Dua hari setelah kembali dari Portugal ke Spanyol, Leonor terbang ke Paris. Gabrielle dan Umberto sudah menunggu di sebuah ruangan rahasia di sebuah bangunan kastil lama.
"Kau yakin ini aman?" tanya Leonor pada Umberto.
"Tenang saja. Tidak ada CCTV atau microphone tersembunyi di sini."
"Baiklah."
Leonor duduk di kursi yang disediakan. Ditatapnya Umberto dan Gabrielle secara bergantian. Perut Gabrielle sudah kelihatan membesar. Dia berusaha untuk tetap tenang.
"Kita langsung ke pokok masalahnya saja. Aku memutuskan beberapa hal.
Pertama, Umberto berkewajiban memberikan nafkah untuk anak itu 10.000 euros setiap bulan langsung masuk ke rekening Gabrielle setiap awal bulan. Inflasi menyesuaikan.
Kedua, Gabrielle tidak boleh memberikan foto/video perkembangan anak itu pada Umberto.
Ketiga, jika anak itu bertanya siapa ayahnya, Gabrielle akan menjawab bahwa ayah biologisnya adalah donor sperma anonim.
Keempat, tidak ada yang boleh tahu tentang hal ini selain kita bertiga. Hasil tes DNA dari Swiss sudah aku koordinasikan untuk dimusnahkan. Tidak boleh memberitahu orangtua kita, saudara kita, siapapun. SIAPAPUN."
"Bagaimana jika anak itu bersikeras untuk mencari tahu? Maksudku, jaman sekarang banyak tes DNA yang bisa memberi info soal sepupu jauh kita. Dia bisa menelusuri dari situ." Gabrielle memotong.
"Itu di luar kendali kita. Hal yang wajar bagi seorang manusia untuk ingin tahu tentang orangtua biologisnya. Tapi anakmu pun belum lahir. Dia baru bisa melakukan tes DNA atau apapun itu ketika dia sudah dewasa. Dan itu masih lama. Kita akan mencari solusinya nanti."
"Itu benar." timpal Umberto.
"Baiklah. Artinya kita tidak perlu berkomunikasi lagi setelah ini?"
"Tidak perlu. Uang nafkah otomatis akan masuk ke rekeningmu tanggal 1. Tidak perlu meminta. Semua otomatis, tidak ada keterlambatan."
"Maksudku, aku sudah tahu jenis kelamin anak ini. Kalian tidak ingin tahu?"
"Tidak."
"Ya."Suami istri itu menjawab berbarengan. Leonor menatap tajam pada suaminya.
"Apa salahnya untuk tahu hal itu, Leonor?" sanggah Umberto.
"Efek domino. Hari ini kau bertanya jenis kelaminnya. Lalu kau minta fotonya setelah lahir. Perkembangannya setiap tahun. Tanpa kau sadari telah tumbuh rasa sayang pada anak itu."
"Apa itu salah?" potong Umberto
"Aku belum selesai bicara."
"Maaf"
"Lalu kau menemui anak itu. Sekali. Dua kali. Bahkan lebih sering. Lalu anak itu bertanya siapa laki-laki itu? Kecurigaan anak itu akan membuat rahasia ini terbongkar!"
Umberto dan Gabrielle terdiam. Itu benar, pikir mereka.
"Sekarang silakan tanda tangan." Leonor menyodorkan dua lembar kertas pada Umberto dan Gabrielle yang memuat poin-poin perjanjian tadi. Keduanya akhirnya menandatanganinya.
"Done. Terima kasih, Gabrielle." Leonor menyalami wanita itu sembari memasukkan lembar-lembar surat perjanjian ke dalam tasnya.
Gabrielle pun beranjak dari tempat itu.
"Kau perlu taksi? Bisa aku pesankan?" Leonor menawarkan.
"Tidak, tidak usah. Aku masih bisa menyetir sendiri. Selamat tinggal." Gabrielle melambaikan tangannya.
_________________
"Leonor, jadi bagaimana dengan kita?" tanya Umberto dengan hati-hati setelah mobil Gabrielle terlihat menjauh.
"Tidak ada lagi kata "kita" di pernikahan ini. Tapi kerajaan harus menang. Kita harus terlihat sempurna di depan publik."
"Kau tidak mau memberiku kesempatan lagi?"
"Umberto, aku lelah. Benar-benar lelah." Leonor bersiap-siap untuk pergi dari tempat itu. Sopirnya sudah menunggu di depan.
Umberto menatap kepergian istrinya. Kini ia merasa kosong. Sangat kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Leonor : Viva La Reina! (Bahasa Indonesia)
Fiksi PenggemarPrincess Leonor akhirnya menjadi ratu Spanyol. Tapi apakah masa jabatannya berjalan mulus? Apakah sang adik, Infanta Sofia dapat menemukan belahan jiwanya? Bagaimana perjuangan Leonor untuk mendapatkan pewaris? Viva la Reina! adalah sekuel dari The...