1. The Hope

824 79 88
                                    

Ini adalah sekuel (lanjutan) dari THE FLEUR-DE-LYS AND THE LION

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini adalah sekuel (lanjutan) dari THE FLEUR-DE-LYS AND THE LION. Anda dapat menemukannya di profile saya.

Tolong bantu VOTE (tekan bintang) jika Anda berkenan dengan cerita saya. Satu VOTE Anda sangat berarti.

Juli 2032

Lagi-lagi satu garis merah.

Leonor memandangi alat tes berwarna putih itu. Kecewa, tentu saja. Beberapa menit dia menunggu barangkali akan ada satu garis merah tambahan lagi, tapi nihil.

"Sayang, ayo cepat. Media sudah menunggu di luar." teriak Umberto, sang suami, The Prince Consort.
"Iya, sebentar." Leonor buru-buru membuang alat itu dan keluar dari toilet.

"Kenapa lama sekali?"
"Satu garis merah lagi." Leonor tak bisa menutupi wajah sedihnya.
"Hey, tidak apa-apa. Kita baru lima bulan menikah. Masih banyak waktu." sahut Umberto sambil memeluk istrinya.

Awak media sudah bersiap-siap menunggu pasangan kerajaan ini di luar istana Marivent. Setiap musim panas, keluarga kerajaan Spanyol menjalani sesi pemotretan di pulau Mallorca, tepatnya di istana Marivent.

Ibu suri Ratu Letizia dan Putri Sofia sudah menunggu mereka berdua.
"Ayo, cepat, Ratu Leonor kok lama sekali." gerutu Sofia saat kakaknya terlambat.
"Iya iya, Sofi." jawab Leonor.

Kali ini sesi pemotretan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya walaupun sama-sama terdiri dari empat orang. Kini Raja Felipe VI telah tiada dan Umberto resmi menjadi bagian dari kerajaan. Masa-masa berkabung telah selesai tapi tidak dapat dipungkiri kesedihan masih ada di wajah mereka berempat. Meskipun begitu mereka berusaha tetap profesional.

_______

"Sayang, aku ada ide. Bagaimana kalau minggu depan kita ke klinik spesialis kesuburan?" kata-kata Leonor mengalihkan Umberto dari buku yang dibacanya malam itu.
"Kamu terlalu stress, istriku. Kita di sini untuk liburan musim panas. Stress juga tidak baik untuk kesuburan."
"Tapi aku merasa ada yang salah. Entah hanya perasaanku saja." Leonor merasa bimbang.
"Baiklah, kita akan melakukannya saat sudah pulang ke Madrid. Sekarang, kita nikmati liburan dulu."
"Terima kasih, suamiku." Leonor mengecup pipi suaminya.

Tiba-tiba Umberto meletakkan buku yang dibacanya. Dia berbalik ke arah tubuh Leonor dan mencumbunya.
"Akan kubuat satu garis itu menjadi dua garis, Ratu." ucap Umberto.
"Kita buktikan di tes bulan depan." Leonor pun menyambut suaminya. Tubuh mereka bersatu malam itu.

_______

"Yang Mulia,..."
"Panggil saja Leonor, dokter. Kita di sini dokter dan pasien." Leonor merasa canggung di depan dokter Rafael, dokter spesialis kesuburan yang mereka kunjungi setibanya di Madrid. Di sampingnya, Umberto menggenggam tangannya.

"Baik. Untuk sperma, secara kualitas dan kuantitas baik. Tapi saya tetap sarankan untuk menjaga pola hidup sehat untuk mempertahankan hal itu."

"Lalu, untuk saya bagaimana?" Leonor bertanya ketika Rafael menjeda kalimatnya.
"Untuk sel telur bagus, tidak ada masalah. Tapi ada kista di tuba fallopii Anda."

Bagaikan disambar petir, pasangan itu sangat terkejut.
"Tapi ukurannya masih kecil dan kita bisa mengangkatnya dengan operasi." lanjut Rafael membesarkan hati pasangan itu.

"Benarkah itu? Kapan kita bisa mulai operasinya?" ucap Leonor yang ingin segera mengenyahkan benda itu dari dalam dirinya.
"Oh, kita harus menunggu kondisi rahim Anda stabil. Melihat periode ovulasi Anda, mungkin 2 minggu lagi. Tapi selama itu saya akan berikan obat untuk mengecilkan kista itu." jelas sang dokter.

"Syukurlah. Jadi ini bukan masalah besar kan, dokter?" Umberto memastikan sekali lagi.
"Kita lihat nanti perkembangannya setelah operasi." Dokter Rafael tidak bisa memastikan dan hanya bisa tersenyum. Pasangan itupun pulang dengan hati tak karuan.

Sepulangnya dari klinik, Leonor menemui Mercedes, asistennya.
"Ini tidak mungkin. Dua minggu lagi aku harus ke Palestina untuk misi PBB selama 3 hari."
"Anda bisa mendelegasikan Pangeran Umberto atau Putri Sofia atau Ratu Letizia."

"Aku ingin didampingi suamiku saat operasi, Merce. Mama baru saja operasi neuroma di kakinya, tidak mungkin. Apakah Sofia mau? Apakah dia ada jadwal libur kuliah?" Leonor pun bimbang.
"Ini tahun terakhir dia kuliah, dia hanya perlu menyelesaikan tesis. Saya lihat dua minggu lagi Putri Sofia ada waktu luang." jawab Mercedes sambil mengecek jadwal keluarga kerajaan.
"Baiklah, nanti akan kubicarakan dengannya."

________

"Sofia!" Leonor melambaikan tangan ke Sofia yang berenang di kolam renang. Mendengar kakaknya, Sofia pun menepi.
"Ada apa?" Tubuhnya basah dan diambilnya handuk di tepi kolam.
Leonor ikut duduk di tepi kolam dan menggenggam tangan adiknya.
"Ada yang ingin kukatakan. Ini serius."
"Kau menakutkanku, Leo. Ada apa? Tidak ada yang meninggal kan?" Sofia mulai ketakukan.

"Hahahaha. Tidak, tidak seperti itu.. Maafkan aku. Begini. Dua minggu lagi aku ada jadwal ke Gaza, Palestina, misi kemanusiaan PBB selama 3 hari. Tapi aku ada agenda lain. Maukah kamu menggantikanku? Kalau mau, nanti aku kirim detailnya ke email." Leonor menjelaskan panjang lebar.

"Ooh, kukira apa. Aku bisa. Aku sudah tidak ambil mata kuliah semester ini. Jadi lebih banyak waktu luang, tinggal tesis."
"Ok, deal ya. Kalau begitu aku masuk dulu. Nanti kukirim ke email detailnya." Leonor pun beranjak berdiri dan berjalan menuju dalam istana Zarzuela.

"Eh, omong-omong kamu ada agenda apa?" tanya Sofia.
"Aku mau operasi kista!" teriak Leonor yang sudah menjauh.
"APA????"
Dan kini ketakutan benar-benar dirasakan Sofia. Kista! Jika Leonor tidak bisa punya anak, maka dia akan menjadi ratu. Dia tidak siap.

______________

Satu hari sebelum Leonor operasi, Sofia sudah berangkat ke Palestina. Dia akan mengunjungi pembangunan di Gaza pasca persetujuan solusi dua negara. Daerah itu hancur akibat serangan Israel bertahun-tahun. Kini, sebagai negara berdaulat, Palestina mulai membangun kembali dari reruntuhan. Namun siapa sangka, dari reruntuhan itu, Sofia menemukan permata.

Laki-laki itu berwajah teduh. Umurnya terlihat lebih tua dari Sofia yang baru 25 tahun.

"Sofia." mengulurkan tangannya.
"Ahmad."

Ahmad bekerja di lembaga swadaya masyarakat untuk pembangunan desanya. Hidupnya penuh tragedi. Istri dan kedua anaknya meninggal dalam serangan Israel. Keluarganya tercerai berai. Untungnya, ibunya berhasil mengungsi ke Jerman. Saat ini, Ahmad pun menunggu visa untuk bersatu dengan ibunya.

"Mengapa kamu ingin pindah ke Jerman. Palestina mulai bangkit kembali. Mengapa kau tidak memulai hidup baru di sini saja?" tanya Sofia ketika mereka berdua berjalan di antara puing-puing bangunan.

"Saya ingin tetap di sini. Tapi tak ada siapapun yang tersisa di sini. Istri dan anak-anak saya terbunuh. Ayah saya dan kakak saya entah dimana. Hanya ibu saya yang saya tahu masih hidup." jawab Ahmad. Tak ada nada kesedihan di dalamnya. Seakan dia sudah ribuan kali menceritakan hal itu.

"Aku turut sedih. Tapi kau tahu, aku bisa membantu permohonan visamu. Lewat Spanyol saja. Jerman dan Spanyol sama-sama di Schengen Area. Setelah sampai Spanyol, kau bisa dengan mudah ke Jerman."

"Terima kasih, Yang Mulia. Tapi ada banyak orang lain di sini yang lebih butuh bantuan Anda." Ahmad menolak tawaran Sofia dengan sopan.

Akan tetapi Sofia tidak menyerah. Sofia berbalik menatap Ahmad.
"Aku tidak bercanda. Kamu mungkin tidak akan dapat kesempatan yang sama." ucap Sofia dengan serius. Ahmad balik menatapnya. Tiba-tiba jantung Sofia berdegup kencang. Apakah cinta pada pandangan pertama itu nyata?

Tolong bantu VOTE (tekan bintang) jika Anda berkenan dengan cerita saya. Satu VOTE Anda sangat berarti.

Princess Leonor : Viva La Reina! (Bahasa Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang