Bagian 16, Menemui tiga cinta

5 1 0
                                    

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Hallo semua apa kabar?

Selamat membaca 🥰

Jangan lupa vote nya❤

🥀🥀🥀

Hari ini dan seterusnya pasti akan lebih baik lagi, jika hari ini terasa buruk jangan menyerah, kita harus merasa penasaran untuk hari esok yang akan datang.

Bagas selalu meyakinkan diri nya sendiri dengan ribuan kata agar tidak menyerah di tangan sendiri, roda kehidupan itu akan selalu berputar bukan? Kebahagiaan yang ada di depan sana pasti sedang menunggu kedatangan Bagas dan juga putri bungsunya.

Hari ini Bagas sudah rapih dengan memakai kemeja berwarna biru dan celana berwarna hitam, sangat terlihat cerah secerah cuaca hari ini, kata Yuki.

"Ayah udah siap kan?" Tanya Yuki, tangan nya dengan telaten merapihkan rambut sang ayah, ayah nya itu harus terlihat tampan ketika akan mengunjungi istri tercintanya.

"Ayah udah siap, ayah juga udah nggak sabar." Bagas tersenyum manis, entah lah hari ini dia benar-benar merasa senang dan juga grogi, seperti merasa terlempar ke masa lalu ketika dirinya akan berkencan bersama Yesi semasa pacaran.

"Ayo kita berangkat." Yuki menggandeng tangan Bagas menuju keluar rumah.

"Kita naik apa nak?" Bagas baru ingat, bahwa mereka tidak memiliki kendaraan apa pun.

"Kita cari angkutan umum aja ya?" Bagas mematung sesaat, bayang-bayang buruk itu muncul lagi ketika mendengar bahwa mereka akan naik angkot.

"Ayah tenang aja, semua bakal baik-baik aja." Ucap Yuki ketika menyadari perubahan raut wajah sang ayah, ada sedikit raut cemas dan takut. Yuki paham ayahnya itu masih menyimpan trauma yang mendalam.

"Kita nggak jalan aja? Makamnya nggak jauh banget kan?" Yuki menghembuskan nafasnya berat, benar-benar merasa sedih. Yuki memang membenci pantai sejak saat itu, tapi di sisi lain ia tidak ingin ayahnya itu memiliki trauma, ayah nya sudah cukup menderita.

"Ada Yuki ayah nggak perlu takut, kalo kita jalan nanti ayah capek, kita naik angkot aja ya?" Yuki berjalan sambil menggandeng tangan Bagas setelah mendapati ayahnya mengangguk.

Berhenti di pinggir jalan untuk beberapa menit hingga angkot yang akan mereka tumpangi datang.

"Neng mau kemana?" Sang sopir bertanya ramah.

"Saya mau ke pemakaman yang ada di komplek jalan anggrek pak." Yuki duduk dengan nyaman, tanganya tidak pernah lepas dari tautan tangan sang ayah. Bagas tersenyum sedih merasa pernah berada di situasi ini, namun hanya tujuanya lah yang berbeda. Dulu mereka menaiki angkot untuk pergi ke pantai, sedangkan sekarang bukan pantai melainkan pemakaman yang akan mereka tuju.

"Mau takjiah ke makam siapa neng pagi-pagi banget." Si sopir masih berusaha membuka obrolan agar terlihat akrab dengan penumpang karena mobil itu hanya berisi mereka bertiga.

"Ibu sama kakak saya pak." Sopir angkot itu lantas melirik ke arah Bagas yang sejak tadi hanya duduk diam dengan tatapan kosong lurus ke depan.

"Wahh pantes aja bapak rapih banget, ganteng pula." Si sopir memberi pujian karena ia tau penumpang nya itu akan berkunjung ke tempat peristirahatan istrinya.

"Saya itu buta."

Bagas tiba-tiba bersuara, Bagas tau pasti pria yang sedang duduk di kursi kemudi itu merasa aneh dengan dirinya yang buta itu.

"Ehh iya Pak, semoga cepet dapet donor mata ya." Sang sopir sedikit tersentak mendengar ucapan Bagas, Bagas hanya tersenyum mendegar jawaban canggung itu.

"Udah sampe neng." Yuki dengan sigap menuntun ayahnya turun dari mobil setelah memberikan uang ongkos.

"Terimakasih pak."

Bagas berjalan berdampingan dengan putri nya, cuaca pagi ini cukup terasa dingin sehingga Bagas mengeratkan gandengan tangannya, dan Bagas juga merasa suasana di sekitarnya nampak begitu sepi.

"Kita udah sampe ayah." Yuki memberi tau, Bagas mengangguk dan mendudukkan dirinya di samping malam Yesi dan Fauzan, tidak memperdulikan jika celananya itu akan kotor terkena tanah.

"Assalamu'alaikum sayang." Bibir Bagas tersenyum dengan begitu ceria di hadapan makan istri dan kedua putra kembar nya.

"Apa kabar?"

"Ayah kangen." Yuki ikut mendudukkan diri di antara malam Fauzan dan Fauzi, seperti biasanya Yuki dengan telaten mencabuti rumput yang tumbuh begitu subur di atas makan kedua kakak nya. Mulutnya memilih untuk bungkam sembari terus mendengarkan ocehan sang ayah untuk melepas rindu.

"Kenapa jarang dateng menemui ku?"
Bagas bertanya dengan penuh harapan mendapat jawaban, pasalnya beberapa bulan terkahir ini istri maupun putra kembar nya itu tidak pernah lagi datang ke mimpi nya, apa mereka tidak merindukannya?

"Aku sangat takut." Lirih Bagas.

"Aku benar-benar merasa takut jika kamu nggak mau ketemu sama aku lagi di dalam mimpi." Yuki tersenyum kecil ketika mendengar suara ayahnya yang sedikit bergetar, biar kan ayahnya itu menangis sebentar, supaya hati nya merasa lega.

"Apa kalian tau? Hari ini aku memakai kemeja berwarna biru, kemeja favorit mu Yesi." Bagas berkata seolah-olah sedang memamerkan pakaian yang ia kenakan saat ini.

"Itu semua karena kamu Yes, dan karena kedua putra kita. Apa pun yang terbaik bakal aku lakuin buat tiga cintaku yang saat ini jauh di atas sana."

"Ternyata hidup tanpa kamu, sosok ibu dan istri itu sangat sulit. Aku mengalami banyak kesulitan, bahkan putri bungsu kita juga sekarang merasa begitu menderita karena aku yang buta."

Bagas mulai meneteskan air matanya, padahal hari ini ia berjanji pada dirinya untuk tidak menangis di hadapan istri dan putra kembar nya, tetapi ternyata itu sangat sulit dan Bagas tidak bisa melakukan nya. Yuki juga ikut meneteskan air matanya begitu mendengar ayah nya menangis dan berucap seperti itu.

"Mereka bahkan nggak perduli lagi sama kita berdua Yes, aku benar-benar merasa sakit atas perlakuan mereka." Bagas mengadu, istrinya pasti tau siapa yang Bagas maksud, sedari dulu istrinya itu juga selalu mendapatkan penghinaan dari kedua adik nya, Sarah dan Linda.

"Apa pun kesalahan ku dan kegagalan ku selama ini, tolong maafkan dan jangan benci aku ya." Entahlah Bagas hanya merasa bahwa dirinya itu pantas di salahkan kan atas kegagalannya, ia pantas di benci dan ia pantas mendapatkan hukuman atas semua ini yang sering di sebut dengan takdir.

Setelah rumput di atas makam Fauzan dan Fauzi bersih, Yuki juga tidak lupa menabur kan bunga yang masih segar, ia juga menyiram kan sedikit air.

"Tapi aku janji sama kamu Yes, mulai sekarang aku harus lebih semangat lagi dan nggak boleh nyerah, masih ada satu alasan lagi kan buat aku bertahan di dunia ini?" Bibir Yuki tersenyum, ia tau semua ini berat untuk ayah nya, dan melihat sosok ayah yang selalu Yuki anggap hebat bersuara tidak akan menyerah ia merasa cukup bahagia. Namun di sisi lain Yuki juga sangat paham jika semua ucapan yang keluar dari mulut ayahnya itu adalah sebuah kebohongan besar.

🥀🥀🥀

Mata Untuk Ayah [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang