Vote nggak?!
Ayo vote dulu!
.
.
.
.Barakkk...derrr..
"ADUHH!!"jeritan seseorang di balik pintu membuat Hinata berjingkat keget. Patah patah dia memutar badannya untuk melihat apa yang tengah terjadi. Bagai slow motion Hinata menganga kaget menutup mulutnya lalu berlari ke arah pintu yang terbuka kembali menampakkan Toneri yang tengah duduk sambil memegang hidungnya.
Kalo kalian tanya reaksi penghuni lain mah oh aja lah ya merka mah cuma liat doang terus lanjut sama dunianya masing masing kembali.
"Kyaaa... Ton Lo nggak papa kan?" Ucapnya sambil memapah Toneri untuk bangkit dari duduknya.
"Pen nangis tapi takut di katai banci, tapi kalo nggak nangis sakitnya nambah berkali kali"
"Cakep"
"Bukan pantun nyet"
"Lebay Lo ah. sini duduk, idung Lo nggak patah kan?"
Hinata menuntun Toneri untuk duduk di kursi kayu di sebelah pintu. Setelah membantu, dia berlari ke arah kotak p3k untuk mengambil perban Lalu kembali berlari ke arah Toneri.
"Nggak mimisan kan?" Hinata menarik tangan Toneri yang masih menutupi hidungnya lalu mengeceknya sebentar. Hidungnya terlihat baik, nggak lecet sama sekali, tapi tak pikir panjang Hinata malah memperban seluruh wajah Toneri.
"Eh njir ini ngapain di perban semua njir, lagian bukan idung yang kepentok pintu tapi jidat gw nih" ucapnya menghentikan perlakuan Hinata yang tengah memperban hampir ke seluruh wajahnya.
Hinata cengengesan membuka kembali perbannya "ya Lo nggak bilang"
"Tanggung jawab jidat gw sakit" kata Toneri menunjuk jidatnya yang tertutup rambut.
Hinata menyibak rambut poni Toneri sambil memajukan wajahnya agar lukanya terlihat jelas. Seperti yang di katakan Toneri, jidatnya memang memerah dan benjut. Hinata melepas bando ungu yang berada di kepalanya lalu memakaikannya ke kepala toneri agar rambut poninya tidak menghalangi jidatnya.
"Ini nih yang bikin gw suka enek liat kelakuan Lo, oon nya terlalu keliatan. Ngapain Lo megang idung kalo yang sakit jidat?!" Maki Hinata layaknya ibu tiri yang sedang memarahi anak asuhnya.
Hinata mengambil rambut panjangnya lalu menggosok gosokan di area jidat Toneri yang terlihat benjut. Bukannya merasa sakit, Toneri malah menatap Hinata kagum. Apakah Hinata memang secantik ini? Hidung kecil yang mancung, mata yang bersinar, bibir kecil berwarna merah natural, pipi gembul, bulu mata yang lentik, dan kulit seputih susu. Bisa di bayangkan jika Hinata malu, marah atau sedih pasti wajahnya terlihat merah. Aduh Hinata terlihat seperti peri musim semi.
Toneri menggeleng menyadarkan dirinya, mengapa dia malah mengabsen apa yang wajah Hinata miliki? Dia kembali menatap Hinata yang tengah fokus menggosokkan rambut halusnya ke jidat miliknya. Beberapa helai rambut Hinata pun terurai tepat di hadapannya, aroma lavender yang sangat mengikat. Tanpa sadar tangan toneri menarik rambut Hinata lalu menciumnya.
"Aduh!! Sakit bego!" Keluh Hinata memegang kepalanya karena rambutnya tertarik. Toneri spontan langsung melepaskannya lalu mengangkat jari telunjuk dan tengahnya meminta damai.
"Hehe maap Nat, lagian rambut Lo halus sih"
"Ya seenggaknya kalo mau megang ngomong kek, jangan asal tarik tarik"
Toneri terkekeh "emang boleh?"
"Ya nggak lah!"
Toneri menghentikan kekehannya lantas memutar bola matanya, menatap Hinata yang berdiri angkuh sambil melipat tangannya di dada. Toneri menarik paksa rambut Hinata yang menjuntai panjang di hadapannya membuat si empu terhendak ke depan. Jarak wajah mereka menipis seketika, Jika saja tangan Hinata tidak menahan tubuhnya di bahu toneri sudah di pastikan wajahnya akan bertubrukan dengan orang yang narik rambutnya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
crazy fiancé [Naruto Hinata]
Acak[one going] . "kalo Lo nggak mau Nerima lamaran ini, mending Lo minggat aja deh nar sekarang jadi gembel aja sana, nggak usah jadi anak papa" Namikaze Minato . "emang Lo bawa kresek buat ngantongin muka ayah Nat, Lo tega buat ayah nahan malu di depa...