Hari ini adalah hari ketiga setelah Renjana dan Reygatha memutuskan untuk bersaing dalam hal akademik. Keduanya belum bertegur sapa, bahkan kalau Reygatha ingin membayar kas, lelaki itu menjadikan Andi sebagai perantara.
Tidak ada yang mengetahui kompetisi keduanya selain Andi dan Keenan. Sengaja, ini kan persaingan mereka, kenapa juga orang-orang harus tahu?
Dari ujung matanya, Reygatha melirik Renjana yang masih terlihat tenang mengerjakan ulangan harian pelajaran Sejarah Peminatan. Kebetulan, kursi keduanya sejajar di jajaran ke dua dari belakang, tepat bersebelahan. Terhalang oleh dua manusia yaitu Keenan dan Jenaya, teman sebangku masing-masing.
Sedari awal memperhatikan, tak sedikitpun Reygatha melihat perempuan itu menyentuh ponselnya yang tergeletak acuh di mejanya. Padahal menurutnya, ulangan hari ini cukup sulit. Atau mungkin, dirinya saja yang bodoh?
Ah, kagak-kagak. Ya kali seorang Reygatha Wiratama bodoh? Mustahil!
Mustahil, katanya. Padahal, siapa yang tahu?
"Gue akui lo pinter matematika, dan cuma di matematika."
Gumaman rendah dari Keenan membuatnya terhenyak. Ia tatap tajam sobat karib yang masih fokus mengisi kertas ulangannya. Huh, bagaimana pula laki-laki itu tahu isi pikirannya?
"Gue ini emang pinter!" Tegasnya.
"Iya, tapi cuma di matematika."
"Jancok! Harusnya lo tuh dukung gue sebagai sahabat lo. Gak guna lo."
Keenan mengangkat bahunya acuh tak acuh. "Ya lagian belagu banget. Level masih tingkat Andi kok nantangnya ke Renjana," cibirnya.
"Lo kan tau tujuan gue apaan, gimana sih?"
Lelaki itu terkekeh, ia memandang Reygatha dengan pandangan remeh. "Gue akui lo pinter matematika dan dia kurang di matematika, tapi lo pinternya beneran cuma di matematika doang, Rey. Sementara dia? Hampir menguasai seluruh mata pelajaran, kecuali matematika."
"Masih ada waktu buat meningkatkan," jawab Reygatha santai.
"Lagian kenapa ngebet banget, sih? Lo gak inget abang-abangan dia banyak?"
"Justru itu poin utamanya. Kalau gue lolos ospek, berarti gue yang paling hebat dan udah pasti bakal diterima."
"Terus aja berkhayal. Tuh liat dia udah selesai."
Reygatha mendongak, menatap Renjana yang baru saja mengumpulkan kertas ulangannya ke depan. Lelaki itu praktis melotot, tak habis pikir dengan encernya otak perempuan itu. Bahkan dirinya baru bisa menjawab lima soal dari 25 soal.
"Cih, kali ini gue biarin dia menang. Tapi besok, pasti gue yang jadi orang pertama," desis Reygatha seraya menatap Renjana penuh kebencian, apalagi begitu Renjana juga menatapnya, ia dengan cepat mengacungkan jari tengahnya.
Renjana yang melihat itu hanya melengos ke kursinya, tak menghiraukan keberadaan lelaki itu. Begitu ia duduk, ia dikejutkan dengan Jenaya yang tiba-tiba meringsut mendekatinya.
"Lo lagi deket ya sama Keenan?"
Pertanyaan itu Renjana balas dengan anggukan singkat, "Iya," katanya. Yang berhasil membuat Jenaya bereaksi heboh.
"Eh, sumpah? Sejak kapan?" Jenaya semakin merapatkan tubuhnya pada Renjana, ia betulan penasaran dengan hubungan percintaan temannya. Karena mendengar desas-desus dari Andi si lelaki penyebar gosip, katanya Renjana tidak pernah dekat dengan laki-laki. Bahkan pacaran pun tidak pernah! Jadi, kalau Renjana memang sedang dekat dengan Keenan, ini akan menjadi hal yang selalu diingatnya sebagai hal gang paling berkesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Tak Bertuan (TAMAT)
Fiksi Penggemar"Kalau diibaratkan sebagai cuaca, kita tuh lebih mirip kayak hujan." "Kenapa hujan?" "Kedatangan kita gak bisa diterima oleh semua orang, tapi peran kita paling dibutuhkan buat melengkapi hidup mereka. Kayak air sama hujan. Keduanya sama-sama berb...