Bab 3 [Satu Komplek]

27 4 0
                                    

Sore itu, langit mulai menggelap. Angin dingin mulai berhembus dan menusuk kulit Ishika yang berjalan sendirian di tepi trotoar. Pergi ke angkringan di dekat rumahnya sepulang sekolah adalah kebiasaan baru bagi gadis itu. Semenjak kakaknya meninggal, Ishika lebih sering menghabiskan waktu sore disana.

"Eh Neng, mau makan kayak biasa?"

Ishika tersenyum, "Iya Bu.."

Wanita gemuk yang biasa dipanggil Bu Ijah itu langsung mengambilkan piring dan menuangkan nasi juga beberapa lauk. Sementara Ishika mengambil posisi duduk di kursi panjang, bersebelahan dengan bapak ojek yang sedang beristirahat.

"Neng.. Mau pakai usus? Sambel?"

"Pakai semua, Bu. Teh nya anget aja.."

"Oke, Neng"

Ishika menatap jalanan Bandung yang ramai dari dalam angkringan di pinggir jalan. Gadis itu menghela napas panjang. Tanpa sengaja teringat kakaknya yang selalu menjemputnya sepulang sekolah. Ishika tersenyum getir, menjadi pendiam tidak selalu bisa menyelamatkannya dari masalah. Sempat sangat menyesal tidak banyak berceloteh kepada kakaknya saat itu.

"Nih, Neng. Cepat makan, jangan kelamaan sudah mau maghrib nih.."

Ishika tersenyum, ia tau maksud Bu Ijah berkata demikian, bukan untuk mengusir tetapi lebih kearah peduli. Malam-malam di daerah sini memang kurang mengenakan. Banyak preman dan geng motor yang berkeliaran.

"Iya, Bu. Terimakasih..."

***

Selesai makan, Ishika menyebrangi jalan menuju minimarket. Lupa kalau pembalutnya sudah habis, dan dua hari lagi jadwalnya menstruasi. Tepat saat dirinya membuka pintu minimarket, tanpa sengaja seorang pria berjaket kulit menabrak bahunya. Ishika mengaduh dan menghela napas, bau mint tajam di penciumannya membuat gadis itu mendengus tak suka.

"Maaf.."

Ishika mendongak, memberanikan diri menatap si pemilik suara.

"Maaf saya gak sengaja" lanjut pria itu.

Mata coklat dan rambut comma hair yang bertabrakan dengan netranya itu membuat Ishika terbelalak kaget. Bahkan mulutnya kesulitan berbicara, lalu terbatuk pelan.

"Gak papa.."

Belum sempat berlalu, pria yang sama-sama terkejut itu menahan tangannya. Ishika hampir terjatuh kalau tangan lain dari pria itu tidak ikut memegangi bahunya. Jika saja bukan di tempat umum, gadis itu pasti mencak-mencak tak karuan saat ini. Sangat sembarangan sekali pria barusan.

"Le..lepas, Nevan!" Tajam gadis itu,

"Sebentar.." Nevan menarik Ishika keluar dari minimarket. Orang-orang yang ada di dalam sana menatap interaksi keduanya dengan aneh. Sayup-sayup terdengar seorang ibu berkomentar akan aksinya,

"Ya ampun, berantem kok di tempat umum.. ckckckck.."

***

Ishika menatap tajam pria di depannya, bersedekap sambil menghentakan salah satu kaki dengan tidak sabaran. "Cepat ngomong ada apa?"

Bukannya langsung mengatakan tujuannya menarik Ishika, Nevan malah diam dan menatap Ishika agak lama. Ketika dirasa, Ishika makin tidak nyaman, lantas tangannya bergerak, merogoh sesuatu dari saku celananya. Dengan cepat menyerahkan benda pipih berwarna orange kearah gadis itu.

"Kenapa ponsel lo?"

"Minta nomor.."

Ishika menatap pria di depannya dengan tatapan tak percaya,

Terukir Cinta Dalam Sanjungan KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang