૮₍'˶🩰 ׅ ׅ⸼ּ ݂݁Hαlαmαn 031⚶ִׁ

561 24 0
                                    

𖥻31. TRAUMA DUKA GADIS MALANG
_______________________________________

Orion dan Sendyakala termangu kali pertama masuk ruangan luas yang di mana terdapat tiga orang pria dan satu gadis malang terbaring tak berdaya diranjang, suara mesin EKG memecahkan keheningan. Tatkala kakinya menginjak masuk, Orion merasakan energi yang tak enak dari ketiga pria tersebut, termasuk Sendyakala yang berperang akal pikirnya sendiri. Sejak masalah Irish dan Sergio terjadi, dapat dikatakan selesai. Liam tidak seberisik kemarin.

Menurut pengakuan Alaska, sepanjang malam dan hari berganti hari Liam menyiksa diri menunggu Irish terjaga dari tidur panjangnya. Ronald sendiri tak mampu membujuk anak sulungnya, keras kepala yang telah mendarah daging sulit dipecahkan.

Usai disuntikkan obat bius oleh dokter, Irish berangsur tenang. Efek kejadian menimpa dirinya mengakibatkan trauma besar dan mengganggu psikisnya, dokter menyarankan agar tidak bertanya serta mengungkit masalah yang terjadi sampai Irish sendiri bercerita. Dokter berharap, keluarga mampu menciptakan euforia supaya pasien tidak berlarut dan berakhir depresi.

Hari ini, pukul dua siang. Ronald pergi ke kantor polisi guna menyelesaikan masalah yang terjadi pada Sergio serta tetek bengek. Pria berusia nyaris menginjak 60 tahun sempat mengajak Liam ikut, sempat berdebat sempat terpancing emosi. Mengingat kondisi putri satu-satunya memburuk, Ronald berusaha berdamai bersama dirinya.

"Pulang, Liam. Di sini ada dokter, suster, ada papa, ada Orion dan ada Alaska. Irish baik-baik saja bersama kami," kata Ronald setelah suster dan dokter menstabilkan kondisi Irish yang tadinya meraung-raung, memekik, dan menjerit.

Ronald ingat jelas bagaimana kesedihan dan kesengsaraan tergambar diraut wajahnya. Ronald tidak ingin Liam berlarut-larut, pula mengingat statusnya sekarang sudah beristri, Ronald memahami keadaan Liam.

"Papa saja yang pulang, Liam akan menunggu sampai Irish sembuh, Liam akan menemaninya."

"Berhenti berlebihan, Liam Rajendra!" seru Ronald mengepalkan tangannya, urat disekitar leher menonjol jelas. Mati-matian Ronald menahan amarahnya dan sesak gemuruh didada agar tidak menimbulkan masalah baru.

"Kamu sudah dewasa, Liam. Jadilah kuat dan dapat menempatkan posisi kamu." Kalimat terakhir yang Ronald ucapkan, tanpa ada kata pamit. Pria itu meninggalkan Liam dan Alaska, ia muak dan lelah menghadapi situasi ini.

Hanya satu jalan terakhir dapat menyelesaikan masalah ini secepatnya, dengan begitu semua orang yang terlibat akan hidup tenang sebagaimana mestinya.

Tidak ada lagi keributan.
Tidak ada lagi permasalahan.

"Jadi inti masalah ini adalah kesalahpahaman?" tanya petugas polisi meminta keterangan Ronald.

Dengan hati yang berat dan mata kelamnya terlihat lelah, Ronald menyodorkan amplop tebal warna cokelat.

"Tidak bermaksud lain. Tolong bebaskan putra saya, uang ini sebagai permintaan maaf karena telah membuang waktu berharga kalian, tolong, saya mohon." Ronald menunduk, menyatukan kedua tangannya di depan dada.

Pak Polisi tampak terkejut beberapa detik, tak urung tangannya mencoret sesuatu dikertas. Tak urung, amplop tersebut ia terima dan disimpan dalam laci. Denga berat hati, Pak Polisi menyetujui permintaan Ronald.

"Saya berharap suatu hari nanti tidak ada kasus ini terulang, tidak ada penyesalan."

"Baik," kata pria itu penuh penegasan. Sembari menunggu, Ronald melangkahkan kakinya ke luar ruangan, menghubungi seseorang.

Andai saja dokter memperbolehkan Irish rawat jalan, dari kemarin seharusnya sudah Ronald bawa pulang. Juwi tiap jam menghubunginya, mengirimkan pesan dan terus spam sepanjang waktu, ia butuh kepastian tentang keberlanjutan tentang kedua anaknya.

Obsession Brother [ ON GOING ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang