Sudah nyaris satu semester anak-anak baru dari kapal ARAY membiasakan diri di kehidupan mereka di dalam asrama yang tidak kenal belas kasihan. Tidak sedikit siswa yang menjadi korban dan sasaran diruang hukuman, meninggalkan bekas-bekas luka dan goresan pada seluruh tubuh, terlebih pada punggung mereka.
Dalam rangka mengakhiri semester. Sekolah mengadakan ujian tulis maupun praktik bagi semua angkatan. Dimulai dari mata pelajaran sains seperti kimia dan fisika, mereka akan praktik di laboratorium setelah menyelesaikan ujian tulis diruang kelas. Praktik renang, lari cepat dan ketangkasan di lapangan tanah, bela diri dan panahan. Juga latihan lisan seperti membaca buku sejarah dan bahasa-bahasa asing.
Pak guru tiba di salah satu laboratorium sekolah yang menjadi ruang kelas anak-anak kelas 1.2. Anak-anak duduk rapi di kursi kayunya masing-masing. Pria dewasa berjenggot itu duduk di kursi, meletakan kayu rotan—senjata andalannya.
“Hari ini kita akan mengadakan ujian dengan menggunakan komputer di laboratorium. Sebelum kalian memulainya saya akan membacakan peraturan yang berlaku selama waktu ujian berlangsung.” Pria dewasa itu menatap seluruh antesi. Mengirimkan tatapan menegaskan. “Pertama, dilarang berdiskusi dengan teman. Jika saya melihat kecurangan sedikit saja, kalian akan langsung saya keluarkan dari kelas dan tidak ada ujian susulan. Kedua, jika kalian sudah mengerjakan maka segera keluar dari sistem setelah web menyatakan nilai kalian. Benda canggih itu akan langsung mendenteksi nilai ujian kalian sehingga kalian tidak bisa melakukan kecurangan dengan membuka hal lain selain halaman ujian. Ketiga, ujian akan di lakukan dalam satu minggu setiap mata pelajaran. Kalian pahami baik-baik setiap soal-soalnya seperti yang sudah saya jelaskan selama ini dikelas, jadi tidak ada alasan kalian untuk berdiskusi dan melakukan kecurangan.”
“Mengerti?!”
“YES, SIR!”
Ruang kelas lenggang dalam waktu kurang dari satu menit. Semua anak mulai terbiasa dengan teknologi komputer yang disediakan untuk mengerjakan soal ujian. Mereka sebelumnya sudah berlatih di kelas informatik dan menerapkannya secara praktik saat ujian datang.
Setelah jarum jam panjang bergerak ke angka dua belas pada jam tujuh tiga puluh. Guru diruangan mulai menyalakan jam alarm selama satu jam tiga puluh menit.
Lenggang. Tidak ada murid yang bersuara selama pria dengan mata berlatih itu mengawasi, menatap keseluruhan murid memberi penegasan lewat sayup matanya. Dia meletakan tongkat kayu pipih di genggamannya dibelakang punggung dengan kedua tangan. Berjalan mengelilingi setiap barisan meja.
Seorang anak yang duduk di pinggiran menatap sang guru takut-takut. Walau begitu, ragu-ragu dari balik almamater sekolahnya, ia mengeluarkan secarik kertas contekan. Meliriknya, mengamati, menulis jawaban di keyboard, sesekali menyembunyikannya saat guru melirik kearah barisan.
Disisi lain anak-anak jenius kebanyakan menjawab diluar kepala. Mereka hanya mencatat, menekan jawaban dan lanjut ke soal berikutnya. Tidak banyak yang berani melakukan kecurangan terang-terangan, tapi tidak sedikit yang diam-diam melakukan kecurangan itu. Mereka tentu akan sigap keposisi semula seolah mengerjakan soal dengan jujur.
Pria berambut cokelat itu melangkah dari belakang kelas ke barisan pojok. Ia mengamati setiap gerak-gerik siswanya. Dari penglihatan, menilai semua gerakan siswa. Dari gerakan mata, ekspresi wajah, punggung dan tentu saja suara helaan nafas mereka terbebani dengan soal yang tidak mereka kuasi selama pembelajaran berlangsung.
“Ingat. Sekolah ini adalah yang paling sempurna. Tidak ada yang pernah membuat kesempurnaan itu rusak. Karena itu, jangan pernah mendapatkan hasil yang merusak kesempurnaan di sekolah ini. Kalian mengerti,” bisik pengajar ditengah-tengah ruangan, menatap lurus kedepan.
Semua siswa meneguk saliva susah payah. Keringat dingin membasuh pelipis mereka. Atmosfer dalam ruangan sedingin kulkas raksasa. Tetapi beberapa siswa tidak menghiraukannya memilih fokus mengerjakan soal yang sangat mudah bagi mereka. Salah satunya Lucanne yang dengan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Between Him (2) [HIATUS]
Action"Kalian akan segera keluar dari penjara ini. Tenang saja," bisiknya kepada Max. Untuk menjadi seorang anggota Crost Herschel bukan hanya semata-mata karena Lucanne memiliki koneksi dari kakeknya. Ia bahkan melalui perjalanan panjang untuk sampai ke...