Bab 4 [Wortel dan Siomay]

23 5 0
                                    

"Kamu kenapa teriak?"

Ishika terperanjat ketika mendengar suara dari arah pintu rumahnya. Seorang wanita berdaster muncul dari sana.

"Gak papa.. Cuma kaget, Ma"

"Cepat masuk dan makan, Mama mau ke rumah depan"

Ishika menghentikan pergerakan tangannya ketika hendak menutup gerbang. "Ngapain, Ma?"

Wanita bernama Mira itu menunjukkan beberapa lembar kertas. "Besok Mama mulai kerja disana... " Netra Ishika terbelalak kaget, dengan cepat tangannya menyambar kertas yang dipegang oleh Mira.

"Ma.. aku bisa kerja kok, Ma.. Jadi, Mama ga usah kerja jadi ART lagi.."

Mira menggeleng cepat. "Tugasmu cuma belajar, Ka.. Udah. Mama kalau cuma diem di rumah juga cepet capek.. Malah maunya kerja.. Kebetulan depan rumah lagi cari pembantu.. "

Ishika terdiam. Ia tidak bisa melarang Mamanya. Wanita bernama Mira itu sudah dari dulu keras kepala. Sejak papanya meninggal, mamanya sudah terbiasa bekerja menjadi ART di beberapa rumah. Belakangan ini kondisi Mama nya tidak baik, maka dari itu sempat terpikir dalam benak Ishika untuk mencari pekerjaan.

"Mau ku temani , Ma? "

Mira menggeleng seraya menepuk pundak Ishika dua kali, "Masuk saja.. Mama sudah masak sayur diatas meja.. Kamu pasti capek kan hari ini? "

Ishika tersenyum tipis. "Gak kok, Ma.. Ya udah Ishika masuk ya"

Mira mengangguk, mata Ishika terus menatap kepergian Mamanya yang pergi ke rumah depan. Rumah yang baru di tempati Nevan dengan keluarganya.

***

Ishika merebahkan diri dikasur, tentunya setelah memastikan sang mama pulang dengan selamat. Gadis itu membuka jendela, kebiasaannya ketika lelah. Matanya melirik ponsel yang berkedip. Sebuah pesan dari nomor tak dikenal muncul.

Unknown Number

'Hai'

Ishika menghela napas. Ia sudah tau siapa pengirimnya.

Me

'Ada perlu apa?'

Lantas gadis itu membuka buku pelajarannya. Baru membaca sebanyak dua halaman ponselnya kembali berkedip.

Unknown Number

'Lo tau siapa gue?'

Me

'Iya tau..'

Ishika menunggu balasan. Sengaja menahan bukunya dengan pulpen agar tidak kehilangan halaman yang sudah dia baca. Sekitar lima menit sampai akhirnya si pengirim membalas pesannya.

Unknown Number

'Oh..'

Ishika tersenyum paksa. Hidungnya mengembang, kali ini ia akan mengabaikan pesan dari orang menyebalkan itu. Ishika menghela napas lantas menggeleng dan kembali membuka bukunya.

"Gak ada kerjaan banget.." sepertinya efek menstruasi membuat moodnya naik turun lagi. Belakangan ini ia mudah kesal, seperti bukan dirinya. Berteriak sebebas itu juga baru terjadi lagi tadi. Di sekolah tidak ada yang seenak itu padanya, bersyukurlah atas keberadaan Giana di sekitarnya.

Ishika menyandarkan tubuhnya pada kursi. Lalu mendongakkan kepala, mendadak jadi penasaran apa pekerjaan orang tua Nevan? Kenapa pria itu pindah sekolah? Kenapa wajahnya babak belur begitu? Kalau dipikir-pikir, pria itu memang misterius, tapi kok orang kayak Anwar gak mau buat ajak dia gabung geng atau bergaul bersamanya. Gak mungkin kan kalau dia juga takut kayak anak lain?

Terukir Cinta Dalam Sanjungan KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang