Bab 9 [Diamnya Nevan]

12 3 0
                                    

Nevan

Gue gak bisa antar lo hari ini, gue minta maaf

Ishika menatap Nevan yang pergi dengan helm full face nya. Ia sudah duduk di dekat jendela, untuk melihat kondisi Nevan sejak lima belas menit lalu.

Usai melihat Nevan pergi, Ishika segera berjalan keluar rumah. Sebelumnya gadis itu sudah ijin untuk berangkat ke sekolah kepada Mamanya. Mengingat saat ini, Mira sedang bersiap untuk kerja di rumah Nevan, ia segera bergegas untuk berangkat.

Baru berjalan ke depan dan menutup gerbang. Dirinya berpapasan dengan Papa Nevan yang sama-sama baru keluar dari kediamannya. Pria itu menatap datar kearah Ishika, sementara gadis itu menunduk seraya melemparkan senyuman sopan. Kalau boleh, anggap saja senyuman ramah antar tetangga. Tetapi, Papa Nevan tidak memahami hal tersebut. Pria itu berjalan pergi kearah depan komplek dengan cuek, seolah-olah tidak melihat keberadaan Ishika.

Oke baiklah, Ishika tidak perlu menggubris Papa Nevan lagi. Pria itu memang tidak seramah wajahnya. Sejak kapan pula Ishika berpikir wajah Papa Nevan ramah? Alis tebal yang selalu berkerut dengan mata tajam itu memang memiliki aura bisnis dan konglommerat yang kuat. Mungkin semakin terlihat memburuk karena katanya bisnis yang dijalaninya bangkrut.

Selama berada di dalam angkot, Ishika lebih banyak melamun. Ia s merasa edikit bersalah atas kejadian kemarin. Dirinya tidak menduga kalau Nevan sampai ingin berangkat terpisah dengannya hari ini. Bisa diasumsikan kalau terjadi sesuatu yang tidak Ishika ketahui antara Nevan dan Papanya.

Ponsel Ishika bergetar, gadis itu menatap pesan dari Kalela,

Kalela

Lo gak berangkat sama Nevan?"

Ishika mengerutkan dahinya, membalas pesan Kalela dengan penuh pertanyaan.

Me

Engga, Kenapa?

Tak perlu waktu lama, bersamaan dengan turunnya Ishika dari angkot, Kalela membalas pesan dari gadis itu,

Kalela

Dia babak belur, Ka...

Ishika terbelalak kaget, segera menyebrang dan berlarian masuk kelas. Napasnya terengah ketika Giana dan Kalela menunggunya di depan pintu. Tak hanya mereka, beberapa anak lain juga nampaknya menghindar dari Nevan. Kecuali Anwar yang duduk sambil memainkan game.

Ishika menatap Nevan dengan raut wajah khawatir, kali ini wajahnya nampak lebih parah dari sebelumnya. Bolehkan kalau Ishika memberikan asumsi, kalau Papa Nevan lah yang melakukan hal ini? Ishika meringis ketika melihat lebam di sudut bibir Nevan, kemudian bagian pelipis matanya pun memerah dan membuat mata Nevan menyipit sebelah.

Ishika mendekat tanpa canggung. Berdiri di hadapan Nevan sampai pria itu mendongakkan wajahnya. "Muka lo kenapa?"

Nevan terkejut, tapi tak kunjung menjawab pertanyaan Ishika, terlihat kalau dirinya butuh waktu untuk menjelaskannya. Ishika menghela napas, duduk di depan kursi Nevan. Menyodorkan plester simpanannya lagi.

"Lo inget kan gue bilang apa waktu awal-awal kenal lo.."

Nevan masih diam tak menyahut, "Gue gak punya plester coklat, gue lebih suka yang bermotif. Kalau lo gamau pakai pemberian gue, usahain muka lo ga separah ini besok.."

Ishika langsung berdiri, meninggalkan Nevan dan duduk di kursinya. Aktivitas itu tak lepas dari penglihatan Kalela dan Giana. Mereka berdua mengikuti Ishika dan duduk di kursinya masing-masing. Meskipun sebenarnya dalam benak semua orang sedang terlempar banyak pertanyaan, apa yang terjadi pada Nevan. Baru seminggu wajah tampannya sudah rusak lagi dengan lebam di berbagai sisi.

Terukir Cinta Dalam Sanjungan KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang