૮₍'˶🩰 ׅ ׅ⸼ּ ݂݁Hαlαmαn 032⚶ִׁ

334 22 1
                                    

𖥻32. KAMI SALING MENCINTA
______________________________

"Jangan cuekin abang, jangan, Dek. Abang gak bisa. Abang gak tenang, tolong katakan sesuatu. Jangan diam aja, Dek?"

Irish memejamkan kedua matanya seraya mencoba meredam suara seseorang yang kian mengganggunya tanpa niat berhenti. Irish ingin ketenangan, Irish ingin sendiri untuk waktu yang cukup lama, untuk menerima keadaannya sekarang, untuk berdamai dengan luka-lukanya kian melebar. Namun, abang sulungnya tidak memberikan kesempatan Irish.

30 menit yang lalu, Dokter datang memeriksa kondisi Irish dan menjelaskan pertanyaan terkait kedua kakinya mati rasa. Usia dijelaskan, ketakutan Liam seperti teriakan, tangisan, dan lainnya tidak terjadi, diamnya Irish timbulnya kegelisahan Liam.

"Jangan marah sama siapapun, termasuk diri kamu sendiri." Alasan mengambil posisi duduk dibangku, berhadapan Irish. Selimut tipis menutupi sekujur tubuhnya, gadis malang itu menyeka cairan kristal yang mengaliri sudut netranya.

"Apa gunanya marah? Apakah dengan kemarahan, kondisi aku kembali seperti semula? Enggak, Kak. Tolong tinggalin aku, aku butuh waktu sendiri." Mereka semua egois, berulang kali Irish mengatakan tegas dirinya baik-baik saja, detak jantungnya memompa bekerja lebih cepat. Perasaan yang campur aduk tak dapat diutarakan melalui tangisan seolah air matanya terkuras habis.

Irish menemukan titik terendah dirinya, bunyi kursi menyadarkan gadis itu dari lamunan singkatnya, disusul pintu tertutup rapat. Lantas, apa gunanya menangisi diri? Lantas, apa gunanya merutuk dan menyalahkan takdir? Semua yang terjadi berawal dari kesalahan kecil kemudian dibesar-besarkan.

Impian, harapan, berakhir sirna. Irish mengepalkan kedua tangannya, trauma kepada laki-laki termasuk abang kandungnya sendiri kian membekas dan terbelenggu. Irish takut berhadapan langsung, Irish takut tidak bisa mengendalikan dirinya dihadapan banyak orang.

"Ayo, Bang. Biarkan Irish sendiri dulu, dia butuh waktu." Orion menepuk pelan pundak pria itu, tatapan sedihnya terarah fokus satu titik. Irish, andai adiknya mengizinkan. Liam ingin merengkuh dan memberikan pelukan ternyaman seraya menyuruh Irish meluapkan kesedihannya, bukan cara seperti ini Liam inginkan.

"Jangan nyiksa diri kamu sendiri. Ingat, kamu gak salah." Pada akhirnya, mau tidak mau Liam ikut terseret tarikan Orion keluar ruangan menyisakan Irish.

Gadis malang itu menyingkap selimutnya, menurunkan sebatas perut. "Irish takut, Bang. Irish takut buat kalian semua tambah sedih. Sekarang Irish lumpuh, Irish ga bisa lama-lama liat raut wajah kesedihan yang terpatri jelas, hati Irish jelas berdenyut sakit, bang." Menerima, menerima sampai bertemu ujung ikhlas adalah perjalanan yang menyiksa.  Keberdayaa, kekuatan, ketangguhan. Jika boleh meminta, Tuhan.

'Bolehkah nyawaku saja yang dicabut? Kenapa Engkau membuatku tersiksa dalam jiwa yang mati rasa?'

Orion, Sendyakala, dan Liam berada di kantin. Alaska ikut menyeret pria itu tadinya bersikekeuh menunggu Irish di depan pintu ruangan, sembari mengintip celah guna memastikan Irish baik-baik saja. Bahkan segelas teh yang dipesannya belum tersentuh. Sementara Orion, Sendyakala dan Alaska masing-masing memesan makanan, cemilan.

"Saya gagal menjadi seorang abang yang baik, saya gagal menjaga Irish," gumam Liam memukul kepalanya dengan brutal. Orion, Sendyakala melempar tatapan bingung, hanya sesaat, ketiganya melanjutkan menyantap makanan.

"Penyesalan di akhir tiada gunanya, terlambat." Alaska merespon apa adanya.

Orion mengangguk setuju. "Bukan salah Bang Liam sepenuhnya."

Sendyaka lambat mengunyah. "Daripada menyesal, apa yang telah rusak kita perbaiki dan rawat. Kita fokus buat Irish bahagia baik mentalnya, batinnya dan juga kesenangannya."

Obsession Brother [ ON GOING ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang