Kegiatan ekstrakurikuler pramuka wajib baru saja selesai. Renjana dan Jenaya berjalan berdampingan, dengan tangan Jenaya yang melingkar di lengan Renjana. Keduanya tengah menuju ke kelas untuk mengambil tasnya.
"Ren, gimana kalau kita main dulu?" Ajak Jenaya.
"Ke mana?"
"Kita foto studio yuk!"
"Foto studio, ya.." Renjana menjeda, sedikit bingung memberikan jawaban yang sekiranya tidak membuat temannya kecewa. Masalahnya, Renjana ini paling anti dengan yang namanya kamera. Tapi melihat raut wajah antusias milik Jenaya, Renjana mau tak mau menganggukkan kepalanya. "Boleh, deh,"
Jenaya bersorak riang, ia segera memeluk Renjana. "Aaaaaa seneng banget akhirnya gue punya foto berdua sama Renaaa!"
Renjana tersenyum tipis, ia pasrah saja meski tubuhnya didekap erat.
"Aya, yuk pulang."
Sebuah suara menginterupsi, memutus adegan berpelukan yang begitu terlihat nyaman. Jenaya yang mendapati presensi Sang kekasih, Sadipta Argani, praktis menepuk jidatnya. Ia lupa kalau dirinya sudah lebih dulu memiliki janji dengan Dipta.
"Astaga, lupa! Duh, gimana ya," ia bergerak gelisah. Di satu sisi ia rindu menghabiskan waktu bersama Dipta, tapi satu sisi lainnya ia sangat ingin bermain bersama Renjana. Mengingat temannya itu susah diajak bermain, hal ini menjadi momen yang tidak boleh terlewatkan.
"Kamu mau main sama Renjana?" tanya Dipta.
"Iya, aku lupa udah ada janji sama kamu," jawab Jenaya melemah.
"Kalau kamu udah ada janji sama Dipta, kita bisa kok di lain waktu," Renjana bersuara.
Jenaya menggeleng ribut, "Enggak, enggak! Ini tuh kesempatan emas! Kapan lagi kita bisa main bareng?"
"Ya udah ambil jalan simple aja, kita main bertiga," Jenaya tersenyum lebar begitu mendengar usul dari Dipta.
"Ihhh pinternya pacarkuuu!"
Dipta terkekeh, lantas mengusap lembut pucuk kepala Jenaya. "Lucunya pacarku. Ya udah, yuk."
Jenaya menggandeng lengan Renjana, mengajaknya untuk berjalan duluan, tetapi perempuan itu justru enggan bergerak.
"Kalian duluan aja, aku pesen ojol dulu," ujarnya kala melihat raut bingung Jenaya.
"Oh iya! Gue lupa lo gak bawa kendaraan," Jenaya menepuk pelan jidatnya. Ia kembali lesu lantaran tidak bisa berangkat bersama Jenaya.
"Gak pa-pa, Ya. Aku gak bakal lama kok, nanti kita ketemuan di sana aja."
"Ya udah, kalau gitu gue tunggu sampe ojol lo dateng," ujar Jenaya.
Renjana menggeleng singkat, "Gak usah, kalian duluan aja, sekalian booking tempatnya takutnya lagi penuh."
"Beneran gak pa-pa?" tanya Jenaya memastikan.
"Iya, duluan aja," ucap Renjana seraya mendorong pelan tubuh Jenaya. "Aku beneran nyusul, ini udah mau pesen ojol, kok."
"Ya udah, kita duluan ya," Jenaya melambaikan tangannya dengan raut wajah sedikit murung, ia lantas menggandeng lengan Dipta begitu mereka keluar kelas.
Sementara di dalam kelas, Renjana meringis pelan. Ia segera mendudukkan dirinya di kursi, lantas meluruskan kakinya. Tadi ketika kegiatan pramuka, kakinya sempat terkilir karena terdorong-dorong oleh siswa yang lain. Ia usap lututnya yang juga sedikit memerah dan lecet. Jenaya jelas tidak mengetahuinya karena posisi keduanya yang berjauhan dan berbeda sangga. Dan tadi, luka di lutunya tertutup oleh roknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Tak Bertuan (TAMAT)
Fanfiction"Kalau diibaratkan sebagai cuaca, kita tuh lebih mirip kayak hujan." "Kenapa hujan?" "Kedatangan kita gak bisa diterima oleh semua orang, tapi peran kita paling dibutuhkan buat melengkapi hidup mereka. Kayak air sama hujan. Keduanya sama-sama berb...