Bab 8 [ Alasan Luka di Wajahnya]

15 4 0
                                    


"Ahhhh.. leganya.." Nevan langsung merebahkan diri di sofa Café, Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, sebentar lagi Mira juga selesai dari pekerjaannya. Ishika segera berkemas, menatap meja yang dipenuhi dua cangkir bekas kopi Nevan, beberapa piring, dan juga 3 gelas miliknya. Gadis itu meringis, entah berapa uang yang dia keluarkan hari ini.

"Kita boros banget," Keluh Ishika.

"Gak papa.. sekali-kali nyenengin tuan putri" Ujar Nevan tanpa menatap gadis di depannya.

Lantas Ishika berdecak tak suka. Pasti Nevan bilang begitu untuk menggodanya lagi, karena Ishika sangat senang diajak ke Café setelah olahraga barusan. Ralat, Nevan saja yang berolahraga. Dirinya hanya menemani sambil mengunyah siomay.

Ishika berdiri dan berjalan lebih dulu, meninggalkan Nevan dan buku-bukunya. Pria itu gelagapan, berpikir kalau Ishika marah karena ucapannya.

"Ka.. Ishika.." Panggil Nevan yang mampu membuat Ishika berhenti melangkah. Gadis itu menatap Nevan dengan sengit. Sekarang Nevan memiliki peningkatan dalam berekspresi, pria itu menunjukkan mimik muka khawatir. Biasanya dia hanya memasang mimik wajah datar, terlebih ketika berinteraksi dengan Giana dan Kalela.

"Maaf, bercanda gue keterlaluan ya?"

"Menurut lo?!"

"Emm, Iya?"

"Pakek nanya!" Ishika tidak beranjak lagi, ia diam memalingkan wajahnya.

Nevan menggaruk belakang kepalanya dan terkekeh geli. Pria itu meminta Ishika menunggu dirinya yang akan mengambil motor di parkiran Café. Siang tadi, Nevan memang sengaja membawa motor supaya Ishika tidak terlalu kelelahan kalau berjalan kaki sampai depan komplek.

Tetapi, belum sempat mencapai motornya. Terdengar panggilan dari seorang pria, yang membuat dirinya serta Ishika menoleh keasal suara. Dari arah trotoar di sebelah kanan mereka muncul seorang pria dengan raut bertanya.

"Van, ka.. kamu ngapain disini?"

Nevan terkejut, pria itu menelan ludah tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Berusaha semaksimal mungkin untuk menetralkan ekspresinya sendiri. Mendadak untuk beberapa detik menatap wajah Papanya, tubuhnya tidak bisa bergerak lagi.

"Ha..hai, Pa"

"Papa?" Tanya Ishika kaget. Gadis itu menatap pria yang mengenakan topi dan kaus hitam di sebelahnya. Kemudian, tersenyum canggung.

"Kamu ngapain?" Tanya Papa nya ulang, memberikan atensi kearah Nevan secara penuh "Pacaran? Ke Café?"

Nevan menggeleng, "Nevan habis belajar, Pa"

"Di Café?"

Ishika menangkap tekanan pertanyaan tak suka dari Papa Nevan. Ia melirik Nevan yang saat ini hanya diam dengan mata yang tidak fokus. Kalau dilihat dari gerak-geriknya, Nevan tidak nyaman dengan pertanyaan itu. Papanya pun tak melepas pandangan tajamnya sedikitpun dari Nevan.

"Ekhm.." Ishika menarik perhatian Papa Nevan, pria itu menoleh kearah Ishika dengan mimik wajah penuh penilaian. "Nevan belajar sama saya, Om. Dia dan saya satu kelas, kebetulan ada tugas Fisika.. Om bisa tanya ke Bu Tina. Beliau yang mengajar kami" Perjelas Ishika. Ia ingat cerita Kalela, kalau Nevan pertama kali berinteraksi dengan Bu Tina. Papanya pasti akan mengerti dengan ucapannya.

Tapi, pria itu tidak menjawab Ishika sedikitpun. Tensi suasana di sekitar mereka menegang seiring waktu. Nevan menghela napas, "Habis ini Nevan pulang, Pa"

Pria itu mengangguk, "Bicara sama Papa kalau sudah sampai rumah"

Nevan menjawab dengan lelah, "Iya.."

Terukir Cinta Dalam Sanjungan KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang