EPILOG

64 9 2
                                    

"Gak kerasa ya, udah tiga tahun kamu pergi."

Dia merendahkan tubuhnya, bertekuk di samping tempat peristirahatan terakhir seseorang.

"Aku masih di sini, masih menunggu kepulangannya. Kalau aja dulu aku ikut sama kalian, pasti aku gak bakal kesepian."

Dia menggerayangi dadanya yang terasa sesak. Bulir bening lolos dari kedua matanya.

"Sayang," Tubuhnya didekap erat, menyalurkan hangat yang begitu pekat.

"Harus kemana aku pulang kalau rumah aku udah hilang?" Dia menangis hebat, menumpahkan segala kesedihannya hingga tak bersisa.

Rindu pada seseorang yang sudah menjadi milik Sang Pencipta bukan main-main beratnya. Semakin banyak hari yang dilalui, semakin besar rasa rindu menghampiri.

Kasihnya tak kunjung ditemukan. Entah bagian bumi mana yang menelannya.

"Tenangin diri kamu. Percayakan pada mereka yang sedang berusaha untuk mencari keberadaannya."

"Tiga tahun... Tiga tahun lamanya aku udah sabar."

Tubuhnya melemah. Pusing tak henti mencecarnya.

"Sayang, sadar. Kamu harus--- Astaga!" Pekikan nyaring terdengar lantang ketika darah mengalir dari hidung dia. "Kita pulang, ya. Besok ke sini lagi."

Dia memejamkan matanya ketika dirinya sudah berada dalam gendongan seseorang yang kini membawanya seraya setengah berlari. Sebelum kesadarannya benar-benar habis, dia menyempatkan untuk menyuarakan beberapa kalimat,

"Maaf Nan, aku masih belum bisa mencintai kamu. Reygatha masih menjadi pemenangnya," bisiknya tepat di telinga.

Hujan Tak Bertuan (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang