29

82 13 2
                                    

Sorry for typo and happy reading^•^

Jam telah menunjukkan pukul 6 sore. Irene masih belum menemukan keberadaan Sean. Ia memilih untuk kembali duduk di tempat semula. Irene mulai merasa cemas karena Sean tidak kunjung datang. Ia terus memandangi sekitar loket bianglala yang mulai sepi, berharap Sean muncul sebentar lagi.

Irene mencoba menelepon Sean, tetapi teleponnya tidak aktif. Ia mulai khawatir bahwa mungkin telah terjadi sesuatu.

"Kamu dimana Sean?"

Rasanya Irene ingin menangis saat ini, namun terhalang oleh rasa gengsinya. Jangan sampai air matanya menghapus make up yang telah susah payah ia persiapkan dari pagi-pagi.

"Hai, Irene...!" Tubuh Irene sedikit tersentak. Di depannya kini berdiri Stella dengan senyum menawan yang menghiasi bibirnya. Stella bagaikan definisi arwah cantik yang Irene temui setelah Kiel.

"Stella? Kamu kok ada di sini?" Irene memeriksa sekelilingnya. Tidak terlalu ramai, hanya beberapa orang yang berlalu lalang di sekitarnya. Pasti tidak akan ada yang menyadari jika Irene berbicara seorang diri.

"Maaf ya, apa aku mengganggu kencan kalian?" Tanya Stella dengan raut wajah tak enak hati.

Irene menggeleng pelan. "Enggak, kok! Ada apa, ya?"

"Rene, boleh aku minta tolong?" pinta Stella penuh harap.

"Tolong apa?" tanya Irene.

"Boleh aku pinjam tubuhmu sebentar saja? Ada sesuatu yang harus aku sampaikan kepada Sean."

Irene terdiam sejenak. Tatapan matanya menunjukkan keraguan, dan Stella menyadari hal itu.

"Tidak akan lama, aku janji."

Irene menghembuskan napas berat. Ia sama sekali tidak mempermasalahkan lama atau maksud Stella meminjam tubuhnya, Irene hanya merasa cemburu akan kedekatan Sean dan Stella.

Sean berlari kembali menuju wahana bianglala. Dengan tergesa-gesa, ia mencari keberadaan Irene. Saat matanya menemukan sosok mungil yang terduduk di tempat yang sama, Sean merasa lega. Gadis itu benar-benar penurut, dan Sean sangat merasa bersalah karena telah meninggalkan Irene seorang diri.

"Irene," panggilnya, yang lantas membuat gadis itu tersenyum senang.

"Kita jadi naik bianglala, kan?" ajak Irene antusias, seraya menunjukkan dua tiket yang sudah Sean beli di tangannya.

Sean mengangguk tersenyum. Namun, saat ia hendak mengusap kepala Irene, gadis itu berlari sembari mengejek Sean dengan menjulurkan lidahnya.

Sean hanya menggelengkan kepala menghadapi tingkah Irene. Beruntungnya, Irene tidak marah dan kesal karena telah ditinggalkan sendiri tanpa diberitahu ke mana Sean pergi.

Dengungan telinga tadi cukup membuat Sean khawatir. Ia berlari hendak pergi menuju kafe yang dikatakan oleh Lucifer. Bodohnya Sean, karena terlalu panik, ia baru sadar jika saat ini tengah bersama dengan Irene. Anehnya, ketika Sean kembali menuju bianglala untuk menjemput Irene, mendadak tersesat di antara banyak wahana. Padahal, bukan satu atau dua kali Sean datang ke Dufan, mengapa bisa ia tersesat?

Setelah menyerahkan tiket dan masuk ke dalam kapsul, bianglala pun mulai bergerak perlahan. Sean mengamati Irene yang begitu antusias melihat ke sekelilingnya. Langit yang mulai gelap menampilkan bulan dan bintang yang bercahaya indah di atas sana.

Time For The Moon Night : Love And SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang