pipi berisi milik Renjana.

"Sakit," keluhnya seraya menjauhkan jemari itu.

Reygatha tersenyum, ia bawa kedua tangan Renjana untuk digenggam. "Maaf ya, aku dulu emang nyebelin banget. Tapi akhirnya kamu tahu kan, aku lakuin itu karena apa? karena aku pengen dapetin atensi kamu."

Kali ini Renjana ikut tersenyum, "Makasih ya, kamu udah sabar nungguin aku sadar sama perasaan kamu."

"Gak pa-pa, untuk mencapai suatu keinginan kan memang diperlukan proses."

"Tapi aku bikin proses kamu jadi lama."

"Gak pa-pa, yang penting hasil akhirnya memuaskan, soalnya dapetin kamu lebih susah daripada dapetin nilai seratus di pelajaran matematika. Kamu satu-satunya perempuan yang lulus dari penilaian Bunda."

Renjana terkekeh mendengar kalimat akhir yang diucapkan oleh Reygatha, "Kamu juga jadi satu-satunya yang lolos ospek keempat abang aku."

"Kita sama-sama berjuang buat memiliki satu sama lain. Aku harap, perjuangan kita gak bakal hancur sia-sia."

"Ayo kita sama-sama berusaha sampai akhir, Rey."

Hujan Tak Bertuan (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang