𖥻26. TURBELENCE
___________________________Orang gila mana, orang gila mana, Sergio, lah, orang gila tersebut bahkan sebutan itu pantas disandang pemuda yang kini berada ditengah lautan manusia bergoyang lenggok menikmati musik DJ mengalun keras, pencahayaan remang-remang menemani Sergio dengan segelas minuman alkohol berkadar rendah.
Sejak kejadian diusir Mama Juwi, hidupnya bak kapal terombang-ambing diterpa badai besar. Ia kehilangan semangat gairah hidup, sering bolos mata kuliah, bermalas-malasan di apartement sembari menunggu ketidakmungkinan terjadi. Ya, pesannya dibalas Irish adalah sebuah kemustahilan yang Sergio harapkan tiap detik hidupnya.
Banyak perempuan lebih cantik dari Irish, lebih bohay badannya, lebih segalanya. Namun, semua perempuan yang mendekatinya dan didekati tidak semenarik Irish, hatinya mau Irish bukan perempuan lain.
Urat sekitar lehernya menonjol, ia longgarkan gesper lantas menyandarkan kepala dipunggung sofa sembari menikmati gemuruh panas terjebak dikerongkongannya, mata sayu tadinya setajam elang kian meredup.
"Irish ga mau kehilangan Kak Gio, jangan pergi."
"Kak Gio, Irish di sini! Tangkap kalau bisa."
Sial!
Tubuh Sergio duduk tegap, suara dan wajah Irish terekam sempurna bak kaset rusak seolah semesta menolak memisahkan dua manusia yang sulit mengerti dengan perasaan masing-masing. Sergio menarik rambut panjangnya, sungguh ia tersiksa sekarang. Alkohol tidak membuat Sergio berhasil melupakan Irish, semakin dipaksa semakin jelas pula bayangannya tinggal.
Menyedihkan.
Sergio meneguk segelas wine hingga tandas, meletak kasar, matanya ia sapu sekeliling ruangan luas memperhatikan perempuan dan laki-laki bercumbu panas, sebagian berlenggok mirip ikan - ikan yang tepar. Kesadaran Sergio belum sepenuhnya terkumpul meski ia tidak banyak minum hari ini tetapi kewarasannya terenggut, ketika berdiri badannya terjatuh lagi sebab pusing mulai menjalar.
"Kakak butuh kamu, Irish."
"Kakak mencintai kamu, hidup kakak berantakan tanpa kamu."
"Mendekatkah, Irish. Kakak butuh pelukan kamu."
"Irish, kakak tahu kakak salah. Jangan pernah benci, tolong ... tolong jangan pergi."
Pandangan mulai mengabur, kedua tangan ia lebarkan. Deru nafasnya terdengar sesak, bibir tebal nan pucat meracau mengulang kalimat yang sama. Berharap keajaiban benar-benar terjadi, gadisnya datang menjemput. Sergio memejamkan mata mengucapkan nama Irish tanpa berhenti, kedatangan seseorang tak menyadarkannya.
"Gio," panggil perempuan dress hitam, rambut panjangnya disanggul rapi menyisakan helaian rambut. "Gio, bangun." Tangannya ditepis kasar Sergio, Sindy mengernyit tak biasanya Sergio bersikap kasar.
"Jangan usik gue, lo bukan Irish."
Mengabaikan perkataan Sergio, Sindy mencoba menarik tangan dan mengajak pulang.
"Ayo gue antar pulang," katanya lembut.
Sergio membuka matanya lebar-lebar. "Rumah gue Irish, bawa dia kesini."
Sindy terpaku beberapa detik, melihat Sergio kacau balau membuatnya prihatin dan sedih terlebih ia sedang mengandung, hormonnya gampang berubah. Siapa Irish? Se-berpengaruh apa, sih, Irish dihidup Sergio? Hati kecilnya bertanya-tanya, pemuda yang pernah ia kagumi dan dijadikan tujuan baru kali ini Sindy lihat kacau dan menggumamkan nama perempuan lain.
Tanpa disadari matanya berkaca-kaca. Menyakitkan, tetapi Sindy nekad membantu Sergio dengan cara duduk di samping pemuda itu.
"Lo Irish?" Sergio memicingkan mata, kepalanya menggeleng cepat. "Bukan, lo bukan Irish. Gak mungkin gadis gue hamil."
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession Brother [ ON GOING ]
Romance"Dia milikku, selamanya akan menjadi milikku. Coba saja rebut, jika dia mampu berpaling dariku maka dia kuserahkan padamu." Sergio Zaryan Dirgantara. Sergio memiliki seribu cara agar Irish menjadi miliknya. Awal perjalanan menaklukkan sang adik berj...